“Rasa malu dan rasa bersalah ternyata seperti pohon,
Yang jika disimpan mereka akan tambah tumbuh dan kian susah dicabut.
Kini rasa bersalah itu selebat hutan.”
-Mr. Aan Mansyur-
Abhi pulang dari rumah Bumi dengan perasaan kalut. Ia sama sekali tak menyangka bahwa dirinya memiliki seorang putra. Ia pikir tak akan terjadi apa-apa atas kecelakaan yang dilakukannya dulu pada Nara, karena gadis itu bilang bahwa ia tidak apa-apa meski hal paling berharga darinya di renggut oleh laki-laki brengsek macam Abhi.
Terlebih, hal itu terjadi karena Abhi frustasi kehilangan jejak Zoya setelah putus dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Maka larilah ia pada benda laknat yang bernama "miras" itu hingga tanpa dihindari ia melakukan hal yang dilarang oleh agama pada Nara, Nara Aulia Senja, sahabatnya sendiri.
Abhi tahu kenapa gadis itu tak menuntut sedikitpun akibat perbuatannya dulu. Padahal seharusnya ia mengatakan pada Papa dan kedua orang tua Abhi tentang kejadian itu hingga Abhi mau tidak mau harus bertanggung jawab atas apa yang di perbuatnya. Tapi, rasa cinta yang besar pada Abhi membuat gadis itu hanya diam, menyimpan semuanya seorang diri. Bahkan kenyataannya setelah sang Papa tahu tentang kejadian itupun, Nara masih berusaha melindunginya dari amarah sang Papa.
Dan alasan perjodohan itu, tentu bukan karena kejadian waktu itu. Hal itu murni karena masalah investasi. Ayah Abhi meminta Abhi menikah dengan Nara agar Papa Nara mau berinvestasi pada perusahaannya. Karena walau bagaimanamun meski Nara tidak mengatakan secara gamblang bahwa dirinya mencintai Abhi, sang Papa tahu apa yang sangat diinginkan putrinya itu hingga akhirnya terjadilah kesepakatan diantara kedua belah pihak saat itu.
Abhi memarkir mobilnya di garasi, ia bergegas untuk masuk ke dalam rumah orang tuanya. Satu-satunya orang yang ingin di temuinya sekarang adalah sang Bunda. Ia ingin bertanya kepada sang Bunda, apakah sang Bunda tahu tentang keberadaan putranya itu? Karena yang Abhi tahu, Bundanya begitu menyayangi Nara dan menganggapnya sebagai putrinya sendiri, jadi sedikit banyak pasti gadis itu bercerita pada sang Bunda.
"Bun....," sapanya pada Sang Bunda yang tengah sibuk di dapur guna meracik kopi untuk sang Ayah.
"Loh, udah pulang kamu Bhi? Tumben mampir kesini?" tanya Sang Bunda.
Pasalnya Abhi biasanya lebih memilih pulang ke apartemennya sepulang kerja. Sejak lima tahun yang lalu, ia memang memutuskan untuk hidup sendiri di apartemennya. Ia akan mengunjungi rumah kedua orang tuanya di hari Sabtu atau Minggu, juga di hari besar dan hari libur lainnya.
Awalnya sang bunda menolak keinginan putranya itu. Ia takut jika putranya akan berbuat macam-macam jika tinggal seorang diri. Ia tak mau putranya terjerumus dalam lembah kemaksiatan. Terlebih, mengulangi kesalahan yang sama yang pernah diperbuatnya kepada Nara.
Karena walau tidak begitu menyukai Zoya, Rania tidak ingin hal yang sama dengan Nara terjadi pada gadis itu juga terlebih hal itu terjadi karena kekhilafan sang Putra. Tapi, ia tahu bahwa sang putra sangat tidak suka jika ia dikekang, karena alasan itulah ia pun akhirnya menyetujui keputusan sang putra untuk tinggal sendiri di apartemen.
"Iya Bun. Abhi ingin membicarakan sesuatu sama Bunda...," Ujar Abhi.
"Sama Bunda aja atau Ayah juga....,"
Abhi memutus ucapan Sang Bunda yang hendak melibatkan sang ayah dalam pembicaraan mereka.
"Bunda aja, Abhi hanya perlu bicara sama Bunda....," Ucapku tegas.
Rania pun akhirnya mengaggukkan kepala mengiyakan permintaan sang putra.
"Bunda antar kopi ayah dulu. Tunggu bunda di taman belakang. Nanti bunda kesana....," Ujar Sang Bunda.
Dan kali ini Abhi yang menganggukkan kepalanya. Ia duduk di taman belakang dan menunggu sang Bunda selesai membuatkan kopi untuk Ayahnya.
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
Tak berapa lama sang bunda pun datang. Duduk di kursi samping Abhi dengan terlebih dulu meletakkan dua cangkir teh hangat dan biskuit ke meja kecil disana.
"Apa yang mau Abhi bicarakan sama Bunda?" tanya Rania kepada putranya itu.
"Ini tentang...Na..ra....," ujar Abhi. Entah mengapa Abhi terbata-bata menyebut nama ibu kandung dari putranya itu.
"Jadi...Abhi sudah tahu?" tanya Sang Bunda.
"Maksud bunda?" Abhi malah balik bertanya. Ia mengerutkan keningnya bingung dengan maksud pertanyaan sang bunda.
"Tentang Shaka....," ujar sang bunda.
"Jadi, bunda tahu?" Abhi balik bertanya.
Rania pun menganggukkan kepala sebaga tanda jawaban iya atas pertanyaan yang diajukan oleh Abhi.
"Jadi, selama ini bunda tahu? Dan bunda tidak memberi tahu Abhi?" tanya Abhi lagi.
Lagi..lagi sang bunda hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Bunda tega. Kenapa bunda tega sekali sama Abhi?"
Kali ini Abhi menyugar kasar rambutnya, ia benar-benar merasa frustasi mendapati kenyataan bahwa Sang Bunda selama ini tahu tentang keberadaan Shaka, putra nya. Dan sang Bunda menyembunyikan hal itu dari Abhi.
"Siapa lagi yang tahu tentang ini? Apa ayah juga tahu?" tanya Abhi.
Dan sang bunda kembali menganggukkan kepala.
"Semua orang tahu bahwa Abhi punya seorang putra. Dan Abhi, malah tidak tahu tentang semua ini....," Ucap Abhi kali ini ia meneteskan air mata.
Rasanya tak mampu lagi ia membendungnya. Tak peduli meski ia adalah seorang lelaki. Kini dihadapan sang bunda, Abhi yang biasanya terlihat gagah sekarang seolah lemah tak bertenaga. Bagaimana tidak, ia tidak tahu bahwa dirinya memiliki seorang putra. Ia tidak tahu bahwa kecelakaan yang dilakukannya dengan Nara waktu itu membuahkan hasil seorang bocah yang kini berusia sekitar empat sampai lima tahunan.
"Kenapa bunda, kenapa bunda tega? Kenapa Ayah, Pak Bumi dan Nara tega nyembunyiin semua ini dari Abhi. Kenapa?" tanya Abhi.
"Nak, ma'af kan bunda jika kenyataan ini menyakitimu. Hanya saja semua itu keinginan Nara. Nara minta bunda untuk tidak memberitahu kamu bahwa ia mengandung bayi kamu. Nara tidak ingin kamu bertanggung jawab padanya hanya karena rasa bersalah, ia ingin kamu seutuhnya, kamu dan cintamu untuknya. Tapi, kamu tidak pernah bisa memberinya hal itu bukan?"
Kali ini sang bunda pun berurai air mata. Ia masih ingat ketika gadis itu menemuinya dan memintanya dengan tulus untuk menyembunyikan keberadaan bayi dalam kandungannya. Ia sama sekali tidak ingin menuntut Abhi untuk bertanggung jawab. Ia hanya ingin melihat Abhi bahagia, tidak terbebani oleh rasa bersalah terhadap dirinya. Dan karena alasan itu pula lah yang membuat gadis itu rela diputuskan hubungan diantara mereka secara sepihak oleh Abhi.
Abhi mendongakkan kepalanya. Ia yang semual menangis dengan wajah berada di pangkuan sang bunda kini menatap sang bunda yang tak jauh beda keadaannya dengan dirinya. Sama dengan dirinya, sang bunda pun bercerita dengan berurai air mata.
" Ab...Abhi....,"
Ucapan Abhi tercekat di tenggorokan. Ia tak bisa menemukan jawaban apapun atas pertanyaan sang bunda. Selama ini, ia hanya menganggap Nara sebagai seorang sahabat tidak lebih. Dan cintanya, hanya tertuju pada satu orang wanita yaitu Zoya. Karena itu, karena rasa cintanya yang telah terpatri untuk Zoya, ia mengaburkan segalanya termasuk perasaannya pada Nara.
Selepas kejadian itu, terlintas dipikiran Abhi untuk menyudahi pencariannya kepada Zoya yang telah menghilang hingga dua tahun lamanya. Ia ingin mempertanggunjawabkan atas apa yang telah dilakukannya terhadap Nara. Ia takut jika suatu hari hal yang ditakutkan itu terjadi, namun setelah ia mendapatkan hawa segar tentang keberadaan Zoya dari beberapa detektif yang disewanya, Abhi mengurungkan niatnya itu. Toh, Nara juga tidak menuntut apapun dari dirinya, gadis itu berkata bahwa ia baik-baik saja. Jadi, Abhi memutuskan untuk tak ambil pusing atas hal yang belum tentu terjadi tersebut. Daripada memikirkan hal itu, Abhi memutuskan untuk pergi menemui Zoya yang kini keberadaanya sudah diketahuinya itu.
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
lanjutt....
Comment on chapter 8 II Selangkah Lebih Dekat