"Terima kasih, karena kemarin kalian menolongku dan menemaniku pulang,"
"Tidak masalah," kata Mamoru sambil tersenyum kecil.
"Satrio dan gengnya itu memang suka mengganggu anak-anak lain," ujar Haruko. "Dia juga pernah menggangguku dan Haruki. Sepertinya mereka tidak suka pada kita karena kita keturunan Jepang dan berbeda dengan mereka,"
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan," ucap Mamoru. Ia lalu memandang Chihaya. "Kalau mereka macam-macam lagi, kami akan menolongmu,"
Chihaya tersenyum.
"Ngomong-ngomong, kudengar dari Haruko, katanya kau pindahan dari Tokyo, ya?" tanya Haruki.
Chihaya menganggukkan kepala. "Iya. Onii-san tahu? Tokyo itu kota yang besaaar sekali, lho~"
"Benar, Tokyo itu memang kota besar dan luas. Itu kan, ibu kota negara Jepang," balas Haruki. "Kalau liburan, Papa suka mengajak kita berlibur ke sana, iya kan, Haruko?"
Haruko mengangguk.
"Orangtua kalian juga salah satunya berasal dari sana, kan?" tanya Chihaya.
"Ya," jawab Mamoru. "Di sana kampung halaman Papa,"
"Kalau Mama kami dari Indonesia," timpal Haruko.
"Wah, kalau begitu sama denganku, dong!" Chihaya tersenyum senang. "Ayahku orang Jepang, ibuku setengah Jepang-Indonesia,"
Mamoru dan kedua kakaknya saling berpandangan, kemudian tersenyum pada Chihaya.
"Sepertinya kita punya kesamaan, ya," kata Haruki. "Sama-sama punya orangtua dari dua negara dengan budaya berbeda,"
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berteman?" usul Mamoru.
Chihaya terpana ketika mendengar Mamoru mengatakan hal tersebut. Namun, tak lama kemudian ia tersenyum senang dan menerima ajakan Mamoru.
"Iya!"
Mamoru dan kedua kakaknya juga tersenyum senang. Empat anak manusia itu pun bergantian menautkan jari kelingking mereka.
Dan dari situlah awal persahabatan Chihaya dan Mamoru, serta Haruki dan Haruko.
"Mulai sekarang, aku memanggilmu 'Haya-chan', ya?" kata Mamoru.
Chihaya mengangguk.
****