Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salted Caramel Machiato
MENU
About Us  

Thalita berlari di samping Dion secepat yang dia bisa. Tubuh mereka begitu dekat, bahkan bersentuhan. Thalita tidak bisa berkonsentrasi dengan langkah kakinya, bahkan ada saat konsentrasinya nyaris buyar ketika tanpa sengaja tubuh Dion merapat ke punggungnya. Thalita hampir terjatuh. Dion refleks memegang tangan Thalita. Itu semakin membuat jantung Thalita berdetak dengan cepat. "Hati-hati!" Sepatah kata itu keluar dari mulut Dion.

 

***

 

Helene menandaskan salted caramel machiato, croissant-nya pun sudah aman di dalam perut, tinggal remah-remah yang tersisa di piring saji. Ninit yang masih menyesap kopinya sedikit demi sedikit dan mencuwil cheesee cake, memandang Helene dengan pandangan mencemooh, "Anak perempuan cantik, tapi makan nggak bisa cantik," katanya.

 

"Aku lapar, cuacanya sangat cocok pula." Helene nyengir lebar, begitu pun dia masih saja terlihat cantik. Itu adalah salah satu yang Ninit kagumi dari Helene.

 

Bagi Ninit, temannya itu adalah sosok perempuan yang sempurna. Cantik, cerdas, rendah hati, pekerja keras. Ninit pernah mengatakan kekagumannya pada Helene. Perempuan 'sempurna' itu menjawab, "Aku kalau kentut bau. Di mana letak sempurnanya?" Jawaban yang menurut Ninit sangat semprul dan Ninit langsung melempar Helene dengan bantal.

 

"Cepat habiskan kopimu, nanti kita kena marah bos kalau berlama-lama di sini!" Helene memberi perintah. Ninit hanya mencibir.

 

***

 

Di pelataran mal Dion menurunkan jaketnya yang sudah basah terkena air hujan. Thalita memeluk tubuhnya, mengusap-usap agar dia merasa hangat. Dion memandangi Thalita sambil mengibaskan jaketnya. "Kita masuk sekarang?" tanya Dion, yang dijawab dengan anggukan.

 

"Kamu hanya ingin membeli buku, kan?" Dion bertanya memastikan. Biasanya perempuan sangat suka window shopping, sedangkan Dion tidak ada waktu untuk itu. Dia juga harus bersiap untuk bekerja nanti malam.

 

"Jangan khawatir, aku hanya akan membeli buku. Aku tidak terlalu suka window shopping, jadi tenang saja."

 

"Oh, bagus lah kalau begitu!"

 

"Kamu nggak suka ya jalan sama aku? Atau kamu merasa terganggu?" Tidak tahu apa yang membuat Thalita menanyakan hal itu, akhirnya dia merasa sebal dengan dirinya karena sudah menanyakan hal tidak penting. Sampai saat ini Dion masih berada di sisinya, harusnya dia merasa bersyukur bukannya malah nyinyir bertanya.

 

Dion menghentikan langkahnya kemudian melihat Thalita dengan kening berkerut, "Maksudnya?"

 

"Aku takut kamu merasa terpaksa menemani aku." Thalita berusaha memperbaiki kerusakan yang sudah dia perbuat. Dia mencoba meralat ucapannya. Sikapnya menjadi serba salah, apalagi harus berhadapan dengan tatapan Dion yang tajam.

 

"Aku setuju untuk menemani kamu, kan? Aku tadi tidak menolak, lalu mengapa kamu masih menanyakan hal itu?" Thalita menangkap ucapan yang sedikit sinis dari Dion.

 

"Maafkan aku!" Hanya itu yang mampu dikatakan Thalita.

 

Dion tersenyum, "Ayo, setelah dari sini aku masih punya keperluan lain." Thalita mengangguk. Dia jadi paham kenapa Dion bertanya apakah dia hanya membeli buku.

 

***

 

Ninit sedang berada dalam radius seratus meter dari Dion dan Thalita ketika melihat mereka berdua. Sedangkan temannya yang cantik- Helene - berada di sampingnya tapi terlalu sibuk menerima telepon. Tidak fokus dengan langkahnya, sebentar-sebentar berhenti untuk menjawab telepon.

 

"Len! Helene! Ada mas gondrong, tuh!" Ninit menyenggol lengan Helene yang sibuk dengan ponselnya.

 

"Heh!" Helene memusatkan perhatiannya pada Ninit, tidak mengerti maksud Ninit.

 

"Tuuuhhh!" Ninit mengarahkan pandangannya ke arah Dion yang kemudian diikuti oleh Helene. Ternyata Dion sudah menghentikan langkahnya dan memandangi Helene. Dion berdiri terpaku. Helene tersenyum melihat Dion lalu dia mendekat. Matanya melihat Thalita yang berdiri di samping Dion.

 

Siapa perempuan ini? Mungkin temannya? Aku akan meminta penjelasan padanya?.Tapi tidak sekarang, waktunya sangat tidak tepat. Lagi pula Ninit tidak tahu kalau aku dan Dion adalah sepasang kekasih. Aku belum ingin menjelaskannya pada Ninit.

 

Ternyata saat Dion salah tingkah begini, dia terlihat begitu menggemaskan. Dan... oh, aku ingin perempuan itu menyingkir dari sisi Dion.

 

***

 

Dilihat seperti itu membuat Dion menjadi serba salah, dia ingin menjelaskan pada Helene bahwa antara dirinya dan Thalita tidak ada hubungan apa pun selain pertemanan biasa. Namun, waktunya tidak tepat.

 

"Hai Mas gondrong! Masih ingat saya?" Helene tersenyum manis... sangat manis. Dion berharap di balik senyum yang manis itu tidak ada keinginan untuk mencabik-cabik dirinya karena bersama Thalita.

 

Apa itu mas gondrong? Nama panggilan apa itu? Dion hampir tertawa melihat Helene bersandiwara, apa lagi mendengar panggilan untuk dirinya 'mas gondrong', kayak nggak ada nama panggilan yang lebih keren.

Baiklah, aku juga akan bersandiwara!, "Kita pernah ketemu dimana, ya?" Dion tampak berpikir, pura-pura lupa.

 

"Di kafe." Helene menjawab singkat. Senyumnya sudah tidak semanis tadi.

 

"Biasanya memang begitu, pengunjung kafe lebih ingat dengan saya daripada ingatan saya ke pengunjung, karena jumlahnya banyak." Dion menjawab kalem, sikapnya sudah lebih santai.

 

"Oh!" Hanya itu yang keluar dari mulut Helene, tak ada lagi senyuman yang menghiasi wajah Helene.

 

"Maaf, saya sudah mengganggu, Mas," kata Helene lagi. Sikapnya berubah menjadi kaku. Helene menggamit tangan Ninit dan beranjak dari tempat itu.

 

***

 

Sialan! Apa tadi dia bilang...dia tidak ingat? Seharusnya dia tidak perlu mengatakan itu!

 

Huh! Kan dia yang mengejar aku, berusaha untuk mendapatkan perhatianku! Awas aja nanti!

 

Helene terus menyumpah dalam hati. Dia marah dengan cara Dion bersandiwara. Helene merasa Dion sudah membuat dia malu. Apalagi tadi dia yang menyapa lebih dulu dengan kesan sok akrab. Di mana ditaruh mukanya di depan Ninit dan perempuan itu. Jangan sampai mereka menganggap aku sebagai salah satu penggemarnya. Helene merasa hatinya bagai diremas-remas, sungguh menyakitkan.

 

***

 

"Kamu kenapa sih diam aja! Sebel ya sama Mas gondrong?" Ninit menebak dengan tepat.

 

"Enggak!"

 

"Trus kenapa dong?" Ninit ngotot bertanya.

 

"Enggak apa-apa!"

 

"Kayaknya tadi setelah ketemu Mas gondrong, kamu jadi begini?" Ninit tetap dengan pendiriannya, tidak tergoyahkan oleh jawaban Helene yang singkat dan judes.

 

"Eh, kamu nggak cemburu, kan?"

 

"Ih, jangan nuduh dong! Ngapain juga aku cemburu?" Helene menaikkan nada suaranya.

 

Ninit terdiam, baru kali ini Ninit melihat Helene marah. Ninit meraba, pasti ada sesuatu antara Helene dan Mas gondrong? Tapi apa?

 

Ninit didera rasa penasaran. Namun, dia takut untuk bertanya lebih lanjut. Dibiarkannya rasa penasaran menggantung di udara. Sampai di kantor, Helene lebih banyak diam dan bicara seperlunya saja.

 

***

 

Jam 9.00 malam, Helene masih berada di depan laptop. Sedari pulang dari gerai di mal, dia tidak beranjak dari meja kerjanya. Tampangnya sangat serius, hingga Ninit tidak berani mengganggu. Bahkan untuk sekadar bertanya saja Ninit tidak berani.

 

Tadi katanya dia tidak mau menemaniku lembur, sekarang dia malah di sini dan menikmati pekerjaannya.

 

"Len!" Ninit memanggil, suaranya pelan tapi sangat jelas terdengar di ruangan yang sepi. Ruangan yang hanya terdiri dari tiga makhluk, yaitu Ninit, Helene, dan Togap.

 

"Hmm!" Helene menjawab, matanya fokus melihat Ninit.

 

"Kebiasaan kalau jawab cuma hmm!" Ninit mengomel.

 

"Ada apa?"

 

"Nggak pulang? Aku sudah selesai. Mau pulang sama-sama?" Helene mengangguk.

 

***

 

Dion tidak tenang berada di kursinya, sesekali matanya melirik ke pintu masuk. Tak sekali pun dia melihat Helene masuk. Apakah dia marah?

 

 

Dion mencoba mengirimkan pesan, dan tak satu pun pesannya dibaca. Dion tahu, dia sudah berbuat salah pada Helene.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Titik
349      231     0     
Romance
Ketika semua harapan hilang, ketika senyummu menjadi miliknya. Tak ada perpisahan yang lebih menyedihkan.
PEREMPUAN ITU
546      381     0     
Short Story
Beberapa orang dilahirkan untuk membahagiakan bukan dibahagiakan. Dan aku memilih untuk membahagiakan.
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
765      467     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Kutu Beku
377      252     1     
Short Story
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang lelaki yang berusaha dengan segala daya upayanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya, melepas rindu sekaligus resah, dan dilputi dengan humor yang tak biasa ... Selamat membaca !
A CHANCE
1963      880     1     
Romance
Nikah, yuk!" "Uhuk...Uhuk!" Leon tersedak minumannya sendiri. Retina hitamnya menatap tak percaya ke arah Caca. Nikah? Apa semudah itu dia mengajak orang untuk menikah? Leon melirik arlojinya, belum satu jam semenjak takdir mempertemukan mereka, tapi gadis di depannya ini sudah mengajaknya untuk menikah. "Benar-benar gila!" 📌📌📌 Menikah adalah bukti dari suatu kata cinta, men...
Heliofili
2728      1195     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Keep Your Eyes Open
495      340     0     
Short Story
Ketika mata tak lagi bisa melihat secara sempurna, biarkan hati yang menilainya. Maka pada akhirnya, mereka akan beradu secara sempurna.
Renjana
532      391     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
850      494     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
BIYA
3326      1162     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...