Kulangkahkan kaki menuju ruang kelas. Kulihat Mira lambaikan tangannya ke arahku.
"Dit, kamu baik-baik saja?" tanya Mira penasaran.
Aku mengangguk sambil tersenyum tipis ke arahnya.
“Aku baik-baik saja, Stel,” ujarku pelan.
Ku empaskan pantatku di atas kursi, tepat di sebelah Mira.
Tak lama, kulihat juga Angga memasuki ruang kelas sambil memandangku dengan wajah sendu.
"Ah, Angga ... aku gak tahu harus bersikap bagaimana? Kamu tak memberiku penjelasan apapun agar aku bisa mengerti dirimu. Aku tahu, kau pun sama susahnya denganku. Kau pun pasti gelisah," gumanku dalam hati, sambil menundukkan wajahku.
"Maaf, Ngga. Aku gak sanggup memandang wajahmu yang sendu. Terlalu menyakitkan buatku melihatmu sedih seperti iu," gumanku lagi.
Airmata ini hampir saja luruh membasahi pipi. Kukeluarkan tisu dari dalam tas dan buru-buru menyeka kedua sudut netraku. Mira mengusap lembut pundakku. Ia memang sahabat yang luar biasa
***
Teett ... Teeettt .... Suara bel istirahat berbunyi.
Langkah kaki Dita kali ini lebih bersemangat setelah mendapat wejangan dari Mira tadi.
"Mir, makasih ya buat ngobrol-ngobrolnya tadi. Aku jadi tercerahkan," ucap Mira sambil tersenyum.
Angga, Tito, Irvan, dan beberapa teman lainnya masuk ke kelas. Angga memandang sekilas ke arah Dita, sambil tersenyum tipis.
“Hai sayang,” sapa Tito sambil mengedipkan matanya ke arah Mira.
"Hai juga cinta," jawab Mira.
"Ihh, apaan sih kalian!" ujar Dita sambil menyenggol lengan Mira
"Jangan iri ya, bestie. Kalau pengen kayak kita berdua, buruan deh disahkan hubungannua. Pulang sekolah nanti, ngomong aja langsung sama Angga. Nanti nyesel loh," ledek Mira.
"Ih dasar. Awas ya. Kamu bakal aku buat iri, ngeliat kemesraan aku dan Angga nanti," balas Dita.
"Masaaa?" Ledek Mira.
“Iya … lihat saja nanti,” ujar Dita gemas. Akhirnya mereka berdua lalu tertawa cekikikan sambil senggol-senggolan.