Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ben & Cori
MENU
About Us  

"Plis Win, ajarin gue pake makeup," mohonnya pada Winnie yang ada dalam layar ponsel.

"Cieee, yang mau pergi reunian. Ati-ati, Kak. Biasanya reuni SMA punya kutukan CLBK. Kalau nggak CLBK ya, tempat cari jodoh. Ha ha ha." Winnie tertawa terbahak-bahak, membuat Cori meringis malu.

Posisi Winnie memang kasir, dan walaupun terjadi kejomplangan sosial jika dilihat dari segi usia, jabatan, hingga gaji, tapi persahabatan mereka melebihi semua itu. Mereka saling memahami, saling mengerti, dan berusaha untuk ada satu sama lain. Hal berharga semacam ini tidak Cori dapat dari teman-teman sejawatnya yang lain di kantor.

"Mas Arga nggak tergantikan. Lagian, mau CLBK sama siapa? Gue nggak punya pacar waktu di SMA."

Winnie mencebik mual. "Diiih, cinta mati, dia. Iya deh, iya. Gue doain semoga lo langgeng dan enggak akan tergoda sama gebetan waktu di SMA."

"Gebetan? Mana ada."

"Maca ciii?" goda Winnie penuh kemenangan.

"Enggak ada. Period. Titik. Cepetaaan mulai tutorialnya."

Winnie tidak tahan untuk terbahak-bahak. Setelah tawanya reda, barulah dia mulai bicara lagi. "Lo udah siapin kosmetik yang gue chat tempo hari kan, Kak?"

"Udah. Gimana cara pakenya? Gue nggak ngerti."

Kening Cori mengkerut memandang concealer, eye shadow, blush on, dan benda-benda asing lainnya. Habisnya, saban hari Cori cuma pakai pelembab, sunscreen, dan bedak tabur. Last but not least, lipbam yang ada warna dan aroma buah.

Winnie berubah serius setelah melihat wajah rekan kerjanya tampak tersesat. Maka dia hadir untuk menuntun Cori ke jalan yang benar.

“Sekarang, tutorial hari ini gue beri judul, ‘No Makeup Makeup Look’. Dijamin cocok ama muka flawless Kakak."

Dan mulailah praktek daring instan ala Winnie. 

Cori ingin tampil cantik hari ini. Siapa tahu dia bisa terbiasa dengan semua alat-alat kecantikan yang baru dibelinya. Bosan juga bila selalu dijadikan sasaran ghibah oleh Moza. Penat menjadi bahan tertawaan Marzuki terus-menerus.

Dan sejujurnya, ia sendiri tertekan dengan pernyataan judgmental yang ia buat, bahwa selama ini hidupnya tak pernah diinginkan, tak pernah diharapkan. Akibatnya, tanpa pikir panjang Cori menjerumuskan dirinya dalam makanan tinggi kalori demi melupakan pikiran-pikiran itu. Dengan kata lain, Cori sedang 'melarikan diri'.

Dalam pelariannya, ia tergulung gelombang kesedihan dan keterpurukan hingga Cori lupa, bahwa kebiasaan buruk itu telah mengubah pola pikir dan emosinya. Dan tentu saja tubuhnya.

Padahal kebahagiaan makanan hanya sampai di tenggorokan. Lewat dari itu, sebagian diserap tubuh, sebagian lagi menghilang di balik kloset kamar mandi. Ah, kebahagiaan fatamorgana. 

Moza benar. Dia harus mulai berdiet. Tapi sebelum berdiet, mungkin perubahannya bisa dimulai dengan memermak wajah bulatnya.

***

Beberapa tahapan skincare dan makeup nan panjang kemudian... 

Siapa perempuan itu? Kenapa dia terlihat sangat ... cantik? batinnya saat menatap cermin. Pandangannya langsung mengabur dengan air mata haru.

"Kak Coriiii. Lo kenapa, sih?" Winnie mulai cemas.

"Gue cantik, Win," ucapnya bergetar sambil hati-hati menghapus air mata yang terjatuh.

"Lha, elo baru tahu, Kak? Ke mana aja selama ini?"

Dua wanita beda empat tahun itu tertawa lepas.

Namun, tawa Cori menghilang secepat menghilangnya gaji di rekening bank setelah membaca pesan pop up di layar ponselnya.

Mas Arga

Sayang, Mas minta maaf ya nggak bisa temenin kamu hari ini. Ibu mendadak minta ditemenin ke Tanjung Pinang.

***
Batam adalah kota industri yang tak pernah tidur. Siang bekerja bagai kuda, malam waktunya menikmati hasil kerja. Sedikit bersenang-senang tidak akan merugikan, sekalian me-recharge jiwa dan raga untuk hari esok. Begitu prinsip sebagian pencari nafkah di Batam.

Ben sudah merasakan vibe pulau ini setelah tiga hari menjadi penduduknya. Namun, Ben belum bisa memutuskan, apakah ia akan menyukainya atau tidak. Tapi manusia kan makhluk yang cepat beradaptasi pada hal baru. Mungkin ia hanya perlu sedikit waktu untuk menyesuaikan diri.

Saat masih di parkiran kafe tempat berlangsungnya reuni, Ben mendapati sahabat lamanya yang tomboy berubah feminin karena tuntutan pekerjaan sebagai pramugari. Dan si tomboy sedang bergelayut manja pada lengan seorang pria. Ben tak sabar ingin cepat-cepat menyapanya. 

“Ri.” Ia melambaikan tangannya riang.

"Sabeni! Lo datang juga. Yuhuuu!"

Riri tidak peduli dengan imejnya sebagai wanita anggun, cantik, dan sopan. Seperti tidak ada tanda-tanda ia adalah seorang pramugari salah satu maskapai penerbangan besar di Indonesia.

Dua teman lama itu saling rangkul, menjawab rindu setelah puluhan purnama tak bersua. 

"Ini temen staycation lo?"

"Ck!"

"Aw!" Ben mengaduh. Soalnya Riri baru saja mendaratkan pukulan di lengan kanan sahabatnya.

"Jangan harap gue minta maaf," ancam perempuan itu di sela-sela giginya. Bukannya tersinggung, Ben malah terkekeh.

Pria di sebelah Riri hanya bisa tersenyum simpul melihat kelakuan kekasihnya yang pecicilan.

"Oh iya. Yang, kenalin ini Ben, temen SMA-ku. Ben, kenalin calon suami gue."

"Ben."

"Arga."

Mereka saling berjabat tangan.

Di saat yang sama, Ben mendengar seseorang terkesiap cukup keras, sampai membuatnya menoleh ke sumber suara. Ben menangkap kelabat bayangan yang buru-buru bersembunyi di balik mobilnya.

Hm? Aku nggak salah lihat, kan? batin Ben. 

"Kenapa, Ben?" Suara Riri memutus pandangannya.  

"Kucing." Dua pasang manusia di depannya percaya kilahan Ben. 

Saat Ben menoleh sekali lagi demi memastikan sosok tadi, ia benar-benar menghilang. Kening Ben berkerut dalam.

"Untung lo mau datang. Kalau enggak, dia juga nggak mau datang."

Ben lagi-lagi berdesir. Membicarakan topik yang sama selalu membuat dadanya berulah.

"Kenapa? Memangnya, dia ... awalnya nggak mau datang?" tanya Ben malu.

"Enggak. Dia males pergi karena partner-nya mendadak ada urusan. Tapi pas gue bilang elo bakal dateng, dia akhirnya mau." Riri menyunggingkan senyum menyeringai mencurigakan.

Dia mau datang gara-gara ... aku? batin Ben. Diam-diam pria itu menarik senyum super tipis.

"Masuk, yuk?" ajak Riri. 

"Hm, gue nyusul. Rokok gue ketinggalan di mobil." Ben mengedikkan kepalanya ke belakang.

"Oke."

Sebelum Ben melangkah, dia masih bisa menangkap bayangan Arga mengecup bibir sahabatnya mesra. Ben tersenyum geli. 

Dan senyum itu hanya bertahan sebentar, sebab pikirannya kembali dipenuhi dengan wajah seorang perempuan yang tertekuk kecewa, sorot matanya terluka, dan bisa menangis kapan saja.

Semakin ia dekati mobilnya, isakan tertahan dari seorang wanita semakin jelas terdengar oleh rungunya. Dadanya bergemuruh hebat saat wanita yang merintih tertahan itu ... terlihat familiar. 

"Co ... ri?" sapanya tak yakin.

Lagi-lagi suara terkesiap yang Ben dengar. Wanita itu mendongak memelototi Ben dengan matanya yang merah dan air mata yang terus mengalir.

"Kak ... Ben?"

"Cori!"

Entah kenapa Ben merasa lega bahwa firasatnya tadi memang benar. Buru-buru Ben berlutut menyamai Cori.

"Kamu kenapa nangis? Ada yang nyakitin kamu? Kamu dilecehkan? Bilang, Cori!"

"E-enggak." Cori segera menghapus air mata dengan lengan bajunya. Ia tidak peduli lagi dengan wajah cantik yang ia puji dua jam yang lalu bersama Winnie. Ia tidak peduli lagi dengan hari ini.

Perasaan dikhianati dan tidak dibutuhkan kembali mengapung ke permukaan. Padahal sudah lama Cori mencoba melupakan rasa sakit yang persis sama, meski yang mengkhianatinya adalah keluarganya sendiri.

Cori memejam mata, berharap apa yang dilihatnya tadi hanya mimpi buruk. Namun, bukankah terlalu nyata untuk menjadi mimpi ketika calon suamimu mencium mesra bibir temanmu sendiri? Dan tangannya ...  Demi Tuhan. Dengan mata kepalanya, ia melihat tangan Arga tak lepas membelai punggung terbuka temannya!

Ibu kamu berubah jadi lebih muda, Mas Arga? cemooh Cori di kepalanya. 

"Kamu butuh sesuatu?" 

Suara Ben memaksa Cori membuka kelopak matanya meski ia sedang tidak mau menghadapi realita. Hal pertama yang ia lihat adalah ...  sepasang mata khawatir.

"Aku—"

"Ben, ada masalah?"

Cori merenggut kasar tangan kakak kelasnya. "Kak, please. Mas Arga nggak boleh tahu aku di sini." Bisikan Cori terdengar serapuh kaca tipis di pendengaran Ben. Ia tidak menyukainya. 

Suara Ben mendadak hilang menyaksikan tangis wanita di depannya makin menjadi-jadi. Cara Cori memohon membuatnya kembali tak berdaya. 

Namun, Ben tidak mau terjebak lagi dalam kepasifan seperti saat ia membiarkan Sang Bunda menderita sendirian gara-gara ayahnya. Dia harus bertindak! 

"Dia pacar kamu?!" desis Ben di antara gigi-geliginya yang bergemeletuk menahan marah.

Sebagai jawaban, Cori mengangguk lemah.

"Lalu Riri?" Setidaknya Ben harus tahu apa yang terjadi sebelum seseorang dikirim ke UGD gara-gara ulah bogemnya.

"Aku nggak tahu Kak Riri dan Mas Arga ... Ya Tuhan. Padahal kami berencana menikah tahun depan. Selesai. Semua sudah selesai!"  Cori terlihat pasrah. 

Kepalan tangan Ben bergetar mengerikan. Urat-urat tangannya sudah bertonjolan seperti hendak melibas siapapun yang beruntung bersentuhan dengan buku-buku jarinya yang penuh murka.

“Kak!”

Sebuah cengkeraman erat di lengan menahan Ben untuk berdiri dan menghajar pria di belakangnya. Cori menggeleng sambil bergantian menatap mata Ben yang melotot dan tangan Ben yang terkepal.

Hanya dengan tatapan memelas Cori, tak sadar kepalan tangannya tadi mengendur. Lagi-lagi Ben tak berdaya. 

"Baiklah," jawabnya lemah.

Bersambung

Ehm,  ya..  Begitulah mereka bertemu

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Menara 36 tingkat (Puisi)
421      300     0     
Short Story
Sebuah puisi tentang laki-laki
THE LIGHT OF TEARS
19516      4185     61     
Romance
Jika mencintai Sari adalah sebuah Racun, Sari adalah racun termanis yang pernah Adam rasakan. Racun yang tak butuh penawar. Jika merindukan Sari adalah sebuah kesalahan, Sari adalah kesalahan terindah yang pernah Adam lakukan. Kesalahan yang tak perlu pembenaran. Jika menyayangi Sari adalah sebuah kegelapan, Sari adalah kegelapan yang hakiki yang pernah Adam nikmati. Kegelapan yang tak butuh pene...
School, Love, and Friends
19096      2958     6     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
From Ace Heart Soul
586      353     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
Ich Liebe Dich
11667      1783     4     
Romance
Kevin adalah pengembara yang tersesat di gurun. Sedangkan Sofi adalah bidadari yang menghamburkan percikan air padanya. Tak ada yang membuat Kevin merasa lebih hidup daripada pertemuannya dengan Sofi. Getaran yang dia rasakan ketika menatap iris mata Sofi berbeda dengan getaran yang dulu dia rasakan dengan cinta pertamanya. Namun, segalanya berubah dalam sekejap. Kegersangan melanda Kevin lag...
Lin.
283      165     2     
Romance
Kisah usang yang ditulis ulang hanya untuk sekedar mengenang tidak untuk terulang
DestinaRE: The Destination
126      102     5     
Fantasy
Naito Midoriya awalnya hanya pemuda biasa yang menjalani kesehariannya hanya pergi kuliah pagi-pagi, kemudian pulang saat sudah tidak ada jadwal. Tidak suka merepotkan diri, mottonya hanya kuliah, lulus tepat waktu, dan dapat pekerjaan layak. Tapi semua berubah sejak hari di mana dia mendengar suara aneh. Dunianya dalam sekejap terbalik, berpindah ke tempat dimana tidak ada kedamaian. Situasi dun...
FLOW in YOU (Just Play the Song...!)
3401      970     2     
Romance
Allexa Haruna memutuskan untuk tidak mengikuti kompetisi piano tahun ini. Alasan utamanya adalah, ia tak lagi memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti kompetisi. Selain itu ia tak ingin Mama dan kakaknya selalu khawatir karenanya. Keputusan itu justru membuatnya dipertemukan dengan banyak orang. Okka bersama band-nya, Four, yang terdiri dari Misca, Okka, dan Reza. Saat Misca, sahabat dekat A...
simbiosis Mutualisme seri 2
8547      1960     2     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14279      2507     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.