Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salted Caramel Machiato
MENU
About Us  

"Besok kita pulang!" Helene bersorak, kedua tangannya diangkat dengan jari-jari terkepal. Dia menoleh ke arah Bayu yang berdiri di sampingnya. Bayu tersenyum kecil sambil menggeleng melihat tingkah Helene.

 

"Dih, kok kamu jadi kalem sih?" Helene cemberut melihat Bayu. Dia tidak menduga reaksi Bayu hanya seperti itu.

 

"Lalu aku harus bagaimana? Lari keliling ruangan? Atau lompat-lompat kayak kamu tadi?" tanyanya kalem.

 

"Tapi kan nggak harus sekalem ini juga. Nyebelin, ih!" Helene mendorong bahu Bayu pelan.

 

"Nanti malam kita rayakan, yuk? Makan di angkringan. Ini malam terakhir kita berdua nongkrong di angkringan lho. Mau nggak?"

 

Bayu sengaja bicara berpanjang-panjang, agar Helene tidak menolak tawarannya. Bayu menyadari dia akan merindukan malam-malam nongkrong berdua dengan gadis "antik" ini. Perempuan yang selalu menjadi bahan ejekannya karena makannya yang banyak, tingkahnya yang kadang kekanakan, bicaranya yang seenaknya.

 

Kadang Bayu tidak habis pikir, kenapa tidak dari dulu dia akrab dengan Helene. Bukan karena Bayu jatuh cinta, tapi Bayu merasa ternyata Helene teman yang sangat menyenangkan. Hanya satu yang tidak seru ketika bersama Helene, saat pacarnya yang cemburuan itu tahu Helene hanya pergi berdua saja dengan Bayu.

 

Suatu malam Helene kelepasan bicara, ketika mereka berdua sedang nongkrong di angkringan dan pacarnya menelepon dirinya. Helene meletakkan jari telunjuknya di bibir meminta Bayu untuk diam, tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

 

"Pacarmu cemburu?" tanya Bayu to the point setelah Helene mengakhiri teleponnya.

 

Helene mengangguk, wajahnya berubah menjadi cemberut, "Padahal banyak perempuan yang mendekati dia di kafe, aku biasa aja tuh. Dia sendiri kadang menebar pesonanya kepada perempuan-perempuan itu. Walaupun itu tidak sengaja dia lakukan. Tapi kan bikin kesel!"

 

Helene langsung meremas plastik kerupuk yang berada di tangannya. Kerupuk tak berdosa itu pun berubah bentuk. Bayu hanya mendengarkan Helene mengomel.

 

"Dia itu ya... upil di depan mata tidak tampak, giliran kotoran sapi di seberang jalan kelihatan!"

 

Helene semakin kuat meremas plastik kerupuknya. Bayu ingin tertawa mendengar perumpamaan Helene. Andaikan guru bahasa Indonesianya saat sekolah mendengar perumpamaan Helene, mungkin perempuan ini sudah kena omel.

 

"Itu kan tandanya dia sayang. Punya pacar cantik sedang berduaan dengan laki-laki ganteng kayak aku kan perlu waspada juga." Bayu sengaja menggoda Helene.

 

"Iya iya, kamu ganteng! Sampai jadi rebutan di divisi finance. Eh, nggak cuma divisi finance... divisi lain juga ada yang naksir kamu."

 

Bayu sampai terbatuk-batuk mendengar kata-kata Helene. Padahal Bayu hanya bermaksud main-main dan menggoda tapi Helene berubah menjadi serius. Helene cepat menyodorkan air putih dan menepuk-nepuk punggung Bayu.

 

"Baru dengar kayak gini aja kamu langsung batuk-batuk. Kamu tahu nggak, mereka pada kesel aku pergi berdua sama kamu. Semoga aja mereka nggak mendoakan yang buruk."

 

***

 

Malam ini kembali mereka duduk berhadapan, memesan beberapa kudapan ala angkringan. Seperti biasa Helene selalu kemaruk kalau berada di angkringan, kalau perlu semua makanan yang ada di situ dimakannya. Bayu berdecak kagum.

Helene tidak peduli dengan tatapan mata Bayu yang seperti mengejek dirinya, dia tetap dengan semangat 45 memakan hidangan yang ada di meja.

 

"Pacarmu pasti seneng dong tahu besok kamu akan pulang."

 

Bayu membuka percakapan. Helene hanya menggerak-gerakkan telapak tangannya sebagai isyarat untuk kata tidak. Dia tidak bicara karena mulutnya masih penuh dengan tahu goreng dan nasi teri.

 

"Pacarmu belum tahu kalau kamu akan pulang?" Helene mengangguk.

 

"Kenapa? Kejutan?" Bayu bertanya lagi untuk memastikan. Helene lagi-lagi mengangguk.

 

"Kamu sendiri?" Helene bertanya setelah dia menandaskan dua bungkus nasi teri dan tiga tahu goreng.

 

"Aku bilang kalau besok akan pulang. Dan sambutannya biasa saja. Aku kira setelah lama tidak bertemu dengan ku rasa rindunya akan meluap-luap. Ternyata tidak seperti yang aku pikirkan."

 

Bayu terlihat bersedih. Helene menepuk punggung tangan Bayu, salah satu kebiasaannya kalau menghibur seseorang.

 

"Mungkin dia tipe perempuan yang tidak terlalu ingin menunjukkan perasaannya. Tenang saja, aku yakin dia akan memelukmu erat dan menciumi pipimu kalau nanti kalian bertemu."

 

"Kamu seyakin itu?"

 

"Iya, menurut kamu bagaimana? Masakan kamu tidak tahu bagaimana sifat calon istrimu? Kamu tiga tahun ngapain aja sih!"

 

Helene mendekatkan wajahnya ke wajah Bayu, hingga Bayu bisa merasakan embusan napasnya.

 

"Nggak usah mikir macem-macem deh." Bayu mendorong kening Helene dengan jari telunjuknya.

 

"Dih, siapa yang mikir macem-macem! Aku bukan sejenis makhluk yang ingin tahu urusan orang ya. Aku cuma merasa aneh, kamu tidak tahu apakah pacarmu itu berubah atau memang begitu lah dia adanya. Kalau dia memang berubah, kamu harus tahu kenapa dia berubah. Cuma itu kok!"

 

"Oke, aku tahu maksudmu!" Bayu menghela napas.

 

"Jangan jangan kamu yang mikirnya jorok!"

 

Helene tersenyum menggoda, dia berkata sambil memutar-mutar jari telunjuknya di depan wajah Bayu.

 

"Ah, sialan!" Bayu menggenggam jari telunjuk Helene, dia tertawa terbahak-bahak.

 

"Lain kali jangan gunakan senyummu yang terlihat sangat menyebalkan itu!"

 

Bayu masih tertawa, sulit menghentikan tawanya ketika matanya bertemu dengan wajah Helene.

 

"Jadi kamu akan memeluk erat pacarmu dan menciumi pipinya?" Bayu bertanya dengan nada geli.

 

"Oh, tentu saja... aku akan memeluk dirinya erat kalau perlu sampai dia merasa sesak napas. Aku akan menciumi pipinya sampai mampus! Kenapa? Kau iri?" Sekali lagi Helene mengeluarkan senyum mengejek.

 

"Dasar kamu!" Bayu tidak mampu meneruskan kalimatnya, dia sibuk menahan tawanya agar tidak lepas seperti tadi. Bayu tidak ingin semua orang di angkringan melihat dirinya.

 

***

 

Helene melihat seorang perempuan dari kejauhan memandang ke arahnya dan Bayu yang sedang berjalan sambil mendorong troli. Bayu tersenyum sangat lebar, matanya tak lepas memandang perempuan berbaju putih yang terus melihat ke arahnya.

 

"Calon istrimu?" Helene bertanya.

 

"Iya, dia perempuan yang selama ini aku ceritakan ke kamu. Hari ini dia terlihat sangat cantik. Ternyata dia datang menjemput ku."

 

Bayu tetap tersenyum sumringah. Senyum Bayu menular pada Helene, "Makanya nggak usah pakai kasih kejutan segala, jadinya nggak dijemput kan? Iri nggak Lo?" Kali ini Bayu mengejek Helene.

 

Satu bulan bersama perempuan itu, membuat Bayu merasa nyaman berbicara dan bercanda dengan Helene. Apalagi kalau Helene mulai bertingkah ajaib.

 

"Sudah sana, dia sudah menunggu kamu!"

 

Helene meminta Bayu berjalan lebih cepat. Helene dapat membaca bahasa tubuh perempuan itu kalau dia sangat merindukan Bayu.

 

"Aku ingin mengenalkan kamu ke calon istriku."

Begitu bertemu Bayu langsung memeluk pinggang Adinda, dia menunjukkan rasa rindunya. Helene merasa canggung berada diantara mereka berdua dan ingin segera berlalu. Lagi pula dia sudah sangat rindu pada Dion.

 

Setelah Bayu memperkenalkan dirinya pada Adinda. Helene langsung berpamitan. Helene berjalan cepat mendorong trolinya. Dionisius, aku rindu!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mesin Waktu Ke Luar Angkasa
145      126     0     
Romance
Sebuah kisah kasih tak sampai.
Seperti Cinta Zulaikha
1818      1186     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
A Poem For Blue Day
235      182     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
DELUSION
6374      1871     0     
Fan Fiction
Tarian jari begitu merdu terdengar ketika suara ketikan menghatarkan sebuah mimpi dan hayalan menjadi satu. Garis mimpi dan kehidupan terhubung dengan baik sehingga seulas senyum terbit di pahatan indah tersebut. Mata yang terpejam kini terbuka dan melihat kearah jendela yang menggambarkan kota yang indah. Badan di tegakannya dan tersenyum pada pramugari yang menyapanya dan menga...
Only One
1098      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Mimpi Membawaku Kembali Bersamamu
624      440     4     
Short Story
Aku akan menceritakan tentang kisahku yang bertemu dengan seorang lelaki melalui mimpi dan lelaki itu membuatku jatuh cinta padanya. Kuharap cerita ini tidak membosankan.
Goresan Luka Pemberi Makna
1993      1480     0     
Short Story
langkah kaki kedepan siapa yang tau. begitu pula dengan persahabatan, tak semua berjalan mulus.. Hanya kepercayaan yang bisa mengutuhkan sebuah hubungan.
Angel in Hell
536      405     0     
Short Story
Dia memutar-mutar pena di genggaman tangan kanannya. Hampir enam puluh detik berlalu dan kolom satu itu masih saja kosong. Kegiatan apa yang paling Anda senang lakukan? Keningnya berkerut, menandakan otaknya sedang berpikir keras. Sesaat kemudian, ia tersenyum lebar seperti sudah mendapatkan jawaban. Dengan cepat, ia menggoreskan tinta ke atas kertas; tepat di kolom kosong itu. Mengha...
Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
1811      1040     2     
Romance
Kim Na Byul. Perempuan yang berpegang teguh pada kata-kata "Tidak akan pacaran ataupun menikah". Dirinya sudah terlanjur memantapkan hati kalau "cinta" itu hanya sebuah omong kosong belaka. Sudah cukup baginya melihat orang disekitarnya disakiti oleh urusan percintaan. Contohnya ayahnya sendiri yang sering main perempuan, membuat ibunya dan ayahnya berpisah saking depresinya. Belum lagi teman ...
Sunset in February
984      546     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.