"Saya Chihaya Hamada, semoga bisa berteman dengan kawan-kawan semua,"
Seorang gadis yang rambut sebahunya dikepang dan memakai seragam memperkenalkan dirinya di depan kelas 2-A. Semua murid memerhatikannya.
"Chihaya ini pindahan dari Jepang. Dia setengah Jepang setengah Indonesia, karena itu dia bisa berbahasa Indonesia," jelas Bu Amelia, guru yang berdiri di depan kelas.
"Dari Jepang? Wah..." Anak-anak mulai ribut.
"Kira-kira dia bisa jurus seribu bayangan kayak Naruto gak, ya?" Murid-murid lelaki berbisik-bisik.
"Anak-anak, tenang dulu," Bu Amelia mengingatkan, anak-anak yang tadinya ribut langsung diam. "Jadi, mulai hari ini, dia akan menjadi teman sekelas kalian. Berteman baik dengannya, ya,"
"Ya, Bu," sahut beberapa murid.
Bu Amelia tersenyum, lalu menoleh ke arah Chihaya. "Chihaya bisa duduk di belakang sana, ya, di sebelah Dea,"
Chihaya mengangguk, kemudian berjalan ke bangku yang ditunjuk Bu Amelia. Seluruh murid memerhatikan Chihaya, sementara Dea tersenyum padanya.
"Hai, aku Dea," Gadis kecil berambut pendek itu mengulurkan tangan pada Chihaya.
Chihaya tersenyum sambil menyalami tangan Dea. "Aku Chihaya, panggil Haya saja. Mohon bantuannya, ya,"
****
"Enak,kan?" tanya Dea saat berjalan bersama Chihaya di koridor sekolah. Mereka habis dari kantin untuk membeli donat.
Chihaya menjawab dengan anggukan kepala, sementara mulutnya sibuk mengunyah.
Sementara Chihaya mendengarkan Dea berbicara, ada dua anak yang diam-diam memerhatikannya.
"Gadis berkepang itu anak baru di sekolah ini,ya, Haruko?" tanya seorang anak lelaki pada anak perempuan di sebelahnya.
"Kata anak-anak di kelasku, sih, begitu, Haruki," sahut Haruko.
Seorang bocah lelaki berambut hitam ikal yang sedang berjalan sambil mengemut lolipop berkata, "Oneesan* dan Oniisan* sedang apa di situ?"
Haruki dan Haruko kompak menoleh, lalu menaruh jari telunjuk di depan bibir mereka. "Ssst!"
"Bukan apa-apa, kok, Mamoru," jawab Haruki sambil menatap Mamoru, anak lelaki yang merupakan adik bungsunya itu.
"Aku dan Haruki sedang memerhatikan anak baru," sahut Haruko, yang membuat Haruki langsung memelototi saudari kembarnya itu.
"Hei, Haruko!"
Haruki protes, sementara Haruko berlagak tak peduli.
"Oh, anak baru di kelas 2-A itu, kan, Oniisan?" balas Mamoru. "Katanya dia pindahan dari Jepang juga, ya?"
"Ya, begitu yang kudengar," jawab Haruki. "Haruko yang tahu,"
"Dia anak perempuan setengah Jepang-Indonesia, seperti kita," jelas Haruko bersemangat.
"Benarkah?" Kedua mata Mamoru melebar.
Haruko mengangguk. "Kabarnya, keluarganya baru pindah ke perumahan tempat kita tinggal. Dari gosip yang kudengar, awalnya mereka tinggal di Tokyo,"
"Hal semacam itu jadi gosip hangat di sini, ya," komentar Haruki.
"Karena tidak ada keturunan Jepang yang bersekolah di sini selain kita," timpal Haruko. "Aku jadi ingin berteman dengan anak itu,"
****
Saat itu sudah jam pulang sekolah. Mamoru dan kedua kakaknya sedang berjalan di koridor. Haruki mengobrol tentang gim yang ingin ia mainkan di PSP.
Langkah Mamoru dan kedua kakaknya terhenti melihat gerombolan anak-anak yang sedang merundung seorang anak perempuan di taman.
"Jangan! Kembalikan bukuku, Satrio!" Chihaya berusaha meraih bukunya yang diambil oleh Satrio, salah satu anak lelaki anggota geng tersebut. Sementara itu anak-anak lain —yang merupakan teman satu geng Satrio— menahan tubuh Chihaya.
Anak bernama Satrio itu tak peduli. Ia membuka buku milik anak perempuan itu sambil mencibir, seolah mengejek. "Buku jelek begini dibaca? Isinya tulisan semua, gak ngerti artinya! Dasar anak Jepang aneh!"
Satrio melempar buku itu, yang kemudian ditangkap oleh temannya yang lain.
"Satrio, kembalikan!"
Satrio tidak peduli walau Chihaya terus memohon agar bukunya dikembalikan. Anak-anak lain yang menahannya kemudian mendorong Chihaya hingga jatuh terduduk di tanah, lalu menendang tubuh gadis itu. Begitu juga Satrio dan temannya yang bernama Reksa. Kedua anak itu menginjak-injak buku Chihaya.
"Buku apa sih, ini?"
"Tidak tahu. Paling isinya gak jelas toh, atau mantra buat manggil setan, hahaha," sahut temannya dengan logat Jawa. Maklum saja, mereka merupakan murid dari salah satu sekolah dasar swasta elit yang ada di Surabaya.
"Hei!"
Satrio dan teman-temannya menoleh saat mendengar hardikan Mamoru. Bocah kelas tiga SD itu maju mendekati Satrio dan gerombolannya, diikuti dua kakak kembarnya.
"Lepaskan dia!" perintah Haruki. "Mau kulaporkan kalian pada guru?"
Mendengar kata 'guru', anak-anak itu langsung melepaskan gadis itu. Satrio dan temannya juga berhenti menginjak-injak buku milik gadis itu. Mereka meninggalkan Mamoru dan kedua kakaknya sambil menyoraki mereka, melontarkan ejekan dalam bahasa Jawa yang tidak begitu dipahami.
Mamoru dan kedua kakaknya kemudian mendekati gadis itu. Haruko membantu Chihaya berdiri, sementara Mamoru mengembalikan bukunya, yang dibalas Chihaya dengan ucapan terima kasih.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Mamoru.
Chihaya menjawab pertanyaan Mamoru dengan gelengan kepala.
"Kamu...Chihaya Hamada,kan?"
Gadis yang dipanggil Chihaya itu terlihat terkejut saat Mamoru mengetahui namanya dari papan nama bordir di rompi hijau seragamnya.
"Iya," jawab Chihaya.
"Kamu mau pulang?"
Chihaya menatap Mamoru bingung.
"Rumahmu di mana? Ayo, pulang bersamaku dan kedua kakakku. Kami akan mengantarmu,"
"Eh?"
Chihaya sesaat ragu, namun Mamoru menarik tangannya dengan lembut. Chihaya terkejut, namun ia akhirnya mengikuti Mamoru, Haruki, dan Haruko berjalan ke luar dari lingkungan sekolah yang sudah sepi.
***
"Ngomong-ngomong, namaku Mamoru. Mamoru Azai, kelas 3-C,"
Chihaya memandang Mamoru. Ia terkejut karena Mamoru mengajaknya berbicara menggunakan bahasa Jepang.
"Kamu kelas 2, ya?"
Chihaya mengangguk.
"Berarti, kamu adik kelasku,"
Chihaya mengangguk. "Berarti aku harus memanggil, 'Mamoru-niisan',ya?"
"Boleh," kata Mamoru setuju. "Oh ya, kenalkan. Ini kakakku. Yang laki-laki namanya Haruki, yang perempuan Haruko. Mereka kembar,"
Chihaya membalas dengan anggukan kepala.
Kedua anak itu mengobrol sambil menyusuri jalan kompleks perumahan. Chihaya yang pendiam dan belum terlalu mengenal mereka hanya menanggapi seperlunya. Saking asyiknya mengobrol, mereka pun sampai di salah satu gang rumah yang biasa mereka lewati.
"Rumahmu di mana?" tanya Mamoru pada Chihaya.
"Di sini," kata Chihaya sambil menunjuk rumahnya. Rumah minimalis yang dicat putih dengan sebagian warna oranye.
"Wah," ucap Mamoru kagum. "Seperti yang kuduga, dekat sekali dari rumahku!"
Chihaya memiringkan kepala. "Memang rumah Mamoru-niisan di mana?"
Mamoru menunjuk rumah tipe 36 bercat putih yang berjarak tiga rumah di seberang rumah Chihaya. Mata Chihaya tampak berbinar. Ia senang karena punya teman baru di sekolah yang kebetulan juga tetangganya.
"Kalau begitu, nanti kapan-kapan aku main ke rumahmu, ya," kata Mamoru.
Chihaya mengangguk. "Boleh! Oh ya, terima kasih sudah mengantarku pulang,"
Mamoru mengangguk. "Kami pulang dulu,ya. Sampai jumpa besok,"
"Sampai jumpa,Chihaya!" Haruki dan Haruko juga berpamitan.
"Sampai jumpa!" Chihaya melambaikan tangannya, menatap punggung Mamoru dan kedua saudaranya yang menjauh. Setelah itu gadis berkepang itu masuk ke dalam rumah.
****
*Onee-san = panggilan dalam bahasa Jepang untuk kakak perempuan
*Onii-san = panggilan dalam bahasa Jepang untuk kakak laki-laki