Oh, my Diary ….
Tiga hari sudah aku menunggu pelet itu bereaksi pada Anggit. Selama itu pula wajah cantiknya selalu terbayang di pelupuk mata. Bahkan setiap malam ia selalu hadir di dalam lipatan mimpiku. Tapi hingga hari ini kok sikapnya padaku tidak ada yang berubah, ya. Sedikit pun ia tetap tak memedulikan semua perhatian lebih yang coba aku berikan.
Dan yang paling menyakitkan my Diary, waktu jam istirahat sekolah aku lihat ia berciuman dengan teman sebangkuku di pojok perpustakaan. Hancur, hancur, hancur hatiku. Hatiku hancur.
Seketika aku yang dalam keadaan sehat-sehat saja dengan suhu tubuh normal, tiba-tiba gemetar terserang demam tinggi. Sampai-sampai aku harus dirawat di klinik sekolah karena teman-teman pada curiga jangan-jangan aku terpapar virus Covid varian baru yang belum diketemukan jenis vaksinnya.
Setelah disuruh minum sebutir paracetamol dan tubuh diolesi minyak kayu putih, aku disuruh istirahat berbaring di dipan UKS yang semua bagiannya bernuansa putih. Tapi my Diary, mataku tetap tak bisa terpejam. Memang serangan demam sudah menurun, tapi rasa pusing yang menyerang kepala masih nyut-nyutan. Terlebih lagi ketika aroma kemenyan mulai tercium sebagai tanda-tanda akan munculnya nenek peyot Nini Diwut. Rasa kepalaku semakin gak karuan.
Duh, my Diary, pusing yang menghantam kepalaku semakin menghunjam saat terdengar tawa cekikikan dari sudut UKS yang agak gelap.
Hi hi hi hi …! Seperti biasa aku pura-pura tak melihat dia. Kupejamkan mata dengan rapat sambil berharap agar demit renta itu segera lenyap. Tapi ya ampuuun, semakin mata ini terpejam adegan Anggit yang sedang ciuman tadi justru kembali terbayang. Terpaksa deh aku minta ijin pulang sebelum habis jam pelajaran.
Asal kau tahu ya my Diary, tepat di jam tiga sore nanti aku akan nekad mendatangi rumah Anggit. Aku butuh kepastian reaksi dari pelet celana dalam dari dukun yang katanya kondang itu. Jadi doakan ya my Diary semoga apa yang aku harap akan terkabul sesuai harapan.
***
My Diary ….
Aku harap kau tidak pernah merasa bosan dengan curhatanku yang selalu bernada kesialan. Sebenarnya aku juga ingin menuliskan kisah-kisah indah tentang romance percintaan seperti kisah Romeo Yuliet. Tapi bagaimana mungkin? Kau sendiri kan tahu, cintaku selalu bertepuk sebelah tangan. Aku selalu kebagian peran sebagai kekasih yang tak dianggap oleh seseorang yang paling kurindukan.
Aku sendiri tak tahu my Diary, mengapa tidak pernah ada sosok iblis baik hati yang sudi membalikkan hati Anggit agar hanya terfokus kepada diriku. Yang terjadi selalu hal yang sebaliknya dan sebaliknya. Bahkan my Diary, tadi sewaktu aku ke rumah Anggit, bidadari pujaanku itu belum pulang semenjak berangkat sekolah. Kata mamanya, Anggit sedang belajar kelompok di rumah Danar, cowok yang diajaknya berciuman di sudut perpustakaan tadi siang.
Menyebalkan, kan! Dan yang lebih menyebalkan lagi mamanya Anggit itu hanya sebentar saja menemuiku. Selebihnya dia sibuk berselancar di sosial media dengan ponsel canggihnya. Yang menemani aku hanya Iyem, sang pembantu rumah tangga.
Dan anehnya my Diary, sikap Iyem hari ini terlihat sangat centil kepadaku. Masa waktu menghidangkan minuman untukku, eh, Iyem berani menatapku dari jarak yang teramat dekat. Bahkan hidungku dan hidungnya sampai hanya berjarak 2 centi saja. Mana napasnya bau terasi lagi.
Dan gilanya lagi saat aku mulai meneguk minuman itu, Iyem bisa-bisanya berkata, Mas kalau tehnya kurang manis, cium aja pipiku yang punya senyum termanis ini. Duuh, aku mencium gelagat yang kurang baik di balik semua itu. Jangan-jangan celana dalam yang aku curi untuk pelet itu bukan celana dalam milik Anggit tapi malah milik Iyem.
Duh … my Diary, mengapa derita tiada akhir selalu menghampiriku. Maksud hati ingin melet dan cium anak seorang majikan, eh, yang kena malah pembantu kecentilan. Mungkin ini yang namanya pucuk dicinta sial pun tiba.
Tidak cukup sampai di situ my Diary, melihat perhatian majikannya terpusat pada ponsel, sikap Iyem semakin binal. Kursi tempat ia duduk perlahan tapi pasti semakin didekat-dekatkan dengan kursi yang kududuki. Seandainya ada orang yang melihat, dijamin deh pasti mengira kalau aku dan Iyem lagi pacaran.
Bah! Serasa jatuh harga diri hamba, my Diary! Betapa tidak! Setelah nekad duduk bersanding dengan aku, tiba-tiba tanpa kusadari tangan Iyem sudah bergerak cepat meraih kedua tanganku. Dielus-elus dan digenggamnya erat. Aku sampai geli karenanya. Ingin teriak, aku malu sama mamanya Anggit yang ada di dalam.
Terlebih lagi saat bibirnya yang rada memble itu mulai menciumi punggung tanganku. Ulah nakal Iyem itu jadi mengingatkanku pada kemunculan Nini Diwut yang menyaru sebagai Anggit beberapa waktu yang lalu. Lantas timbul kekhawatiranku jangan-jangan sosok Iyem yang lagi beringas menciumi punggung tanganku ini juga jelmaan dari Nini Diwut.
Untungnya bukan, my Diary! Bau terasi yang meruar dari napasnya membuatku yakin kalau ini benar-benar Iyem. Hanya saja bibirnya yang berkali-kali mengatakan aku merindukanmu, aku mencintaimu, cium aku, sungguh membuatku mati kutu. Jelas semua itu merupakan bukti nyata jika celana dalam yang pernah aku curi untuk pelet itu bukanlah milik Anggit, tapi justru milik Iyem.
Oh, my Diary! Seketika perutku tadi mual hebat saat mengingat aku pernah menciumi celana dalam setengah basah itu dengan sangat mesra sebelum membawanya ke dukun pelet itu. Bahkan aku juga pernah mendekap erat celana dalam itu semalaman hanya karena berharap agar Anggit datang dalam mimpiku. Sungguh my Diary, sampai sekarang perutku masih sering kontraksi dengan hebat jika teringat tingkah tololku.
My Diary ….
Tolong katakan, sekarang aku harus bagaimana menghadapi semua ini? Ibarat nasi telah menjadi bubur. Pucuk dicinta sial pun tiba. Rasanya aku tak sanggup bertemu Anggit lagi kalau dia sampai tahu bahwa pembantunya kena peletku. Haruskah aku minta bantuan pada sosok Nini Diwut yang menjaga petilasan keramat untuk melunturkan pelet yang salah alamat ini.
Aku bingung, my Diary! Aku malu. Para teman gaibku pasti akan mentertawakan aku habis-habisan karena lebih mempercayai seorang dukun dari pada kemampuan mereka. Padahal kalau aku mau, para penghuni alam kegelapan itu pasti akan membantuku mendapatkan Anggit dengan senang hati. Tanpa harus mencuri celana dalam dari jemuran. Hanya dengan sebatang dupa dan sebongkah kemenyan, akan terkabul segala keinginan.
Tapi masih saja aku ragu, my Diary. Masa hanya sekadar untuk mendapatkan satu ciuman dari orang yang kusayang, harus kugunakan jasa pengasihan dari kaum setan! Apa kata dunia! Huf!