Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love 90 Days
MENU
About Us  

Harusnya, ketika semua sudah kembali ke titik awal, rasanya akan sangat melegakan. Namun, apa yang dirasakan Ara justru sebaliknya. Ada ruang kosong yang tersisa, seolah dulunya memang sudah ada sesuatu di sana. Ruang kosong yang mestinya bisa menjadi tempat bagi seseorang yang baru, malah begitu rapat menutup pintunya. Entah memang pintu itu tidak bisa dibuka ataukah memang ruang itu lebih baik dibiarkan kosong oleh pemiliknya.

“Baik. Kita buka halaman 117, paragraf kedua. Arabella, silakan dibaca.”

Hening. Tak ada reaksi.

Monic menyikut lengan Ara sambil mendesis, Ra....”

“E-eh?”

“Kamu nggak menyimak Bapak bilang apa?” Pak Waluyo mengamati Ara dari depan sana.

“Menyimak kok, Pak,” jawab Ara buru-buru. “Saya cuma kepengin bersin.”

Guru senior yang makin hari rambutnya semakin jarang itu mendesah. “Ya sudah. Kalau begitu ... Dion, kamu yang baca.”

“Mampus,” umpat Dion spontan. “Buku paket saya ketinggalan, Pak,” jawabnya jujur tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Pak Waluyo meletakkan buku yang dibawanya dan menggeleng-geleng. “Kamu cari pinjaman sana, tapi lari dulu keliling lapangan sepuluh kali.”

Dion langsung lemas, cowok itu menoleh pada Ara. “Gara-gara lo sih, gue jadi dihukum.”

“Loh? Kenapa lo malah nyalahin gue?” Ara tak terima. “Kan salah lo sendiri nggak bawa buku paket!”

“Lo pakai mau bersin segala.”

“Gue pilek, Dion!”

“Berhenti kalian berdua!” sentak Pak Waluyo. “Dion cepat lari keliling lapangan sepuluh kali, setelah itu kamu cari pinjaman buku paket ke kelas lain.” Lalu guru senior itu berpaling pada Ara. “Ara, kalau kamu sakit lebih baik istirahat di UKS. Saya tidak suka dicuekin kalau sedang mengajar.”

“Baik, Pak,” sahut Ara dan Dion bebarengan.

Dion langsung melesat keluar kelas, sementara Ara masih menutup buku-bukunya dan bersiap-siap keluar kelas. “Lo butuh ditemenin?” tanya Monic.

“Nggak usah,” jawab Ara. “Gue cuma flu, bukan mau mati.”

Ara keluar dari kelas. Sembari berjalan menyusuri koridor yang akan membawanya ke UKS, Ara menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Belakangan ini ada yang aneh dengan dirinya. Ara selalu merasa ada yang kurang sekalipun tengah berkumpul bersama teman-temannya. Ara tertawa, tapi dalam hati dia merasa kosong.

Saat hendak berbelok menuju koridor yang akan membawanya ke ruang UKS, Ara berpapasan dengan gerombolan anak 11 IPA-1 yang hendak menuju ke laboratorium kimia. Ara melihat Hendra dan Brian, serta Iago yang berjalan sendiri.

“Ara? Lo mau ke mana?” tanya Hendra spontan ketika dirinya melihat Ara.

“UKS,” jawab Ara singkat.

Hendra menyentuh kening Ara. “Agak demam. Gue anterin ke UKS, yuk!”

Ara menggeleng seraya menyingkirkan tangan Hendra dari keningnya. “Gue bisa sendiri, Hen. Jangan bolos pelajaran cuma demi nemenin gue.”

“Gue khawatir sama lo.”

“Gue nggak apa-apa.” Ara lantas tersenyum. “Nanti aja kita pulang bareng.”

“Oke. Kalau ada apa-apa segera hubungi gue ya.”

Ara mengangguk.

Setelah Hendra dan Brian berlalu, Ara baru teringat jika seseorang baru saja mengabaikannya.

Ya, Iago.

Cowok itu sama sekali tidak menoleh pada Ara. Hanya melewatinya seolah keduanya memang tidak pernah saling kenal sebelumnya. Ara tak pernah mengira bila rasanya akan seperti ini. Tak ada lagi Iago yang dengan keras kepala mengejar-ngejarnya, tak ada lagi Iago yang selalu mengusik hari-harinya. Sejujurnya, ini membuat Ara merasakan sepi.

Ara mematung, memandangi punggung Iago yang semakin terlihat kecil di matanya. Sosok itu sama sekali tidak menoleh. Kini, dirinya dan Iago benar-benar sudah sepenuhnya menjadi orang asing.

“Lo sakit beneran?” Dion, yang seharusnya tengah berlari mengitari lapangan malah bersandar dengan santainya di dekat kotak mading. Tak seperti biasanya yang jenaka, kali ini cowok itu kelihatan serius.

“Cuma flu doang, bukan leukimia yang bisa bikin gue mati,” balas Ara sekenanya.

“Oh iya, lo jadi pacaran sama Hendra?”

Ara mengangkat bahu. “Entahlah.... Gue sama Hendra masih belum resmi pacaran kok.”

“Lo suka sama Hendra?”

Ara tak menjawab.

“Kalau lo nggak suka, jangan kasih dia harapan. Hendra itu jelas-jelas suka sama lo dan lo sering banget jalan berdua sama dia.”

“Emang.” Ara tak mengelak. “Jalan bareng nggak harus selalu pacaran dulu, kan?”

Dion nyengir. “Saran gue, lo mending jujur sama perasaan lo sendiri deh. Jangan buang-buang waktu.”

“Maksud lo?”

“Ya lo pikir aja sendiri.”

“Tapi gue nggak bisa mikir. Kepala gue berat,” kata Ara terus terang. “Sebenernya gue lebih suka hubungan yang begini-begini aja sama Hendra. Gue nggak mau terikat dengan status pacaran. Gue berusaha buat menghargai perasaan Hendra buat gue, sebisa mungkin gue nggak mau dia kecewa.”

Seumur-umur Ara tidak pernah curhat pada Dion, sebab sepupu jailnya itu memang sulit sekali untuk diajak bicara dari hati ke hati. Hanya saja saat ini semuanya seperti tidak dapat ditahan lagi.

“Pada akhirnya Hendra bakalan kecewa saat tahu perasaan lo ke dia nggak bisa lebih dari temen,” balas Dion.

“Sekarang ini gue sedang belajar buat suka sama Hendra.”

Dion mendengus. “Lo kira perasaan itu kayak akuntansi yang bisa dipelajari?” Dion menggeleng-geleng. “Yah, gue tahu kok, bukan porsi gue ngomong kayak gini ke lo. Tapi gimanapun juga, jangan sampai lo bohongin perasaan lo sendiri.”

Ara diam dan mencerna kalimat Dion.

“Ya udah deh, gue mau ke kantin dulu,” lanjut Dion sambil berjalan mundur.

“Bukannya lo harusnya lari keliling lapangan?”

“Iya, gue ke kantin cuma mau beli minum dulu,” sahut Dion sembari berlarian kecil meninggalkan Ara.

“Ck, dasar!”

Di UKS, sembari tiduran, Ara menelisik kembali ke dalam hatinya, merenungkan sepenggal nasihat dari Dion tadi. “Emangnya gue selama ini nggak jujur, ya?” gumamnya lirih.

Tak ada yang salah dengan hari-harinya bersama Hendra. Status mereka memang belum pacaran, tapi mereka sudah selayaknya orang pacaran. Berangkat dan pulang sekolah bersama, makan di kantin bersama, sibuk dengan kegiatan OSIS bersama, nonton film horor bersama, serta menghabiskan uang jajan mereka di Timezone bersama.

Apa yang salah dengan itu?

Ara memejamkan mata, menggali lebih dalam lagi mengenai perasaannya sendiri. Dia bahagia dengan Hendra. Semuanya berjalan begitu mulus—begitu sempurna. Mereka tidak pernah ribut atau bertengkar, sama sekali tidak ada keterikatan emosi di antara mereka.

Ara membuka mata dan menyeringai. “Gue baru sadar kalau hubungan yang tanpa hambatan kayak gini jatuhnya malah nggak ada rasanya,” gumamnya pelan. Hubungannya dengan Hendra sama sekali berbeda dengan hubungannya dengan Iago. Dengan Hendra, Ara merasa semuanya baik-baik saja. Sementara dengan Iago, setiap detiknya selalu bergejolak penuh emosi. Entah itu benci, marah, atau malah iba. Jika diingat-ingat lagi, hampir tak ada tawa antara dirinya dan Iago. Namun, itulah yang membuat berbeda. Ara yang selama hidupnya baik-baik saja, kini mulai mengenal sebuah kehidupan yang rumit.

“Sebenernya, perasaan gue sama Iago itu namanya apa?” tanya Ara, masih menggumam sendiri. “Gue yakin itu bukan cinta.” Sebab, Ara meyakini jika perasaan cinta tidak seperti ini. Cinta pasti akan membuatnya bahagia. “Gue bahagia kok sama Hendra, tapi....”

Ah!

Malas berpikir, Ara memutuskan untuk tidur. Akan tetapi sejenak sebelum kesadarannya hilang, bayangan cowok itu melintas di benaknya....

Prince.

*

 

Pikiran Iago kalut, kepalanya dipenuhi asap abu-abu yang menghambatnya untuk berpikir jernih. Pemberontakan Iago pada Papi tempo hari masih belum mendapatkan serangan balik. Papi tenang-tenang saja, secara tidak langsung menyetujui untuk tidak saling ikut campur urusan masing-masing. Iago masih melihat Papi bersama Laura, akan tetapi Lisa yang biasanya ikut serta sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya. Walau begitu, Iago merasa masih terlalu dini untuk menarik napas lega.

Ketika bel pulang berbunyi, Iago buru-buru meninggalkan kelas. Saat pikirannya tengah berantakan seperti ini, Iago lebih suka berdiam diri di kamarnya sembari mendengarkan musik. Musik membuatnya merasa lebih baik ketimbang mendengar nasihat dari orang lain.

Namun, perasaan Iago juga seketika berantakan saat mendapati Ara dan Hendra berjalan bersama menuju parkiran. Dada Iago mencelus. Tadi, sewaktu Iago berpapasan dengan Ara saat menuju ke laboratorium kimia, dia berhasil mengabaikan cewek tersebut. Berhasil melaluinya begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Sekarang, ketika Ara muncul di hadapannya, Iago tidak bisa lagi menghindar.

Wajah Ara sedikit pucat, terlihat sangat tidak bersemangat. Iago tak tahu apa yang Ara dan Hendra bicarakan, akan tetapi keduanya tampak nyaman satu dengan yang lain. Iago meringis, mengasihani dirinya sendiri. Dia bukan Hendra yang bisa membuat Ara merasa nyaman, kehadirannya adalah masalah bagi Ara. Walau rasanya sakit dan tidak rela, Iago tetap berusaha menerimanya.

Semua ini seperti tidak berada pada tempatnya. Iago ingat, ketika mengejar-ngejar Ara dulu, dia sama sekali tidak menyangka akan jatuh cinta pada cewek itu. Pikiran Iago saat itu sangatlah sederhana, Ara membencinya. Jadi, dia tidak akan kerepotan. Namun, siapa yang menyangka bila dirinya malah jatuh cinta pada Ara?

“Ini salah gue sendiri,” desis Iago pelan. Meski begitu dalam hati Iago sama sekali tidak menyesalinya. “Dari awal, gue sama Ara emang nggak ditakdirkan untuk bersama.” Iago tersenyum kecut, lantas memantapkan langkah untuk sekali lagi berpapasan dengan Ara.

*

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dari Sahabat Menjadi...
558      390     4     
Short Story
Sebuah cerita persahabatan dua orang yang akhirnya menjadi cinta❤
Teman
1549      732     2     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?
My Dangerious Darling
5576      2112     3     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Yakini Hatiku
76      68     1     
Romance
Setelah kecelakaan yang menimpa Fathur dan dinyatakan mengidap amnesia pasca trauma, Fathur mulai mencoba untuk mengingat segala hal seperti semula. Dalam proses mengingatnya, Fathur yang kembali mengajar di pesantren Al-Ikhlas... hatinya tertambat oleh rasa kagum terhadap putri dari pemilik pesantren tersebut yang bernama Tsania. Namun, Tsania begitu membenci Fathur karena suatu alasan dan...
KEPINGAN KATA
597      387     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Selepas patah
226      185     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Right Now I Love You
482      365     0     
Short Story
mulai sekarang belajarlah menyukaiku, aku akan membuatmu bahagia percayalah kepadaku.
Alfazair Dan Alkana
301      248     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Faith Sisters
3517      1720     4     
Inspirational
Kehilangan Tumbuh Percaya Faith Sisters berisi dua belas cerpen yang mengiringi sepasang muslimah kembar Erica dan Elysa menuju kedewasaan Mereka memulai hijrah dari titik yang berbeda tapi sebagaimana setiap orang yang mengaku beriman mereka pasti mendapatkan ujian Kisahkisah yang relatable bagi muslimah muda tentang cinta prinsip hidup dan persahabatan
Operasi ARAK
375      273     0     
Short Story
Berlatar di zaman orde baru, ini adalah kisah Jaka dan teman-temannya yang mencoba mengungkap misteri bunker dan tragedi jum'at kelabu. Apakah mereka berhasil memecahkan misteri itu?