30 menit berjalan di jalan yang benar. Cukup melelahkan bahkan sebenarnya aku ingin tepar di tempat tidur yang empuk sesegera mungkin.
“Itu penginapannya?” tanya Freya. “Kok mirip apartemen atau hotel.”
“Sebenarnya ini konsep penginapan seperti hotel, tetapi bisa di isi satu keluarga atau ramai-ramai untuk satu kamarnya.”
“Ouh, baru tau aku ada yang seperti ini.” Sahut ku ber-oh pelan.
“Ayo masuk, semoga pemiliknya masih hidup.” Ucap Cedric sembari membuka pintu kaca.
Ting-ting! Bel berbunyi setelah kami melewati pintu kaca. Di depan pintu tidak ada penjaga begitu juga di lobi sangat sepi. Modelnya mirip lobi hotel pada umumnya, hanya saja lebih sepi dan nuansanya lebih alam banget.
Dinding hotel ini sedikit aneh atau bisa di bilang tidak lazim.
“Tunggu, itu dinding asli dari akar dan batang pohon?” tanya ku heran.
“Iya itu asli, bagaimana keren kan. Dulu aku menginap di sini bersama teman-teman dari petugas pemadaman kebakaran ketika sedang ada pelatihan gabungan di kota ini.”
“Keren-keren, aku tidak pernah lihat desain interior yang menyatu dengan alam seperti ini.” Seru takjub ku.
“Eh lihat ada seseorang di meja pendaftaran.” Seru Freya menunjuk ke arah meja pendaftaran di ujung lobi.
Aku melihatnya jelas, itu pria tinggi dengan jas hitam dan dasi merah berbintik-bintik putih, di tambah sarung tangan putih yang menambah kesal eksklusif.
“Selamat datang tuan dan nyonya di penginapan Alamia.”
“Nama yang aneh.” Bisik Freya.
Cedric maju mendekat memberikan keterangan yang di butuhkah untuk mendapatkan kamar ekstra besar yang dia maksud.
“Pesankan kamar ekstra besar untuk berempat dan apakah ruang makan masih ada robotnya?”
“Wah tuan tahu tentang robot chef kami ya? Apa tuan pernah menginap di sini sebelumya?”
“Dulu sih jauh hari sebelum ledakan Evolvera pernah menginap bareng rekan-rekan dari satuan pemadam kebakaran.”
"Ooooh, saya ingat tuan-tuan itu, saya ucapkan selamat datang kembali dan selamat menikmati fasilitas kami. Untuk robot chef masih berfungsi ya tuan. Ini key card kamar dengan 4 kasur.”
“Terimakasih.”
“Sama-sama tuan, selamat menikmati malam anda.” Cedric mengambil kuncinya segera balik kanan dan kami segera menyusul naik membawa barang bawaan di punggung. Untungnya lift masih berfungsi sehingga kami tidak perlu menggunakan anak tangga.
Suasana di dalam lift juga terasa sepi. Sepertinya mood Freya belum balik.
“Kenapa Freya?” tanya Cedric memecah lenggang.
“Pelayan tadi ucapannya tidak dijaga. Dia mengira kita menginap bertiga untuk apa.”
“Ucapan yang mana?”
“Yang tadi ‘selamat menikmati malam anda’
“Lah kan dia benar dong, apa salahnya?”
“Terserah lah,” dengus Freya, dia tampak semakin kesal setiap menitnya.
Singkat cerita kami menuju lantai 4 gedung ini. Di lorong, dinding kanan terdapat 2 pintu kamar ekstra besar, muat untuk beberapa orang, sedangkan sebelah kirinya terdapat jendela berderet rapi dan modern, cahaya sore masuk memberikan keindahan.
“Kamar 6, ah ini.” Ucap Cedric.
“Sebenarnya apa tidak ada kamar pribadi?” tanya Freya
Cedric yang heran kembali balik bertanya.
“Kenapa bertanya sekarang?”
Freya menjawab dengan wajah semerawutnya.
“Tidak ada, hanya saja ini terlihat tidak natural, 2 perempuan dan 1 laki-laki dalam satu kamar.”
“Aku tidak akan macam-macam.” Dengus Cedric mulai mengerti arah pembicaraan ini.
Tanpa pikir panjang, Cedric segera menempelkan key card kamar lalu membukanya.
Klik!
“Ayo masuk, kita perlu istirahat kan.” Seru Cedric dengan senyumannya.
“Cedric, bisa kau keluar dari kamar sampai kami selesai mandi dan ganti pakaian?” ucap Freya. Matanya melotot.
“Ba-baik.” Cedric segera keluar dari kamarnya. Aku tidak bisa menemaninya di luar karena aku juga ingin. Tubuhku sudah bau dan berkeringat juga kotor.
“Ayo Rika, saatnya waktu wanita kan.” Seru Freya mengangkat tangan kanannya yang mengepal.
“Yaaaa!” sentakku.
Begitulah sore itu berakhir dengan siraman air yang hangat setelah perjalanan yang melelahkan. Kembali dengan pakaian bersih dan tubuh yang wangi. Sedangkan Cedric memutuskan untuk pergi ke ruang makan utama untuk menyiapkan makanan. Katanya kami terlalu lama bersih-bersih dan berdandan, padahal hanya 50 menit. Apa susahnya menunggu.
Waktu makan malam tiba. Aku dan Freya segera beranjak pergi menuju ruang makan utama. Itu terlihat seperti aula besar dengan banyak meja bundar futuristik, tidak banyak yang membuatku takjub sebenarnya. Karena meja seperti ini sudah biasa di restoran.
Dari jauh, seruan terdengar memanggil.
“Freya, Rika, aku di sini.” Cedric melambai-lambai di salah satu meja bundar terdiri dari 4 kursi. Kami mengangguk mendekat membawa beberapa bahan makanan.
“Sebentar aku akan panggil robot chef-nya.” Cedric mengetuk layar di meja, masing-masing orang mendapatkan satu layar yang menempel tepat di meja mereka searah dengan kursi. Ngomong-ngomong tentang kursi, ini kursi yang biasa saja tidak ada bedanya.
Ziiing, robot chef itu datang menyapa dengan suara khas artificial.
“Halo tuan dan nyonya, mau masak apa hari ini?”
Aku menatap Cedric dengan heran sekaligus takjub. Jarang restoran atau hotel atau penginapan yang memiliki robot chef, karena yang kudengar robot chef berhenti diproduksi walau aku tidak tahu alasannya mengapa.
“Eh Cedric, kenapa robot-robot ini masih bisa bergerak, bukan kah semua teknologi sudah rusak ketika gelombang elektromagnetik menyelimuti bumi sejak kejadian itu?”
“Tidak semua, Robot ini dapat bertahan dari serangan EMP yang menyebar ketika evolvera. Itu karena mereka dilengkapi dengan perisai elektromagnetik yang melindungi komponen internal mereka dari gangguan elektromagnetik yang merusak. Selain itu, beberapa robot juga menggunakan metode pengamanan tambahan seperti pengamanan fisik atau perangkat keras yang dirancang khusus untuk mengatasi serangan EMP.”
“Apa semua robot begitu?”
“Tidak, itu hanya berlaku untuk beberapa jenis robot yang tidak berbahaya. Akan berbahaya kan jika suatu saat mereka balik melawan dan tidak ada kelemahan”
Aku mengangguk takjub, itu penjelasan yang bagus dan mudah dimengerti untukku yang tidak paham konsep robotik zaman sekarang.
“Kalian bawa bahannya kan?” Cedric bertanya setelah mengetuk-ngetuk layar di tubuh robot itu, mencari nama makanan.
Aku mengangguk, segera mengeluarkan sayur-sayuran dan bahan lainnya dari tas belanjaan. Ngomong-ngomong tentang belanjaan ini, bukan kami mencuri atau mengambil secara sembarangan. Kami kebetulan melewati pasar yang masih aktif, tempatnya sedikit berantakan tapi tidak sekumuh tempat di mana aku menemukan kucingku si oren.
Karena kami masih memiliki waktu, kami sempat singgah ke pasar tradisional. Walaupun Indonesia saat ini sudah menjadi negara maju, tapi ciri khas pasar tradisional tetap ada, walaupun dengan sentuhan teknologi canggih. Meski sedikit berbeda, kali ini pasar cukup sepi dari biasanya, hanya diisi sebagian besar oleh anak muda yang melanjutkan bisnis keluarga.
Baiklah, mari kembali ke topik meja makan.
“Kita akan makan apa?” tanyaku memecah keheningan.
“Makan sesuatu yang hangat, rawon.”
“Huh, rawon, makanan tradisional itu bisa dibuat robot ini?”
“Bisa kalau mode manual. Lagian, jika robot yang memasak, itu bukan masakan namanya,” Cedric tersenyum kembali fokus menekan tombol di tubuh robot itu. Dia memasukkan nama makanan dan mengatur mode manual. Robot itu kembali ke dapur mengambil beberapa peralatan termasuk panci dan penggorengan. Ini bukan penggorengan atau panci biasa, tapi ini bisa otomatis memanaskan dirinya sendiri. Tidak perlu api atau kompor, hanya perlu dialiri listrik maka reaksi berantai akan menghasilkan panas yang lebih efisien dan merata.
“Aku akan masukkan bahannya, lalu robot ini akan memotong-motong bahan sisanya.”
Kami mengangguk, menelan ludah. Hanya butuh beberapa menit, rawon itu sudah berbau enak. Dengan teknologi mutakhir, bahkan makanan yang cukup lama direbus atau dimasak hanya perlu waktu singkat membuatnya. Aku tidak bisa menjelaskan kenapa itu bisa terjadi, benar-benar kemajuan teknologi, bahkan di bidang kuliner.
“Rawon sudah siap,” Cedric tersenyum berdiri membagikan mangkuk berisi rawon ditambah sepiring nasi. “Silakan disantap, lalu masukkan ke mulut.”
Kami mengangguk, sekali lagi menelan ludah. Ini sangat harum dan menggoda.
“Selamat makan,” ucapku, mengambil satu suapan pertama dengan sendok perak.
Yummy, mataku melebar, pipiku memerah, senyumku menghangat. Ini sangat enak, aku sudah rindu masakan tradisional seperti ini. Kalau tidak salah, makanan ini pernah masuk daftar makanan terbaik di dunia dahulu. Tapi sekarang sudah digantikan dengan makanan modern dengan rasa yang artifisial.
Kami fokus menghabiskan porsi rawon masing-masing. Tidak bicara satu sama lain karena makanan ini harus dinikmati sepenuh hati dengan fokus yang tinggi—ha-ha-ha. Aku rasa ini terlalu berlebihan, tapi memang enak sih.
“Akhirnya kenyang. Selama di markas bawah tanah, aku hanya merasakan masakan yang hambar,” jelas Freya, mengelus-elus perutnya yang masih langsing meski sudah makan banyak, membuatku iri.
“Hey, jaga sopan santu mu, Freya, kamu itu perempuan, loh,” ucap Cedric menegurnya.
Cedric kembali menyendok rawon terakhirnya. Lalu kembali menatap kami, lebih tepatnya menatap ku
“Rika, aku mau tanya sesuatu,” tiba-tiba suasana berubah. Dugaanku dia akan bertanya sesuatu tentangku.
“Rika, kamu si jenius lukis pada abad ini kan,” suara Cedric terdengar sangat serius kali ini. Apa sebenarnya tujuannya menanyakan hal ini. Aku yakin bukan hanya karena penasaran saja.
Aku menghela nafas, menatap wajah serius itu.
“Itu benar tapi juga salah,” aku terdiam sejenak, berusaha untuk tidak melanjutkan, tapi percuma mereka juga sudah pasti mengetahui tentang sosok itu.
Aku menunduk, tidak berani menatap mata mereka berdua. “Aku tidak layak memegang gelar jenius lukis pada abad ini. Aku merasa itu hanya propaganda media untuk memanfaatkanku.”
“Apa maksudmu?” tanya Cedric, bola matanya penuh perhatian.
“Aku merasa lukisanku tidak memiliki keistimewaan apapun selain menjadi ladang cuan bagi media. Seni hampir menghilang dan digantikan oleh AI, jadi apa yang mereka dapatkan dari ku? Termasuk diriku, apa yang telah ku peroleh semuanya hanya kesialan untuk ku.” ucapku dengan suara serak, kekecewaan terdengar jelas.
“Lalu apa alasanmu keluar dan menghilang sampai tidak ada kabar sedikit pun?” Cedric bertanya, nadanya masih serius, tapi terdengar lebih lembut, seolah merasakan kekesalan yang aku rasakan.
“ Aku hanya merasa setiap lukisanku akan membawa sial bagi orang lain, termasuk keluargaku,” ucapku, suara bergetar setiap mengingat fram masa lalu.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” Cedric bertanya dengan suara lembut, mencoba memahami tiap kata dalam cerita.
“Sejak media meliput hampir setiap langkahku, aku mulai menjauh dari keluarga. Keluargaku sering mendapat gangguan hingga ancaman ketika aku tidak di rumah,” ucapku dengan suara yang penuh dengan rasa bersalah.
“Lalu mengapa kau tidak melaporkannya ke polisi?” tanya Cedric, mencoba mencari pemahaman.
“Sudah, tapi tidak ada yang membantu,” ucapku dengan suara rendah, air mata mulai membasahi pipiku.
Cedric terdiam sejena. Tangannya menyapu air mata di pipiku. Kami bersitatap, Freya memperhatikan dari kursinya.
“Aku yakin itu bukan karena itu, Rika,” Cedric mencoba menenangkanku, suaranya penuh dengan empati.
“Iya…” Jawab ku dengan nada yang bergetar.
“Aku sudah mematahkan kuas ku sejak lama,” ucapku dengan mata yang berkaca-kaca, menatap sayup ke arah meja. Beberapa detik hening terjadi, sampai topik itu terpaksa berhenti.
“iiiiiiiiiiii!!!” Suara sirine peringatan bergema di seluruh apartemen.
Bum!
“Huh, apa yang terjadi?” Suara sirine itu membuat percakapan kami terhenti. Kami bergegas ke jendela untuk melihat ke luar.
“Kalian cepat evakuasi diri ke bunker bawah tanah terdekat,” teriak seorang pria berjas hitam formal, muncul dari balik pintu. Sepertinya dia petugas apartemen.
“Kita diserang, evakuasi seluruh tamu,” tambahnya lagi.
Kami langsung bergerak kembali ke kamar, mengambil senjata dan perlengkapan tempur, termasuk rompi anti peluru yang kami dapat dari markas fraksi hukum.
Suasana di luar terdengar mencekam. Ini serangan malam. Lampu sorot sudah menyala, terlihat dari jendela banyak orang menembak dan saling serang. Beberapa ledakan memberikan dentuman yang menghancurkan kaca.
Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.
Comment on chapter Episode 22