Read More >>"> TANGAN TANGAN ASTRAL (LIKU LIKU LAKI LAKI LUKA LUKA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TANGAN TANGAN ASTRAL
MENU
About Us  

My Diary ….

Dari beragam buku yang pernah aku baca terdapat satu kesimpulan bahwa tidak ada kata kunci yang pasti untuk menguak misteri kehidupan yang telah digariskan Illahi. Tidak ada istilah kebetulan dalam hidup ini. Sekecil apa pun kejadian yang pernah dialami seseorang pasti sudah berada dalam sekenario yang telah dipersiapkan Tuhan sejak kelahirannya.

Begitu pula dengan kelebihan bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk gaib yang kumiliki. Aku yakin my Diary, di balik semua ini Tuhan pasti telah mempersiapkan sesuatu yang terbaik untukku. Karena itu, sedikit pun aku tak pernah menyesali atas semua ini meskipun sering membuatku sakit hati.

Yang terpenting bagiku, my Diary, dalam hidup itu jangan suka menentang arus kalau tidak bisa berenang, sebab tenggelam itu menyakitkan. Lebih menyakitkan dari ditinggal mantan pas sayang-sayange.

Oiya my Diary, tadi malam aku mimpi hal aneh. Dalam mimpi itu Anggit datang menjemputku ke rumah terus dia mengajakku pergi ke sebuah taman yang indah. Taman itu sangat luas dan penuh dengan aneka bunga yang sedang bermekaran. Banyak kupu-kupu bersayap cantik terbang rendah di antara bunga-bunga. Kadang kupu-kupu itu hinggap sejenak di sebuah bunga untuk menghisap sari madu. Aku dan Anggit duduk berdua di sebuah ayunan yang bergerak manju-mundur syantik.

Setelah puas menikmati keindahan taman, tiba-tiba Anggit mengajakku bermain petak umpet. Mula-mula dia mengajak suit. Karena ingin dianggap pahlawan, seperti biasa aku ngalah. Aku rela jaga duluan agar bisa merasakan keseruan mencari Anggit yang lagi sembunyi di sela pepohonan.

Dan tragedi pun dari mulai dari sini, my Diary!

Betapa enggak! Ketika aku selesai menutup mata se,bari menghadap pohon, dalam kehitungan ke sepuluh, Anggit pun berlari untuk sembunyi. Saat kubuka mata sambil berbalik badan, aku tersentak. Kaget! Tahu-tahu aku sudah tidak lagi berdiri di tengah taman bunga, tapi berganti di tengah sebuah pekuburan tua yang penuh dengan pohon kamboja. Deretan makam yang tak beraturan dengan aneka bentuk nisan yang sudah menghitam karena keropos dan lumutan menjadikan pekuburan itu nampak sangat menyeramkan.

Matahari yang semula bersinar cerah, kini tampak timbul tenggelam di balik mendung tebal yang tiba-tiba datang. Suasana yang sedikit berkabut menjadikan deretan nisan tua itu terlihat seperti tangan-tangan setan yang mencuat dari dalam gundukan tanah kuburan. Sesekali beberapa kelelawar terbang rendah sambil mengeluarkan suaranya yang khas.

Ya ampun my Diary, ngeri banget deh! Dengan seluruh tubuh merinding tidak karuan, perlahan aku melangkah di sela-sela deretan nisan sambil memanggil-manggil nama Anggit.

Anggit … kau di mana? Anggit …! Aku berteriak-teriak sambil merabai bulu kuduk yang mulai berdiri meremang. Berkali-kali aku harus menengok ke belakang sebab aku merasakan ada seseorang yang selalu mengikuti langkahku. Suara kemrisik daun kering yang terinjak telapak kaki menambah tebal rasa ngeri yang menyelimuti hati. Sialnya, meski sudah jauh aku melangkah tapi kuburan tua itu seakan tidak ada tepiannya. Luas tanpa batas.

My Diary … keringat dingin mulai membanjiri tubuhku seiring sergapan rasa takut yang semakin akut. Dari balik pepohonan beberapa sempat aku lihat adanya sosok-sosok menyeramkan yang tak pernah lepas menatapku. Sepertinya keberadaanku telah dikepung dari berbagai penjuru.

Lalu sebuah bayangan hitam tinggi besar nampak keluar dari balik kabut tebal di sisi selatan kuburan. Aku tahu ini adalah sosok genderuwo yang sering menampakkan diri untuk mengganggu para pengguna jalan yang membentang di depan jembatan. Dan genderuwo itu sedang melangkah sambil menggeram menghampiriku.

Aku tercekat, my Diary. Rasa takut memaksaku untuk segera mengambil langkah seribu. Tapi sial! Belum lagi terlalu jauh aku berlari, dug! Kakiku tersandung nisan. Tak urung aku terjungkal tepat di tengah sebuah kuburan.

Belum lagi aku bisa bangkit, sepasang tangan hitam berkuku panjang menyeruak keluar dari dalam tanah dan langsung mencengkeram tubuhku. Aku meronta-ronta sekuat tenaga. Tapi semakin aku meronta, sepasang tangan setan itu semakin kuat pula mencengkeram tubuh kurus ini. Ya, ampun my Diary … andai saja saat itu kau sedang ada bersamaku, bisa jadi kau sudah hancur terobek-robek oleh kuku tajam itu.

Perih kurasakan mendera di sekujur tubuh. Terutama bagian jempol kaki kananku. Sepertinya jempol kaki itu terluka sehingga terasa amat perih saat keringat mengalir di sana. Aku terus meronta, berusaha melepaskan diri dari sepasang tangan yang juga masih terus berusaha untuk menarik tubuhku ke dalam tanah. Akhirnya dalah satu sentakan keras, aku berhasil lolos dari cengkeraman mematikan itu.

Tapi my Diary, sepertinya kengerian belum berakhir sampai di situ. Setelah berhasil menggulingkan tubuh ke sisi kanan, serta merta aku berusaha bangun. Perlahan aku duduk sembari mewaspadai keadaan sekitar yang semakin gelap.

Oh, jempol kaki kananku terluka dan mengucurkan darah, my Diary. Tanpa pikir panjang aku sobek ujung bawah kaos oblong yang kukenakan. Kupakai sobekan kaos itu untuk mengikat ujung pangkal jempol sekadar menghentikan kucuran darah. Lantaran tak ingin kehilangan nyawa dalam usia muda, tanpa menghiraukan rasa sakit yang mendera serta merta aku berlari sekuat tenaga.

Tapi my Diary, lagi-lagi nasib baik tak berpihak padaku. Entah bagaimana mulanya, tahu-tahu dari setiap ujung nisan yang menancap ke tanah telah mengucurkan darah kental berbau anyir. Rasa takut yang membelenggu hatiku membuat diri ini terlambat menyadari kalau lelehan dari dari setiap pangkal nisan itu kini sudah pula membanjiri seluruh permukaan tanah pekuburan.

Makin lama genangan darah itu semakin meninggi. Rasa mual hebat yang melanda perut membuatku semakin takut. Gerak tubuhku menjadi lamban sehingga tubuh kerempengku semakin tenggelam dalam lautan darah yang mengerikan.

Untunglah my Diary, dalam penglihatanku yang semakin nanar, samar-samar terlihat sosok Anggit yang sedang sembunyi di balik cungkup kuburan tertua di tempat itu. Aku bergegas merenangi lautan darah itu untuk menghampirinya.

Berhasil? Iya, aku berhasil mendekatinya dari arah belakang. Anggit sedang berjongkok di atas undakan cungkup yang paling tinggi sambil menghadap ke tembok yang sudah lumutan di beberapa bagian. Dengan perasaan senang, aku putar tubuh Anggit agar menghadap kepadaku.

Tapi … aaahh, yang kudapati bukanlah wajah Anggit yang ayu melainkan seraut wajah keriput yang penuh luka. Luka berdarah dan bernanah. Bahkan beberapa tulang wajahnya menyembul keluar akibat kulit dan daging yang sudah mengelupas.

My Diary … seketika aku menjerit histeris. Sekujur tubuhku yang berlumuran darah tiba-tiba terasa ngilu dan sakit semua. Kulit dan daging yang membungkus tubuhku seakan hendak terkuliti dengan sendirinya. Barangkali inilah liku-liku laki-laki luka-luka yang harus kualami. Untung aku segera terbangun sebelum mati.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags