Adik kecil lelakiku,Tian. Tangannya berlumur cat. Dinding putih rumah kami menjadi korbannya. Ibu dan aku sengaja membiarkan, dengan begitu dapat mengurangi tantrum yang kerap terjadi.
Ia berkreasi pada dinding tidak menggunakan kuas, melainkan tangan kecilnya yang asyik menari-nari bersama lelehan cat acrylic.
“Kau marah Salli?” tanyanya dengan mata membelalak.
“Sama sekali tidak,” jawabku menenangkannya.
“Lantai ruang tamu juga kuwarnai merah,” ujarnya lagi.
“Tak apa.” Aku masih berusaha santai. Aku tahu Tian sengaja memancing amarahku.
“Karpet dan sofa juga ... kuhias dengan warna hitam.” ucap Tian disertai wajah jenaka yang menyebalkan.
Hmm, rupanya Tian masih bermaksud membuat keributan. Aku menahan diri. Tidak akan kuberi apa yang diinginkannya.
“Baiklah.” Aku menghela napas sejenak.
Aku berdiri berhadapan dengannya. Tubuhnya menegang, jari-jari mengepal. Aku menunduk mencoba menyamakan tinggi badanku dengannya, lantas memeluknya dan mengusap punggungnya lembut.
Ya, aku tidak memarahinya. Setidaknya tidak saat ini. Jiwanya terlalu rapuh sehingga menuntut banyak perhatian. Kenakalan yang dibuat-buat adalah bentuk protes dari diri Tian.
Tian sering melakukan hal berlawanan dari yang dianjurkan Ibu. Itu semua karena ia mencari perhatian. Termasuk berlarian, berteriak histeris ketika menonton acara kartun di televisi, padahal tidak ada yang menakutkan pada tayangannya. Atau sekali waktu Tian tertawa terbahak-bahak dan sulit berhenti, ternyata tak ada hal lucu pada tontonan itu.
Aku dan ibu sering saling berpandangan kemudian memeluk tubuh Tian erat guna membuatnya lebih tenang.
Segala hal hanya perlu berjalan sesuai alurnya. Bagaimanapun kami menolak, yang sudah ditentukan Tuhan akan tetap menjadi bagian dari cerita hidup.
Dear seseorang di tahun 2001
Saat ini kami duduk di ruang tunggu sebuah rumah sakit. Adik kecilku telah memeriksakan gangguan listrik di otaknya. Itulah sebabnya kami menunggu di depan pintu poli elektromedik, menunggu hasil EEG untuk segera dibacakan hasilnya oleh dokter neurologi.
Adik kecilku yang baru berusia enam tahun tiba-tiba saja memiliki tics. Entahlah, aku tidak tahu apakah ini berhubungan dengan trauma di kepala atau terkejut dengan perubahan hidup tanpa ayah kami. Diagnosa mengatakan adikku mengidap Sindrom Tourrete, nama yang sebelumnya begitu asing di telinga kami.
Adikku yang selalu memakai kaus kaki terbalik dengan berbeda warna. Adikku yang tidak suka bersekolah formal. Adikku yang sebelumnya hiperaktif dengan segala tingkah polahnya, tiba-tiba berubah pendiam. Lehernya terus digelengkan dengan bibir menekuk tanpa terkendali, terlebih jika rasa gugup mendera, kejang itu sangat kuat, dan saat itu kami sadar itu bukanlah tics biasa.
Hilang tawa cerianya berganti pandangan kosong. Dia yang kecil tak tahu mengapa terjadi pada dirinya. Ia mulai menggambar monster-monster jahat di dinding rumah. Gambar-gambar itu berwarna muram penuh kemarahan.
Psikolog berkata, hal yang selalu diulang dikatakan adik adalah tentang rasa ketakutan. Hari saat ia ingin menangis namun tak setetespun air mata mengalir di pipinya. Di mana itu menjadi hari terakhir Ayah bersama kami. Saat Ayah dengan alibi cintanya meneriaki ibu dan memilih pergi dari rumah.
Hal yang paling menyakitkan adalah betapapun mengecewakan perbuatan ayah, seorang anak tetap mencintai ayahnya penuh. Ketika malam semakin larut dan ia tidak juga beranjak tidur, matanya menatap sayu keluar jendela. Menantikan seseorang menyesal dan kembali memeluknya.
Kepergian ayah bukan saja meninggalkan luka pada wanita yang melahirkan kami, namun juga mengubah kehidupan adik seperti kaus kaki terbalik yang selalu dikenakannya.
Salli, 2023
***
Aku mengingatnya, telah menuliskan kisah adik ke dalam surat menembus waktu yang kukirim untuk tahun 2001.
Aku sungguh-sungguh mengharapkan mesin waktu benar menelannya. Rasanya ingin sekali menghapus kehidupan adik bersama Sindrom Tourrete yang melekat seumur hidup pada dirinya.
Bersambung
Note:
EEG (Elektroensefalografi)>Tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendektesi adanya kelainan dari otak.
Tics> Gerakan atau vokalisasi mendadak dan berulang-ulang yang tidak disengaja hingga seseorang tak bisa mengontrol atau mencegahnya.