Read More >>"> Ben & Cori (21. Proposal Lagi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ben & Cori
MENU
About Us  

Kekuatan matanya sudah 2,5 watt! 

Meski ngantuk berat, Cori memaksa diri untuk tetap terjaga menonton TV, walau terkadang yang menonton adalah kelopak matanya. 

Demi Tuhan, pukul 10 adalah batas terakhir waktu tidurnya, tapi ia tidak mau jatuh ke alam mimpi. Masalahnya, ia sedang dirundung gundah tak menentu gara-gara si tetangga nomor 4 belum juga pulang. Dan ini telah terjadi empat hari berturut-turut.

Saat hampir menyerah, suara mesin mobil yang mendekat tiba-tiba terdengar merdu di telinganya. Kelegaan mengguyur jiwanya, kantuk pun hilang. 

Daun pintunya diketuk 3 kali, disusul suara yang ia tunggu-tunggu. 

"Cori."

Cori tak sabaran membuka semua kunci pengaman pintunya tanpa merasa perlu mengintip siapa sosok di balik daun pintu. 

"Hai," sapa si tetangga yang sudah ditunggu-tunggu.

"Abang."

Seulas senyum tulus menghias wajah lelahnya, membuat Cori membeo dan ikut menghadiahkan senyum yang sama.

"Aku lihat ruang tamu kamu masih nyala, jadi aku pikir mungkin kamu belum tidur. Aku ganggu?"

Spontan Cori menggeleng. "Aku memang belum tidur. Jadi nggak ganggu."

"Syukurlah," gumamnya sangat lirih.

Tanpa dipersilahkan, Ben menghempaskan pantatnya di kursi rotan Cori, seakan teras beserta ornamennya adalah miliknya sendiri.

"Kamu keberatan duduk sebentar di sini?" Ben menunjuk kursi rotan kosong di seberang meja rotan bulat.

"Enggak." Cori langsung duduk dengan tenang.

"Lain kali, sebelum buka pintu intip dulu siapa yang namu. Jangan langsung dibuka seperti tadi. Mengerti ya, Cori?"

"Tapi aku udah tahu Abang yang di luar," bela Cori.

Ben terkekeh kecil. "Kamu nunggu aku?"

"Iya."

Ben setengah terperanjat. Ia tidak siap dengan kejujuran Cori yang ... melambungkan harapannya. 

"K-kenapa?"

"Hampir tiap hari Abang selalu pulang jam segini. Aku khawatir Abang kenapa-kenapa. Soalnya, jalur Tiban ke Batam Center udah sepi pukul 9 ke atas. Begal, lah, mobilnya rusak, lah. Pikiran aku udah macem-macem, Bang! Aku nggak bisa tidur sebelum denger suara mobil Abang datang."

Yang Ben lakukan setelah mendengar 'ocehan' penuh kecemasan itu adalah tersenyum dan membuat seseorang di sebelahnya salah tingkah.

"A-ada yang salah di wajahku?" Telinganya sudah memanas di balik geraian rambut panjangnya.

"Enggak sia-sia aku pulang malam, kecapekan, sampai di rumah, dikhawatirin kayak gini. Duh, lelahku langsung hilang."

"Aku hanya khawatir—"

"Iya, aku tahu. Terima kasih," ujar Ben tulus. 

Muncul rasa baru dalam dada Cori. Rasa aneh yang ... menyenangkan. 

"Sama-sama."

"Dan Cori..."

"Apa?" Cori menggigit bibir bawahnya meredakan rasa aneh tadi. 

"Tolong, jangan gigit bibir kamu sembarangan," perintah Ben. Cori spontan melepas gigitannya.

"Kenapa?"

"Itu ... sudah, lah, jangan dipikirkan." Saat Cori mau menanggapi, Ben buru-buru menyambung. "Besok kita harus berangkat bareng."

"Nanti Abang telat."

"Enggak. Besok aku lebih santai. Cuma tanda tangan balasan pemeriksaan. Lagian aku seneng kita berangkat bareng lagi. Kamu nggak tahu aja nggak ketemu kamu selama empat hari yang panjang benar-benar bikin hidupku bosan."

Kalimat terakhir meski terdengar lirih, justru seperti diteriakkan dengan pengeras suara masjid ke gendang telinga Cori.

Rasa aneh tadi kini menggelitiki perutnya. Seperti digelitik kepakan kupu-kupu.

"Bang Ben beneran kecapekan, ya? Ngomongnya ngawur mulu dari tadi. Udah makan?" Bukannya tanpa alasan Cori bertanya. Selain ingin meredakan gejolak angin ribut hatinya yang mulai berdebar aneh, Ben terlihat pucat.

Ben jadi mengingat makan malam bencana tadi.

"Bu Farida ngajak ke resto Ayam Kosek habis pemeriksaan." Raut wajah Ben berubah dan Cori langsung paham mengapa pria lelah di sebelahnya kelihatan semaput.

Ayam Kosek adalah hidangan ayam goreng khas Magelang yang penyajiannya dipenyet dengan batu ulekan. Nah ini nih, yang membuat Ben seperti kehilangan harapan hidup: ayamnya disiram dengan sambal rawit ulek yang rasanya pedas, gurih, dan nikmat.

"Terus Abang makan ayamnya?"

"Enggak, lah. Cukup sekali aja aku makan cabe super pedas itu, Cori." Ben sampai menggeleng kencang.

"Kan ada menu lain."

"Sudah keburu hilang nafsu makanku."

"Mau ayam kecap?" Gadis prihatin itu mengedikkan kepala ke arah rumahnya.

Seketika mata Ben penuh dengan binar harapan. "Mau!"

Cori tertawa geli. Ben persis seperti anak kecil yang diberi es krim.

“Aku ambilin ke dalam. Ganti baju dulu, gih."

Ben menggeleng kencang. Pria kelaparan itu tidak mau ganti baju kantornya karena terlalu lapar dan terlalu bersemangat hendak mencicipi satu dari sekian banyak menu yang Cori masak. Lidahnya sudah tidak bisa berpaling dari bumbu racikan Cori.

"Temani aku makan di sini," mohon Ben. Dengan mata lelah seperti itu, Cori mana bisa menolak?

“Baiklah,” kekeh Cori. 

Cukup sepuluh menit bagi Ben meludeskan isi piring hingga tidak ada yang tersisa kecuali tulang ayam.

"Alhamdulillah. Makasih, Coriander. Kamu memang koki terbaik," puji Ben tulus.

"Sama-sama."

Ben mulai menguap dan menyandarkan punggungnya yang lelah ke sandaran kursi, tapi Cori tidak mau malam ini cepat berakhir. Mungkin satu atau dua lusin pertanyaan lagi?

"Bang, kenapa Abang dipanggil Malik?"

"Ooh, itu. Waktu aku diklat, ada dua Benjamin yang diterima di angkatanku. Kami memakai metode cap cip cup kembang kuncup untuk memilih siapa yang tetap dipanggil Ben, siapa yang diganti panggilannya."

"Dan Abang kalah?" Cori tidak habis pikir dengan cara konyol itu.

Ben terkekeh mengingat masa lalunya. "Yep. Walaupun saat itu kami cuma bercanda, tapi bertahun-tahun kemudian, mereka tetap memanggilku Malik. Sampai pimpinan-pimpinan ikut memanggilku Malik."

"Permainan yang aneh."

Ben mulai menutup mata. Kenyang dan lelah adalah kombinasi yang tepat untuk tidur.

"Memang. Namanya juga keusilan anak muda," ucap Ben lemah.

"Bang."

"Hm."

Ternyata Cori tidak tega menahan Ben lebih lama. Maka ini yang Cori katakan. "Pulang gih, ke rumah."

"Cori," lirih Ben.

"Apa?"

Ben memutar tubuhnya dan mengunci mata bulat Cori. 

"Aku serius mau kasih kamu proposal kerja sama. Kamu mau terima?"

"Proposal apa, sih?" Cori jadi penasaran. Sudah dua kali Ben menyinggung soal proposal aneh ini.

"Proposal kerja sama yang benefitnya seumur hidup. Dunia akhirat, malah."

Gadis ini makin tidak mengerti.

"Kayaknya Abang mulai ngelantur. Abang butuh tidur. Sana istirahat," usir Cori lembut. Cori mengangkat piring dan gelas bekas Ben dan mulai beranjak ke rumah.

"Cori."

"Hm?"

"Mungkin nggak sekarang. Tapi aku akan mempersiapkan proposalku matang-matang dan memberikannya ke kamu di waktu yang tepat. Secepatnya."

Cori tertawa geli. "Iya, iya. Aku akan tunggu."

"Oke!"

***

Obrolan semalam membuat Cori sulit berkonsentrasi menghadapi bejibun nasabah seharian ini. Lalu ditambah status WhatsApp Ben yang lagi-lagi memamerkan betapa enaknya sandwich rogut ayam sederhana buatannya.

Bagaimana mungkin Cori bisa konsentrasi? Perutnya merasakan sensasi digelitik oleh ribuan kepakan kupu-kupu terbang setiap saat.

Ketika jam pelayanan berakhir pada pukul 4, barulah Cori bisa bernapas dengan lega dan mengerjakan laporan harian dengan tenang.

Ketenangan itu tak berlangsung lama. Sebab, kantornya kedatangan seorang wanita cantik dari kantor Wilayah Pekanbaru. Hanya kunjungan biasa, begitu katanya tadi pada Yusuf dan selama sepuluh menit wanita itu bicara dengan si Bapak Kepala Cabang di dalam ruangannya.

"Kak, gila banget tahu. Itu karyawan legal apa model? Cakep bener," senggol Winnie. Padahal Winnie sedang menghitung uang di lacinya. Sepertinya, otak kanan dan otak kiri Winnie sedang bekerja secara simultan. Ghibah iya, hitung uang jalan terus.

Cori sampai menghentikan tangannya berlari di atas keyboard.

"Iya, kan? Pas dia lewat aja gue langsung minderan, Win. Dia itu terlalu cantik dan langsing. Pokoknya sempurna."

“Eh! Lo nggak boleh insekyur, Kak. Lo itu juga cantik, tahu.”

“Yah, si Winnie the Pooh belagak jadi kura-kura dalam perahu.”

"Ck! Jangan pernah ngebandingin diri sendiri sama orang lain. Body cuma casing, Kak. Yang penting itu otak pinter, hati bercahaya karena kebaikan, dan badan sehat. Titik!"

Cori sampai sekarang masih terkagum-kagum dengan partner kasirnya ini. Winnie begitu dewasa di usianya yang jauh lebih muda dari dirinya. Cori terharu. 

"Winniii, di mana lagi gue dapet spek adek sebaek elo?" Cori menduselkan kepalanya pada bahu si kasir yang mulai kegerahan oleh ulah kekanak-kanakannya.

"Cuma di Batam, Kakakque. Gue limited editions, nih. Kagak ada restock-nya," tuturnya bangga.

"Ya ... kalo lo bandingin tubuh gendut elo sama model memang nggak sebanding, sih."

Cori memutar bola matanya sangat dramatis. Dia lagi!

Moza dan Marzuki yang baru pulang survei ujug-ujug langsung mencari posisi tembakan arah AC di area pelayanan. Panasnya Batam benar-benar mengerikan siang ini.

"Mbak, kalo lo mau ngomong diayak dulu, napa? Filter hati lo bocor apa gimana, sih?" Winnie langsung sewot, dong.

"Gini ya gue kasih tahu. Cori ini udah cakep, Win. Gue akui. Tapi orang bakal ilfil kalo deketan sama cewek ... maap kata kayak Cori." Moza mengarahkan telunjuknya pada Cori, seakan-akan ia hanya manekin toko yang tidak berarti.

Cori memutar bola matanya lagi.

"Orang-orang akan memuji dia di depan, tapi ketika di belakang?" Moza menggeleng pelan menciptakan efek dramatis. "Lo nggak tahu aja apa kata orang kalo kita sekantor hang out di kafe habis pulang kerja. Gue yang denger, Win," ungkap Moza sok kalem.

Cori menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Ia tak habis pikir kenapa mulut Moza ringan sekali menilai hidupnya? Moza bahkan tidak pernah berjalan dengan 'sepatunya' sejauh 10 senti untuk mengomentari mengapa tubuhnya bisa segemuk ini. Demi Tuhan. Ia juga tidak mau mempunyai tubuh melar dan nggak sehat.

Mengapa Engkau menciptakan manusia seperti Moza? keluhnya pada Tuhan

"Memangnya, apa yang mereka bilang Za, tentang gue?" tanya Cori datar.

"Lo gendut, obesitas, tukang makan, nggak tahu diri, dan..." Moza berhenti beberapa detik setelah wajah Cori mendadak memerah. "Pokoknya banyak, deh."

"Udah, jangan didengerin si Moza. Kalau dia belum makan ya begitu, Cori. Mulutnya asem. Otaknya resek karena belum ketemu gorengan."

Marzuki ikutan nimbrung, niatnya untuk meredam suasana yang sudah seperti tungku masak. Tapi sayang, mood Cori sudah terlanjur terjun bebas dari tower provider selular tanpa parasut dan tali pengaman.

Cori menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. Kepalan tangannya terasa perih. 

Suara Yusuf dan karyawan Legal dari Pekanbaru memasuki area pelayanan, membuat Cori terpaksa bungkam. Padahal ia sudah mempersiapkan kata-kata paling nyelekit untuk membalas Moza.

"Sudah ketemu Malik?"

Nama Malik membuat Cori lupa sejenak bahwa tadi ia dendam kesumat pada Moza. 

"Sudah, Pak. Dia yang bantu saya cariin rumah."

"Oh begitu. Saya doain kamu balikan lagi sama Malik." Tawa Yusuf membahana seantero kantor.

Diam-diam kening Cori mengernyit dalam. Mengapa atasannya mendoakan Ben balikan dengan wanita cantik itu? Hatinya mulai disisipi perasaan asing tak nyaman yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. 

"Bapak bisa aja. Itu ya, tergantung Ben, Pak," ucap wanita lembut.

Ben?! Aku pikir cuma aku yang tahu panggilan Abang saat SMA. Dan ... tergantung Ben? Ada apa sih, ini? Pikiran Cori makin menggeliat liar. 

"Ya sudah, saya pamit Pak Yusuf. Ben sebentar lagi jemput." Lambaian tangannya menyapu kru Cabang Mega Legenda sebelum tubuh langsingnya menghilang di balik pintu utama. 

"Dia siapa, Pak?" tanya Moza. Dari tadi ia terang-terangan memelototi dengan binar kagum wanita tercantik yang pernah ia temui di PT. Sejahtera Bersama. 

"Namanya Agni, tim legal dari Kantor Wilayah Pekanbaru, sekaligus mantan calon istri Malik."

Setelah terjun bebas, kini mood Cori terhempas hingga hancur berkeping-keping. 

Bersambung

Ada rasaaaa yang tak biasaaaaa 🎤🎶🎹

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MASIHKAH AKU DI HATIMU?
620      404     2     
Short Story
Masih dengan Rasa yang Sama
SiadianDela
7789      2128     1     
Romance
Kebahagiaan hanya bisa dicapai ketika kita menikmatinya bersama orang yang kita sayangi. Karena hampir tak ada orang yang bisa bahagia, jika dia tinggal sendiri, tak ada yang membutuhkannya, tak ada orang yang ingin dia tolong, dan mungkin tak ada yang menyadari keberadaanya. Sama halnya dengan Dela, keinginan bunuh diri yang secara tidak sadar menjalar dikepalanya ketika iya merasa sudah tidak d...
Kasih yang Tak Sampai
560      371     0     
Short Story
Terkadang cinta itu tak harus memiliki. Karena cinta sejati adalah ketika kita melihat orang kita cintai bahagia. Walaupun dia bahagia bukan bersama kita.
Kesetiaan
404      289     0     
Short Story
Cerita tersebut menceritakan tentang kesetiaan perasaan seorang gadis pada sahabat kecilnya
To the Bone
130      121     1     
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya “Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku. Walaupun tida...
Code: Scarlet
22414      4369     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Kuburan Au
746      490     3     
Short Story
Au, perempuan perpaduan unik dan aneh menurut Panji. Panji suka.
Dear Kamu
3349      1070     6     
Inspirational
Kamu adalah pengganggu. Turbulensi dalam ketenangan. Pembuat onar dalam kedamaian. Meski begitu, kamu adalah yang paling dirindukan. Dan saat kamu pergi, kamulah yang akhirnya yang paling aku kenang. Dear kamu, siapapun kamu. Terimalah teriakanku ini. Aku kangen, tahu!
Fallen Blossom
522      332     4     
Short Story
Terkadang, rasa sakit hanyalah rasa sakit. Tidak membuatmu lebih kuat, juga tidak memperbaiki karaktermu. Hanya, terasa sakit.
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...