"Sejak dulu, bagaimana maksudnya?" tanyaku penasaran. Ibu malah senyum-senyum saja.
“Nak Angga”, ujar ibu memberi kode sebuah anggukkan yang menurutku sangat mencurigakan. Angga pun langsung mengangguk lalu memandang ke arahku.
"Kalian berdua ini kenapa sih? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" tanyaku kesal. Ibu terkekeh lalu ngeloyor pergi ke dapur.
Angga tiba-tiba tersenyum dan memandangku dengan wajah serius.
"Dit, Tante Hesti, ibumu. Beliau sudah menitipkanmu padaku, sejak dulu ... sejak kita kecil. Ingat nggak satu peristiwa waktu kita TK. Waktu kamu menangis ketika ibumu dulu belum datang menjemput dan aku berusaha menenangkanmu?" ucap Angga.
Pikiranku melayang ke masa sepuluh tahun yang lalu. Ah, bagaimana bisa aku lupa. Aku gak mungkin pernah bisa melupakan hal itu. Kenangan manis yang sangat membekas di hati hingga saat ini dan mungkin hal itu adalah salah satu hal yang membuat akhirnya jatuh hati pada Angga. Aku mengangguk mengiyakan ucapan Angga tersebut.
"Lalu?" tanyaku.
"Beberapa hari sebelum kejadian itu, waktu Tante Hesti datang ke rumahku untuk bertemu mama, dia mengirim pesan padaku untuk selalu menjagamu. Ibumu mengatakan bahwa kamu tidak punya saudara laki-laki dan juga sudah tidak punya ayah. Sejak saat itulah aku berjanji untuk selalu menjagamu, ujar Angga.
Aku hampir saja menangis mendengar penjelasan Angga, mataku bahkan sudah berkaca-kaca. Ah ibu, kamu pasti kesulitan mengurus dan menjagaku seorang diri. Maafkan aku, ibu.
"Tapi entah kenapa, sejak dulu, aku merasa seperti kamu selalu berusaha menghindariku. Kenapa, Dit?" tanya Angga.
"Aku, aku bukannya menghindarimu, tapi ...," aku tidak melanjutkan kata-kataku lagi.
"Tapi kenapa?" tanya Angga.
“Aku takut dan juga malu,” ujarku.
"Takut, malu ... kenapa?" tanya Angga heran. Kuhela napas panjang lalu terdiam sejenak.
“Ah, sudahlah gak usah dibahas lagi. Toh kejadiannya juga sudah berlalu,” ujarku sambil menyeruput es teh manis yang ada di hadapanku, mencoba tuk menyembunyikan rasa grogi. Angga memandangku lekat-lekat, sementara aku sibuk membenahi perasaan dan juga pikiranku yang tak karuan.
"Terima kasih sudah menjagaku selama ini, Ngga. Aku tidak tahu bagaimana cara membalasnya.
“Tetaplah di dekatku sampai kulunasi janji ini,” ucap Angga. Aku mengangguk dan tersenyum penuh arti kepadanya.