Sekeluarnya ia dari halte bus yang pertama, Joanne harus berjalan kurang lebih seratus meter lagi sebelum sampai pada halte bus yang kedua. Saat duduk di halte bus, ia merasakan dejavu akan dua orang yang tak pernah ia temui juga duduk di sana
Kedua orang itu mengenakan pakaian kerja berupa kemeja dengan luaran jas serta blazer berwarna serasi. Lelaki di sebelahnya membukakan susu cokelat kemasan yang sudah dihangatkan karena uap yang terus mengepul dari lubang sedotan. Sedangkan perempuan di sebelahnya terus tertawa kecil melihat kekonyolan lelaki itu yang terus merintih panas karena jarinya tak sengaja terkena susu cokelat yang tumpah sedikit.
Joanne juga ikut cekikikan melihatnya. Tak sengaja Joanne melihat sebuah kalung yang merupakan cincin di leher perempuan itu.
“Kalung yang indah...” Gumam Joanne tanpa sadar.
“Benarkah?” mata perempuan itu berbinar-binar sambil memainkan cincin yang melingkar di lehernya itu
“Iya, saya baru tau kalau cincin juga bisa dijadikan kalung seperti itu,” ucap Joanne tulus.
Bus kedua datang tak lama setelah obrolan singkat mereka.
Joanne yang terakhir masuk memilih kursi paling depan. Ia tak ingin duduk di belakang berdesakkan dengan semua orang di sana. Ia meletakkan tasnya dipangkuannya lalu duduk menatap ke jendela.
Sekitar lima menit kemudian, bus berhenti pada salah satu halte. Kedua orang yang tadinya mengobrol dengan Joanne lalu turun dari pintu depan. Sebelum turun, keduanya menganggukkan kepala mereka canggung, Joanne balas tersenyum. Pintu akhirnya tertutup dan ia meneruskan perjalanannya.
Saat memasuki pintu universitasnya, gerbang berwarna cokelat itu sedang dilewati banyak orang. Sebagian dari mereka bergerak cepat, sebagian lainnya berjalan perlahan sambil menikmati cuaca yang sedang bagus saat itu. Terik matahari terasa amat menyenangkan walaupun panasnya menyengat.
Beberapa waktu lalu saat diumumkan ia berhasil masuk ke universitas yang ia inginkan, Joanne sempat bingung dengan jurusan yang akan ia ambil. Tapi akhirnya ia mengambil ilmu manajemen bisnis karena ia lebih menyukai dirinya untuk berkecimpung dalam dunia bisnis
Untuk para mahasiswa baru yang akan masuk, mereka diarahkan untuk mengambil tempat duduk pada hal yang luasnya sanggup menampung ribuan orang
Ada banyak orang di sana, pakaian mereka serempak. Kemeja putih yang normal dengan celana panjang berwarna hitam seperti seharusnya
Acara dimulai dengan perkenalan jajaran dosen pengajar, namun ada satu dosen yang menarik perhatian Joanne
Saat pertama kali melihat wajahnya, ia malah teringat dengan seseorang yang sepertinya sudah pernah ia temui
Dosen itu dibantu oleh beberapa orang yang mendorong kursi rodanya. Lelaki dengan rambut lurus yang disisir ke sebelah kiri itu meraih pelantang suara dengan susah payah. Ia amat humoris, semua yang ia lontarkan adalah lelucon yang disukai anak muda
Sampai ada salah seorang yang menanyakan tentang kondisi fisiknya itu
Tapi anehnya, seolah lelaki itu sudah menerima keadaan.
Ia pun menjawab, “Walaupun dengan fisik seperti ini, ternyata aku masih sanggup bekerja, bahkan aku bisa mencari istri loh, hahahah.”
Suara tertawaan semua orang menggelegar di aula yang luas itu
“Karena itu, kalian semua juga, meskipun dunia begitu kejam dengan kalian. Yang harus kalian perjuangan adalah diri kalian sendiri, tidak peduli harus jatuh berapa kali, tidak peduli dengan kekurangan diri sendiri. Asalkan kau yakin dan percaya, keajaiban seolah datang menghampiri. Seperti mimpi saja. Haha,” lagi-lagi lelaki itu tertawa dengan ceria. Guratan-guratan halus di wajahnya menunjukkan dirinya yang bahagia dengan dirinya sendiri
“Seperti mimpi...” Gumam Joanne
Akhirnya riuh tepuk tangan semua orang menggelegar di seluruh aula dan selesailah hari pertama perkuliahannya dimulai. Setelah berpamitan dengan beberapa orang yang baru ia kenal, Joanne segera keluar dari sana.
Hari itu, gemerlap di mata beberapa orang yang tak sengaja ia temui terlihat menakjubkan
Joanne melangkah perlahan setelah melewati gerbang utama. Setelah berjalan beberapa langkah, Joanne berhenti di tepi jalan menunggu lampu lalu lintas berubah. Di depan terlihat sebuah gedung pencakar langit yang memiliki layar besar seperti televisi. Layar itu menampilkan wawancara dengan seorang aktris cantik
Aktris yang dikenal akhir-akhir ini karena penampilannya bukan sebagai pemeran utama namun, bisa menarik perhatian semua orang sebab cara beraktingnya yang berbeda.
Aktris itu duduk dengan kaki yang dilipat ke samping, ia duduk berhadap-hadapan dengan pembawa acara.
“Awalnya aku terpuruk karena mengira karirku sudah jatuh setelah menerima pemeran ini.” Ia tertawa, perlahan matanya menjadi lebih sendu. “Tapi ternyata ini adalah awal baruku. Seperti seseorang yang kutemui di mimpi, dia juga yang meyakinkanku tentang karirku. Aneh yah, kenapa harus mimpi? Tapi mimpi itu terasa nyata dan aku tidak pernah melupakannya.” Senyum merekah dari wajah aktris itu
“Wah! Pengalaman yang menarik, tapi seseorang itu siapa dirinya? Orang yang anda kenal?” tanya pembawa acara
Aktris itu menggeleng, “Entahlah, aku tidak mengenalnya.”