Sesekali mata kami saling bertaut, namun aku hanya bisa tersipu malu. Sementara sorak-sorai cewek-cewek di pinggir lapangan, membuatku semakin merasa jengah dan tak berarti. Wajah tampannya memang selalu menjadi perhatian pusat. Apalagi saat Angga sedang latihan basket bersama teman-temannya seperti sekarang ini, semua cewek langsung berjejer kayak lagi antri sembako. Bahkan peluh di sekujur tubuhnya, semakin menambah pesonanya. Membuat pandangan mataku sulit beralih darinya.
***
Angga Pratama, cowok ganteng berkulit putih itu memang selalu menghiasi hari-hariku sejak dulu hingga saat ini. Meski sudah saling mengenal sejak kecil, kami hanya sesekali saja saling sapa dan melontarkan senyum saat bertemu ataupun berpapasan. Tak masalah buatku, asalkan bisa terus melihatnya... itu sudah lebih dari cukup.
***
Siang itu kulangkahkan kaki menuju gerbang sekolah, kali ini aku terpaksa naik angkot karena ibu tak bisa menjemputku. Ibu harus mengantarkan pesanan kue, begitu ucapnya saat di telepon tadi.
Teet teet...suara klakson motor tiba-tiba mengagetkanku dan saat kulihat ke belakang, ternyata Angga.
“Dit, yuk bareng, kuantar kamu pulang.” Ujar Angga menghentikan motornya tepat di depanku. Aku hanya menggelengkan kepala sambil terus melangkah.
"Ayolah Dit, rumah kita kan searah. Aku nggak bisa biarin kamu pulang sendirian naik angkot," ujar Angga sambil terus mengikuti langkahku. Jujur saja saya langsung berbunga-bunga ketika mendengar kata-katanya itu, tapi saya terlalu takut untuk mengiyakan permintaannya itu.
"Dit, ayo...cepat naik!" ujar Angga setengah memaksa. Ia turun dari motor, lalu menariknya, hingga akhirnya aku terpaksa naik juga. Terpaksa naik dengan perasaan berbunga-bunga pastinya.
“Terima kasih ya, Ngga … sudah memaksaku naik motor bareng kamu,” ujarku dalam hati. Motor Angga melaju lumayan ngebut, membuatku merasa takut. Kupegang erat pinggang Angga. Tapi bukannya melambat, Angga malah menaikkan laju kecepatan motornya, hingga membuatku semakin memeluk erat pinggangnya.