Loading...
Logo TinLit
Read Story - Oh, My Psychopaths CEO!
MENU
About Us  

My Psychopaths CEO

Bagian 4 : Teka-Teki

Oleh Ika SR

 

18:09

Tok! Tok! Tok!

Lana menghentikan aktifitasnya. Ia masih berbenah rumah. Jiwa perfeksionisnya menolak kondisi rumah sewanya yang masih berantakan. Tapi, ini sudah petang. Siapa orang yang mengetuk pintu.

Lana mendekati pintu dengan perlahan. “Siapa?” tanyanya sebelum membuka pintu.

“Ada paket datang, Kak.”

Paket? Lana merasa keheranan. Siapa yang mengirimkan paket untuknya. Mengingat ia sebatang kara. Dan juga sekarang bukan jam kerja lagi. Kurir dari ekspedisi mana yang masih mengantarkan barang pada jam ini?

Tangannya sudah memegang gagang pintu. Tapi, Lana masih berpikir keras untuk mengambil keputusan. Apakah ia akan membukakan pintu atau tidak?

Namun, suara itu. Lana mengenalnya. Suaranya tidak asing lagi.

Klek!

Dengan sekali putaran, pintu itu terbuka.

Lana hanya bisa memasang wajah masam sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada memandang pria tinggi dengan rambut hitam ikal serta kulit sawo matang yang tengah berdiri di hadapannya.

“Reno? Jangan jahil ya?”
Pria itu terkekeh sambil mengusap rambutnya. “Tamumu yang paling ganteng ini boleh masuk, kan?”

Lana mengangguk dan membukakakan pintu lebih lebar agar pria itu bisa masuk. Tak dapat dipungkiri, Reno memang tampan. Tapi, masih kalah dengan pria itu. Ah, apasih yang sedang dipikirkannya.

Reno meletakkan sebuah bungkusan plastik hitam di atas meja. Lalu ia duduk di sebuah sofa kayu panjang. Tanpa basa-basi ia langsung membuka tasnya. Mengambil sebuah dokumen dan menampakan wajah yang serius. Seolah ia sedang berpikir keras.

Lana mengambil segelas air putih, meletakkannya di meja di hadapan temannya.

“Maaf, aku hanya punya ini.”

Reno hanya mengangguk, tanpa menyahut ia langsung menengguk isinya sampai tinggal separuh.

“Aku tadi bawakan makanan kesukaanmu.”

Mata Lana langsung berbinar. Ia membuka bungkusan kresek hitam itu. Aroma lezatnya bakso bakar mengular di udara. Membuat perutnya jadi lapar seketika. Dengan segera ia mengambil satu tusuk dan memakannya.

“Kamu mau? Enak hlo,” kata Lana. Ia mengambil duduk di samping Reno. Tapi, pria itu masih fokus pada dokumen yang ada di hadapannya. Lana bisa memakluminya, pekerjaan teman karibnya itu adalah seorang detektif. Dan profesinya itu menyita sebagain besar waktu.

Lana mulai mengintip. Kasus-kasus pembunuhan. Lagi.

Reno yang merasa frustasi karena tak kunjung menemukan jawaban dari teka-teki yang harus ia pecahkan. Akhirnya tak tahan dengan keheningan ini, karena sejatinya ia adalah pria yang sangat cerewet. Bahkan, melebihi Lana sekali pun.

Ia meletakkan dokumen itu di meja dan memperlihatkan beberapa foto.

“Kamu tahu kan, Lan? Kalau aku nggak bisa mikir dengan baik kalau aku diam. Jadi, lebih baik aku cerita sama kamu. Kamu kan kadang pinter tuh, siapa tahu kamu bisa bantu aku.”

Lana hanya bisa mengangguk.

“Jadi, ini kasus yang mana lagi?”

Reno mengubah gaya duduknya, ia bersila di atas sofa. Ia menarik nafas panjang. Bersiap untuk bercerita panjang lebar. “Kemarin terjadi sebuah pembunuhan lagi. Korbannya adalah seorang sopir taksi berusia 33 tahun. Ia ditemukan meninggal di kos miliknya. Tapi, banyak hal yang membuatku tak habis pikir. Pusing aku,” ungkapnya sambil memijit kepala.

Tapi, Lana tahu betul sifat Reno. Temannya itu akan kembali bercerita dengan semangat yang berapi-api. Dan benar saja dugaannya.

“Aku yakin, Lan. Itu adalah kasus pembunuhan. Lagi. Tapi istrinya menyatakan itu sebagai bunuh diri. Sekarang kamu coba lihat ini.” Reno menyodorkan sebuah foto. Foto seorang pria yang tubuhnya dipenuhi luka tusukan dan darah. Dulu saat pertama kali, Reno memperlihatkan foto seperti itu. Lana menjerit ketakutan. Lama-kelamaan ia mulai terbiasa.

“Kamu yakin foto seperti itu boleh kamu perlihatkan secara sembarangan pada penduduk sipil biasa sepertiku?” tanya Lana untuk memastikan.

Reno meletakkan foto itu di meja kembali. “Lan? Kamu tahu kan. Kalau aku ini nggak bisa diam. Aku butuh seseorang yang bisa aku ajak berbagi. Jadi, stop. Kamu jangan tanya hal itu lagi. Aku yang tanggung jawab. Oke?”

Lana berusaha menahan senyumnya, “oke. Jadi, bukannya kasus itu sudah ditutup?”

“Itu dia yang bikin aku sedih. Aku sepenuhnya yakin kalau itu adalah pembunuhan. Bukan bunuh diri. Sekarang kamu lihat lagi. Ada banyak luka tusukan di tubuh korban. Di paha, lengan, dada, perut.” Lana memandang foto itu lagi. Mencoba menahan rasa mualnya sekuat tenaga.

“Kamu bisa lihat, kan? Bahkan sudah tidak ada tempat lagi yang tersisa untuk ditusuk. Orang yang akan bunuh diri tentunya hanya akan membuat satu tusukan di area vital. Bukan menusuk seluruh bagain tubuhnya. Alam bawah sadar manusianya pasti akan mengirimkan sinyal rasa takut. Dan selain itu, begitu aku melihatnya secara langsung. Tidak ada keraguan dalam setiap tusukan ini. Ini menambah keyakinanku. Kalau ini adalah kasus pembunuhan.”

“Maksudnya?” tany Lana dengan bingung.

“Gini, Lan. Orang yang bunuh diri menggunakan pisau untuk menusuk tubuhnya. Sebagain besar akan merasa ragu. Tapi, tusukan di tubuh pria ini begitu kuat dan dalam. Selain itu, ada bekas lilitan tali di tangan dan kakinya.”

Lana mengangguk paha. “Bagaimana dengan hasil otopsi?”
Reno menggeleng. “Istrinya menolak otopsi dan menginginkan untuk menutup kasus ini dengan dalih ia ingin suaminya bisa beristirahat dengan tenang.”

“Mencurigakan?”

“Iya, kau benar.”

Sebuah pemikiran terlintas di benak Lana. “Jangan-jangan istrinya itu adalah pembunuhnya.”

Reno mendengus panjang. “Kau mau tahu bagaimana keadaan istrinya?”

Lana menautkan kedua alisnya, bingung.

“Istrinya itu mengalami kelumpuhan. Dia hanya bisa berjalan menggunakan tongkat penyangga. Selain itu, istrinya sedang berada di kampung halaman bersama anak-anaknya. Banyak saksi yang menguatkan alibinya juga. Sekarang, bagaimana mungkin wanita itu adalah pembunuhnya. Kekuatan mereka jelas tak seimbang. Pembunuhnya harusnya pria yang besar dan kuat.”

Lana mengangguk lagi, entah untuk yang keberapa kalinya. “Bagaimana dengan jejak yang ditinggalkan?”

“Rapi.”

“Ha?” ulang Lana yang merasa tak paham.

“Tak ada sidik jari atau apa pun. Sehelai rambut tersangka, keringatnya, jejak sepatunya. Semuanya tak ada.”

“Lalu bagaimana dengan CCTV?”
Reno menggeleng pelan. “Itu bangunan kuno. Tak ada CCTV. Yang membuatku heran, rumah kos korban begitu rapi dan bersih. Tak ada tanda-tanda perkelahian sebelumnya. Semuanya tertata rapi dan bersih. Bahkan lebih bersih dari rumahmu ini,” kata Reno sembari memandangi sekelilingnya.

Lana mencubit pinggang Reno dengan keras sampai pria itu mengaduh dan meminta ampun. “Ini karenamu. Karena kamu datang, aku tidak sempat berbenah.”

Reno mengelus rambut Lana. “Iya, aku hanya bercanda. Jangan marah dong.”

Lagi-lagi, Lana merasa sangat nyaman dengan elusan tangan Reno. Ia merasa menjadi manusia yang penting dan masih dibutuhkan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
To the Bone S2
391      284     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Rindumu Terbalas, Aisha
539      374     0     
Short Story
Bulan menggantung pada malam yang tak pernah sama. Dihiasi tempelan gemerlap bintang. Harusnya Aisha terus melukis rindu untuk yang dirindunya. Tapi kenapa Aisha terdiam, menutup gerbang kelopak matanya. Air mata Aisha mengerahkan pasukan untuk mendobrak gerbang kelopak mata.
Nonsens
521      392     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
About Us
2627      1037     2     
Romance
Cinta segitiga diantara mereka...
Infatuated
845      552     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
The Red Haired Beauty
470      324     1     
Short Story
Nate Nilton a normal senior highschool boy but when he saw a certain red haired teenager his life changed
Mr. Invisible
764      400     0     
Romance
Adrian Sulaiman tahu bagaimana rasanya menjadi bayangan dalam keramaiandi kantor, di rumah, ia hanya diam, tersembunyi di balik sunyi yang panjang. Tapi di dalam dirinya, ada pertanyaan yang terus bergema: Apakah suaraku layak didengar? Saat ia terlibat dalam kampanye Your Voice Matters, ironi hidupnya mulai terbuka. Bersama Mira, cahaya yang berani dan jujur, Rian perlahan belajar bahwa suara...
Kumpulan Quotes Random Ruth
2046      1082     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
PROMISES [RE-WRITE]
6079      1790     13     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
Jam Terus Berdetak
133      120     1     
Short Story
Dion, seorang pemuda yang berencana menjual lukisannya. Sayangnya, ia terlambat datang ke tempat janji bertemu. Alhasil, ia kembali melangkahkan kaki dengan tangan kosong. Hal tidak terduga justru terjadi pada dirinya. Ketika Dion sudah berpasrah diri dan mengikhlaskan apa yang terjadi pada dirinya.