Read More >>"> Ben & Cori (7. Undangan Reuni ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ben & Cori
MENU
About Us  

Cori tiba-tiba gundah karena sebuah undangan reuni SMA baru saja masuk ke ponselnya. Kelabat memori indah dan memori yang ingin ia lupakan langsung bermain-main dalam benaknya.

Perundungan dan kesepian adalah dua dari sekian banyak hal yang ingin ia lupakan. Namun, ada dua ingatan yang selalu terpatri: Ben yang menyenangkan dan Ben yang menghilang. 

Ah, Ben. Namanya terus berputar-putar di kepalanya seperti carousel. 

"Apa dia masih ingat aku? Di mana dia sekarang?" Ia bermonolog di kamarnya. 

Tidak hanya pesawat yang hilang kontak, Cori dan Ben juga.

Tangannya meremas bandul kalung yang tersimpan dari balik baju tidurnya, membuat Cori mendesah pelan.

“Nggak apa-apa aku simpan, kan?" tanyanya pada bayangannya sendiri di cermin untuk kesekian ribu kali dalam kurun waktu dua belas tahun terakhir.

Namun, detik berikutnya, ia kembali menjawab, “Nggak apa-apa. Aku cuma nyimpen, bukan memiliki, kok.” Dan jawaban itu telah ia ulang pula untuk kesekian ribu kali.

Lagi-lagi Cori mendesah.

Cori tidak tahu apa-apa tentang Ben kecuali informasi dasar seperti namanya Benjamin dan dia adalah ketua OSIS yang tiba-tiba pindah sekolah tanpa informasi jelas ke mana dia pergi. Dia adalah orang pertama yang tulus berteman dengannya. Dan yang paling penting adalah Ben tidak pernah mengejek namanya. Nomor telepon, nomor HP, alamat, apalagi akun media sosial? Tak satu pun di antara mereka terpikir untuk saling bertukar informasi pribadi semacam itu. Karena, siapa yang menyangka cowok itu menghilang dipertemanannya yang baru berlangsung beberapa hari?

Baiklah. Lupakan soal Ben yang entah di mana. Cori akan memikirkan bakal secanggung apa dia nanti kalau datang ke reuni.

Temannya bisa dihitung sebelah tangan dari list yang datang. Salah satunya adalah seorang kakak kelas yang sama-sama mengikuti olimpiade matematika. Penggemblengan selama dua minggu dalam program persiapan olimpiade lah yang mendekatkan mereka. Dan Cori bersyukur akan hal itu. Satu lebih baik daripada banyak tapi tidak tulus, kan?

Sebuah ID Caller muncul di layar ponsel membuat Cori tersenyum mendamba.

"Malam, Cantik."

Cori tak tahan bila dipuji seperti itu. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat sebelum bicara. 

"Mas Arga." 

"Sayang, Mas Kangen."

Sebelum menjawab, Cori harus menahan ledakan rindu yang terproyeksi lewat senyumnya yang super lebar. Untung Arga tidak ada di depannya.

"Aku juga. Udah sampai di Batam?" katanya dengan nada yang dibuat sewajarnya. Padahal dia ingin sekali berteriak memuja kekasihnya dengan mengatakan, AKU KANGEN BERAT!

"Baru aja. Makanya Mas langsung telepon kamu."

Cori berteriak histeris tanpa suara sambil membekap mulutnya. Cori sungguh tergila-gila dengan pria ini!

"Untung Mas nelepon. Aku lagi bingung." Suaranya dibuat seperti anak kecil. Cori berubah manja secepat kedipan mata.

"Bingung kenapa, hm?"

"Aku masih ragu pergi atau enggak ke acara reuni SMA."

"Kenapa?"

"Banyak nama-nama yang aku nggak tahu. Khawatir bakal canggung kalau ketemu mereka." Cori telah menceritakan sekelumit unhappy story-nya semasa SMA. Jadi Arga memahami kegundahan kekasihnya.

Arga terkekeh di seberang sana sebelum bersuara. "Kamu wanita paling supel yang pernah Mas temui. Mas yakin kamu bisa berbaur dengan cepat dengan undangan yang lain, Sayang. Jangan khawatir."

"Benarkah?" Pujian Arga benar-benar berarti baginya. 

Arga tertawa kecil. "Iya. Seratus persen. Atau gini aja, kamu mau Mas temenin ke reuni?"

"Mas mau temenin aku?" Cori tiba-tiba berdiri dari kursi riasnya.

"Why not? Dari pada kamu bete sendirian? Sekalian making friends. Kamu sendirian di Batam. Kadang nostalgia bisa jadi cara yang tepat untuk memulai pertemanan." Cori merasa ide Arga adalah ide yang brilian. 

"Makasih. Mas benar-benar malaikat penolongku."

Tawa merdu Arga di ujung sana sudah pasti akan menjadi lullaby Cori sebelum tidur nanti.

"Kamu kan kesayangan Mas. Mas nggak tega biarin kamu sendiri."

Cori benar-benar tidak punya masalah lagi dengan undangan reuni. “Aku nggak akan sendirian. Ada Mas. Kak Riri juga bakal datang. It'll be perfect!”

"Riri?!" Kekagetan Arga ikut-ikutan membuat Cori terkejut. 

"Iya. Kak Riri yang pramugari itu. Mas masih ingat orangnya, kan? Aku pernah lihatin fotonya."

"Hmm, kayaknya." Ada nada ragu yang Cori tangkap.

"Paling setelah ketemu nanti Mas pasti langsung ingat. Orangnya cheerfull dan nyablak abis." Cori terkekeh sendiri.

"Yah. Mungkin." Arga pun ikut tertawa. "By the way, lusa ke Singapura, yuk? Temen Mas baru buka toko di Haji Lane."

"Yuk. Yang penting Mas izinin aku ke Papa."

"O-Okay."

Dan mereka mengobrol sampai tengah malam, hingga tak tahu siapa yang tertidur lebih dulu. Cori merasa menjadi wanita paling beruntung sedunia!

Kenapa beruntung? Karena hanya pria itu yang mampu membuat Cori merasa dihargai dan mau menerima Cori apa adanya. Dan hanya Arga yang selalu memandang dirinya dengan penuh cinta meski berat tubuhnya tak sempurna.

Ya. Cori adalah wanita paling beruntung sedunia.

***

Pukul 23.00 waktu Indonesia bagian Batam. 

Baru 15 menit yang lalu ia sampai di kontrakan sehabis membeli isi rumahnya yang kosong melompong di mal Nagoya Hill. Namun, ia tidak bisa langsung istirahat, sebab lantai rumahnya harus dibebaskan dari debu. Tangannya bergerak maju mundur mengepel semua permukaan keramik sampai licin. Nasib karyawan nomaden!

"Lo kayak nggak tahu aja masa-masa di darat itu penting banget buat pramugari kece dan cantik luar biasa macam gue. Tapi gue bela-belain ngorbanin waktu istirahat gue yang berharga demi datang ke acara reuni nanti! Masa lo nggak datang, Sab?"

"Alaaah. Bilang aja lo mau staycation sama cowok lo, kan? Ngebet bener mendarat di Batam. Kebaca, Ri. Jangan bohong sama gue. Kerjaan gue bikin orang nggak bisa bohong," ucap pria itu pada earbuds yang terpasang di telinganya. 

"Yaaah, kenapa tidak memanfaatkan keadaan, kan?"

"Nah! Apa gue bilang?" Si Sab tertawa penuh kemenangan. Riri ikut-ikutan tertawa di ujung telepon. 

"Dia baru nyampe Batam. Jadi gue susul aja ke sini. Sekalian kita mau makan malam ... dua keluarga. Mau hitung-hitung hari baik."

"Beneran?" Suara Sab berubah antusias. "Semoga lancar sampai hari H, Ri."

Riri mendengarnya. Ada serpihan getir yang ia tangkap dalam kegembiraan sahabatnya atas kabar baiknya. 

"Thanks. Jangan sedih ya, Sab. Gue yakin lo bakal dapat ganti yang lebih baik."

Ah, Riri kembali mengingatkannya dengan luka lama. 

Si Sab jadi tertawa kering. "Masalah naiknya harga emas dunia lebih penting daripada masalah gagal nikahnya gue, Ri. C'mon!"

"Elah, segala harga emas dunia dibandingin sama gagal nikah. Kagak apple to apple, Sabeni."

"Kerjaan gue emang berhubungan sama emas."

"Astaga! Iya, iya." Sabeni masih ngeyel. Tapi Riri tahu alasannya. Maka ini yang ia katakan, "Gue doain lo cepet nyusul"

"Makasih."

"Jadi gimana, pergi kan, lo?"

"Gue jetlag, butuh istirahat. Ini baru selesai ngepel kontrakan baru, gue. Belum lagi bongkar muat barang. Lo pikir aja, kasur buat bobok belum ada untuk malam ini. Baru dikirim besok dari toko."

Dan kenyataannya begitu. Sabeni duduk di satu-satunya kursi plastik di rumah itu untuk melepas lelah. Mau tidur di mana, nanti ia pikirkan.

"Heh! Pekanbaru-Batam kagak ada jetlag, Sabeni," Riri sewot maksimal. "Lo salah ngomong sama flight attendant. Kalo lo terbang ke Amerika sono, lo boleh ngaku-ngaku jetlag."

Yang dipanggil Sabeni tertawa lepas. Sudah lama dia tidak tertawa seperti ini. Pekerjaannya yang serius membuat dirinya jarang tertawa karena memang harus berkonsentrasi menghitung, menghitung, dan menghitung barang berharga dengan level kesalahan harus: NOL. Karena pekerjaan sebagai Auditor di perusahaan keuangan yang bergerak di bidang agunan barang berharga memang seperti itu.

"Entahlah. Gue kan nggak alumni, technically," ucapnya tak semangat.

"Tapi," Riri membuat jeda agar terkesan misterius. "kabarnya DIA datang, lho. Lo nggak mau kehilangan kesempatan ini, kan?" ucap Riri mengompori.

Sesaat, ada desir halus singgah di dadanya. Dua belas tahun ternyata berlalu begitu cepat. Rasa excited untuk bertemu lagi tentu ada. Tapi, apakah dirinya siap bertemu dengan seorang teman yang telah ia tinggalkan tanpa salam perpisahan, ketika pertemanan mereka sedang berada di puncak paling indah masa remaja pada zaman itu?

"Kita lihat aja nanti," katanya berdiplomasi.

"Yaaah. Looser," ejek Riri. "Face it. Try to catch everything that left behind. Lagian, lo udah nggak terikat dengan siapa pun, kan? Mulai lembaran baru. Atau, sederhananya mulai berteman lagi aja. Nggak susah kan, Ben?"

Bersambung

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
DUA PULUH MENIT TERAKHIR
383      270     0     
Short Story
Setiap waktu sangat berarti. Selagi ada, jangan terlambat untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena kita tak tahu kapan waktu akan merenggutnya.
Apa ada yang salah denganku?
392      253     3     
Short Story
Apa ada yang salah denganku? Sampai-sampai mereka menatapku begitu tajam.
Tenggelam dalam Aroma Senja
277      188     0     
Romance
Menerima, adalah satu kata yang membuat hati berat melangkah jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Menunggu, adalah satu kata yang membuat hati dihujani ribuan panah kerinduan. Apakah takdir membuat hati ikhlas dan bersabar? Apakah takdir langit menjatuhkan hukuman kebahagian? Entah, hanyak hati yang punya jawabannya.
HOME
268      195     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Heart To Heart
1439      883     10     
Inspirational
Story About A Girl And Her Father
Find Dreams
222      182     0     
Romance
Tak ada waktu bagi Minhyun untuk memikirkan soal cinta dalam kehidupan sehari-harinya. Ia sudah terlalu sibuk dengan dunianya. Dunia hiburan yang mengharuskannya tersenyum dan tertawa untuk ratusan bahkan ribuan orang yang mengaguminya, yang setia menunggu setiap karyanya. Dan ia sudah melakukan hal itu untuk 5 tahun lamanya. Tetapi, bagaimana jika semua itu berubah hanya karena sebuah mimpi yan...
Last Hour of Spring
1441      748     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Kisah Kasih di Sekolah
573      364     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...
Renata Keyla
5920      1278     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Mimpi Dari Masa Lalu
659      368     4     
Short Story
Sebuah cerita yang menceritakan tentang seorang gadis yang selalu mendapatkan mimpi buruk yang menakutkan, hingga suatu saat dia bertemu seorang laki-laki disekolahnya yang bersikap aneh dan mencurigakan, tetapi ternyata laki-laki itulah yang membantu gadis itu untuk mendapatkan jawaban mengenai mimpi buruknya itu.