"Ya ampun risol mayo-nya enak banget, Tante!" ujar Angga dengan suara sedikit tak jelas karena mulut penuh dengan risol.
“Ini minum dulu, jangan nyerocos aja,” ujarku sambil menyodorkan es teh manis.
“Terima kasih ya, sayang,” ujar Angga sambil tersenyum.
“Tuh, di lap dulu … mulut belepotan sama mayonaise,” ujarku sambil menyodorkan tisu.
“Di-lap-in dong,” ujar Angga sambil mendekkan wajahnya ke arahku.
“Ih, apaan sih kamu, Ngga,” ujarku sambil tetap membersihkan bibir Angga yang belepotan mayonaise.
"Duh kalian berdua ini, ngegemesin banget ya!" ujar ibu sambil meletakkan sepiring risol mayo lagi di atas meja.
“Ayo dimakan lagi ya risolnya, Nak Angga!” ujar ibu.
"Kok semuanya dikasih buat Angga sih, Bu. Buatku mana?" ujarku pura-pura kesal.
“Ini sayang,” ujar Angga sambil menyodorkan risol ke arah mulutku. Buru-buru kucomot risol itu dari tangan Angga dan segera memasukkannya ke dalam mulutku.
"Loh kok diambil sih, Dit. Kan aku mau suapin kamu," ujar Angga dengan nada sok-sok romantis gitu. Nih anak kenapa lebay gini sih. Nyebelin banget deh, gumanku dalam hati.
"Tau ah," ujarku kesal.
"Kalian berdua tuh bercandanya lucu banget ya. Ibu jadi teringat sama ayahmu yang sering banget ngejahilin ibu, waktu pacaran dulu." Ujar ibu sambil senyum-senyum. Sekilas kulihat wajah ibu sendu. Akh ibu, pasti merindukan ayah.
“Wah, Om Hendra pasti orang yang sangat romantis ya, Tante!”, ujar Angga sambil diiyakan dengan anggukkan mantap dari ibu.
“Sayang, sini aku suapi,” ujar Angga lagi sambil menyodorkan sepotong risol ke arah mulutku dengan gaya sok romantis, namun lagi-lagi aku mencomot risol itu dan segera memasukkannya ke dalam mulutku.
"Dita, kamu tuh ya. Gak bisa diajak romantis banget sih," ujar Angga sambil memelototkan matanya. Aku langsung tertawa ngakak melihat tingkahnya itu. Ibu pun ikut tertawa melihat tingkah kami berdua. Entah kenapa aku yang tadinya malu-malu jadi malah cuek seperti ini. Mungkin karena sikap cuek dan santai Angga, membuatku tak lagi merasa takut untuk dekat dengannya.
"Dita, Angga, Ibu harap kalian bisa seperti ini selamanya. Tawa dan bahagia kalian adalah tawa dan bahagianya ibu. Doa dan harapan ibu sejak dulu, kini jadi kenyataan," ujar ibu sambil tersenyum dan mengelus bahu kami berdua.
“Sejak dulu, Bu?” tanyaku heran.
“Iya, dari dulu,” ujari bu sambil tersenyum.