“Aku berpikir tentang bagaimana ada dua jenis rahasia :
Jenis yang ingin kamu simpan dan jenis yang tidak berani
Kamu ungkapkan.”
-Ally Carter-
Akhirnya disinilah mereka berdua, di gazebo kediaman rumah Bumi. Baik Nara dan Abhi masih sibuk dengan keheningan masing-masing. Abhi tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana, sementara Nara pun demikian tidak tahu harus bagaimana menghadapi lelaki di hadapannya itu. Hingga akhirnya, Abhi pun memecah keheningan itu. Ia, harus mendapatkan penjelasan dari Nara tentang bocah laki-laki itu.
"Apa...dia sudah berhenti menangis?" tanyanya memberanikan diri untuk bertanya kepada Nara.
Mendengar pertanyaan Abhi tersebut Nara hanya menganggukkan kepalanya sebagai isyarat jawaban iya darinya.
"Berapa usianya?" Tanya Abhi lagi.
"Empat tahun...," Jawab Nara.
"Kenapa tidak memberitahuku dia ada?" Tanya Abhi kembali.
"Apa itu perlu...?" Bukannya menjawab Nara malah bertanya balik pada Abhi.
"Nara...,"
"Kamu bilang bahwa kamu akan lebih bahagia tanpa aku, jadi menurutku kamu juga akan lebih bahagia jika tidak tahu bahwa dia ada...," jelas Nara.
"Nar, ini dan itu berbeda, kamu tidak bisa...,"
"Bagiku sama saja Bhi. Baik ada atau tidak adanya dia, kamu tetap minta hubungan kita berkahir bukan? Alasannya sama, karena kamu tidak pernah bisa mencintaiku..,"
"Ya tapikan setidaknya aku bisa bertanggung jawab...,"
"Tanggung jawab yang bagaimana Bhi? Menikahiku dan menceraikanku saat anak itu lahir agar kamu bisa bersama kekasihmu? Jika itu tanggung jawab yang kamu maksud, maka aku akan lebih memilih Sakha tidak mengetahui siapa sosok Papanya, daripada ia tahu bahwa dirinya punya Papa namun tak dapat memilikinya,"
"Nar....,"
"Aku tidak meminta tanggung jawabmu Bhi, baik dulu atau sekarang. Shaka anak aku selamanya hanya anak aku. Kamu tidak berhak untuk mengambilnya dariku setelah kamu tahu dia ada...,"
"Aku Papanya Nara...,"
"Iya aku tahu. Selamanya kamu memang papanya dan hal itu tidak mungkin dapat berubah. Karena itu aku mengambil nama tengahmu untuknya. Ma'af jika aku dengan lancang melakukan itu. Tapi, aku hanya ingin Sakha tahu bahwa dia punya seorang Papa dan nama papanya ada di dalam namanya. Meskipun papanya tidak akan pernah bisa bersama dengannya selamanya...,"
"Kamu egois Nara...,"
"Jika aku egois kamu apa Bhi? Kamu bilang aku egois karena tidak memberitahumu bahwa dia ada. Lantas sebutan untukmu apa Bhi, yang meminta mengakhiri hubungan kita dulu secara sepihak. Apa kamu pernah mendengarkan penjelasanku?...," Seru Nara.
"Aku tetap akan memberitahunya bahwa aku Papanya...," Ujar Abhi tegas.
"Dia tahunya Papanya ada di surga...,"
"Nara..kamu...,"
"Aku mohon Bhi, jangan ambil Sakha dariku. Kamu boleh menemuinya tapi kamu sama sekali tidak boleh memberitahunya bahwa kamu Papanya. Dia satu-satunya kebahagiaan yang aku punya Bhi, jangan kamu ambil dia dariku..,"
"Itu tidak adil Nar, aku juga ingin dia tahu siapa aku sebenarnya...,"
"Adil Bhi, seperti kamu yang dulu memohon agar hubungan kita di akhiri karena kamu lebih memilih bersama kekasihmu. Maka kali ini kamu juga harus memenuhi permohonanku...," Ujar Nara tegas.
"Tapi Nar...,"
"Jika aku beneran egois maka aku akan berusaha untuk tetap menyembunyikan dia darimu seperti lima tahun lalu Bhi. Tapi, nyatanya aku tetap membawanya pulang, aku tetap memberitahumu secara tidak langsung lewat undangan makan malam yang dirancang Papa. Jika aku egois selamanya, kamu tidak akan pernah tahu bahwa dia ada...," Jelas Nara kali ini dengan nada lirih, tampak air mata berjatuhan di pipinya.
"Baik jika itu yang kamu minta. Tapi, setidaknya beri aku kesempatan untuk bisa selalu menemuinya...,"ujar Abhi kemudian.
Nara menganggukkan kepalanya mengiyakan permintaan Abhi.
"Ya, seminggu sekali..,"
"Nar, apa kamu juga akan membatasi waktuku untuk bertemu dengan putraku juga?"
"Tidak mudah bagiku Bhi, dan kamu tahu itu. Bahkan untuk bertemu denganmu dan mempertemukanmu dengannya hari ini, aku sudah mengumpulkan keberanian bertahun-tahun. Sakha juga akan bingung kalau kamu terlalu sering menemuinya..," jelas Nara.
Lagi-lagi Abhi tak bisa berkata-kata. Ia mengusap wajahnya kasar. Mau tidak mau ia harus menyetujui permintaan Nara agar ia bisa menemui putranya. Ingin rasanya ia melampiaskan kemarahannya pada Nara, karena menyembunyikan kebenaran sebesar ini darinya. Namun, ia tak sampai hati ketika melihat Nara berlinangan air mata, memohon kepada Abhi untuk tidak mengambil putranya. Mungkin, alasan itu pulalah yang membuat Nara lebih memilih menyembunyikan keberadaan putranya daripada memberitahukan kebenarannya. Karena ia tak ingin kehilangan putra tercintanya itu.
Abhi tak akan berbuat sejauh itu. Bagaimana mungkin Abhi mampu memisahkan seorang ibu dari putranya? Terlebih, ia tahu mungkin sang putra juga akan lebih memilih untuk bersama Mamanya daripada dirinya yang notabene adalah ayah kandungnya, namun tak pernah ia ketahui sebelumnya.
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
Bumi mengantarkan kepergian Abhi. Di perjalanan dari dalam rumah menuju garasi di halaman mereka pun bercakap-cakap kecil. Ah, tidak lebih tepatnya Bumi memberi penjelasan singkat kepada Abhi atas kejadian di masa lalu.
"Ma'af karena Papa tidak memberitahumu sebelumnya...," Ujar Bumi.
"Kenapa Pa?" Tanya Abhi.
"Itu semua kemauan Nara, Bhi. Papa sama sekali tak berhak untuk melarangnya,"
"Papa tidak seharusnya minta ma'af pada Abhi. Abhi lah yang seharusnya memohon ma'af kepada Papa. Ma'af karena telah merusak Nara. Ma'af karena Abhi berbuat hal bejat itu pada Nara. Dan ma'af karena Abhi masa depan Nara hancur...," ujar Abhi.
"Jangan berkata seperti itu. Papa memang marah dulu ketika Nara menceritakan semuanya kepada Papa. Ingin sekali Papa mendatangimu dan memintamu untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang kamu lakukan kepadanya. Tapi, Nara berkali-kali melarang Papa untuk melakukan itu. Dia bilang, bukan salah kamu sepenuhnya, Nara juga turut andil atas hal yang menimpamu karena itu ia menerima semuanya sebagai konsekuensi atas kesalahan dan keegoisan yang ia lakukan kepada dirimu...," jelas Bumi.
Deg. Abhi yang mendengar itu serasa tidak percaya. Bagaimana mungkin Nara masih melindunginya disaat ia memang seharusnya mendapatkan bogeman dan kemarahan dari Pak Bumi karena ia telah melakukan hal bejat itu kepadanya.
"Kalau tentang investasi itu? Karena Nara juga?" Tanya Abhi lagi.
"Iya, Papa awalnya juga marah karena dia bilang hubungan kalian berakhir. Bahkan, paginya papa masih melihat putri papa tersenyum bahagia setelah tahu bahwa ada bagian dari dirimu dalam dirinya. Lantas tiba-tiba saat malam ia menyatakan bahwa ia mengakhiri hubungan kalian. Sebagai seorang Papa yang sangat menyayangi putrinya jelas Papa marah dan hendak menarik semua investasi di perusahaan kamu. Namun Nara bilang meskipun hubungannya dengan kamu berakhir, dia melarang Papa menarik investasi dari perusahaan kamu. Dia bilang, anggap saja itu kompensasi bagi kamu karena dia tidak bisa memberitahu keberadaan janin dalam kandungannya," jelas Bumi.
Abhi masih mendengarkan dengan saksama penjelasan Bumi.
"Papa jelas tidak setuju dengan keputusannya itu. Bagaimana mungkin dia tetap mempertahankan janin dalam kandungannya itu dan melahirkannya tanpa suami? Hingga kemudian dia bilang, keberadaan dirinya saja membuatmu tidak bahagia apalagi ketika kamu tahu bahwa ia tengah mengandung darah dagingmu? Ia jelas tahu bahwa apa yang kamu dan dia lakukan dulu adalah kecelakaan dan dosa besar. Karena itu, dia berkata mungkin ini hukuman baginya yang harus melahirkan seorang anak tanpa ada status suami disisinya...,"
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
lanjutt....
Comment on chapter 8 II Selangkah Lebih Dekat