Jun menatap gadis itu tak percaya. Residivis katanya! Orang setampan dirinya seorang residivis? Apa yang ada dipikirin gadis sinting ini
“Kau gila?
“Untuk apa mereka mengejarmu?! Sial!” Gadis itu segera melepaskan pegangannya dari baju Jun. Gadis itu memberikan ekspresi jijik sekaligus kecewa
“Kau sungguh-sungguh? Sekarang, kita harus berlari lagi.
“Aku lelah berlari! Biarkan saja kita ditangkap.
“Gadis sinting!
“Apa?!” suara gadis itu meninggi
“Kalau tertangkap-“ Jun tak habis pikir kalau ia harus menjelaskannya di sini saat ini. “Kau akan dikurung ke ruang depresi dan mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama!”
Gadis itu melongo tak percaya, “Katakan dong sejak tadi! Ayo, kita harus lari!” Gadis itu menarik piyama Jun menjauh.
Karena keduanya yang berlari menjauh, membuat Bombi segera melepaskan pegangannya pada lelaki yang tadi ia tangkap
Sejenak kemudian, terdengar suara Bambi. “Ketua! Biar aku yang mengejar mereka, kau kan-
Suara kedebum terdengar keras. Bombi jatuh tersungkur, wajahnya menabrak lantai abu-abu. Suara itu beriringan dengan perubahan cuaca di balik lorong. Semuanya berubah menjadi mendung, Bambi segera berlari ke arah berlawanan agar tidak terkena masalah. Sekonyong-konyong ia terus menjauh dari Bombi
“Apa yang terjadi? Kenapa cuacanya berubah?
“Bombi sudah marah! Cepat, cari pintu apapun itu. Menyelip masuklah, tinggalkan aku di sini. Aku akan mencegah Bombi agar tidak menangkapmu.
Gadis itu menoleh, memandang Jun tajam. “Karena sudah terjadi, kenapa aku harus meninggalkanmu? Lagipula aku sudah melihat pintu yang terbuka. Kita berdua harus berhasil menyelip. Ke sini!” mereka terjebak ke dalam sebuah pintu
Sekilas Jun bisa melihat warna kuning keungguan. Sekali lagi, mereka terjebak dalam ketakutan seseorang. Jun menghela napas berat, setidaknya ini lebih baik daripada mimpi buruk miliknya.
Ia melihat gadis itu yang terus berlari menariknya. Tubuh keduanya terasa ringan, gadis itu juga tampak menikmatinya. Semua ketegangan ini malah terasa lebih menakjubkan. Ia sendiri tidak pernah berpikir bahwa mimpi akan se-menyenangkan ini. Tanpa sadar, Jun tersenyum cerah meskipun ia ketakutan setengah mati saat Bombi mengejar mereka dengan amarahnya yang memuncak.
Gadis itu melirik ke belakang. Ia menjulurkan lidahnya sembari menarik kelompak mata bawahnya seperti mengejek ke arah Bombi. Jun sempat-sempatnya tertawa sebelum akhirnya keduanya menghilang di balik selembar pintu aneh itu.
-
Ruangan itu gelap, tidak ada satupun penerangan yang membantu mereka. Tanpa sadar, Joanne menggengam tangan lelaki itu, ia tak melepaskannya walaupun ia tak begitu mengenal lelaki itu. Tapi, tangan hangat itu membuatnya lega.
Di ujung sebuah ruangan, terdapat seorang perempuan yang duduk di tengahnya. Rambutnya berantakkan, matanya hitam gelap seolah tak berujung. Ia meringkuk, memeluk kedua lututnya. Tidak ada lampu, namun gadis itu tampak diliputi cahaya yang menguar dari tubuhnya.
“Dingin... takut...” perempuan itu bergumam sendiri.
Tiba-tiba tubuhnya melemah, ia jatuh di antara lantai tak beralas. Sejenak, banyak tangan yang menguar dari dinding gelap itu. Mereka seolah meraup tubuhnya, menariknya secara paksa agar tidak berbaring di sana
“Aku takut.” Perempuan itu semakin menjadi-jadi. Tubuhnya tak bisa mendengar perintahnya lagi
“Aku sudah lelah! Biarkan aku! Pergilah!”
Tapi tangan besar itu malah menyeretnya berdiri. Seberapa keras pun ia meronta, seolah semua bayangan itu memiliki kekuatan yang lebih kuat lagi. Perempuan itu akhirnya hanya pasrah
“Aku sudah lelah,” ulangnya lagi. “Aku tak ingin lagi, aku tak bisa lagi. Dengan apa aku harus melawan? Hancur sudah. Semuanya sudah hancur, karirku...
Lelaki itu menggengam tangan Joanne semakin erat. Joanne bisa merasakan ketegangan yang terjadi, jantungnya berdegup lebih kencang.
Sebuah tangan besar menutupi mata Joanne. Ia hampir berteriak, tapi suara lelaki itu lirih terdengar di telinganya
“Jangan melihatnya, ilusi mimpi buruk biasanya bisa seburuk ini.
“Ba-bagaimana dengan kau.” Joanne menggengam tangan yang menutupinya
“Tidak apa, aku sudah terbiasa. Tapi kau, orang yang amat ceria. Mimpi buruk yang memiliki ilusi tidak baik untukmu.”
Joanne semakin menggengam tangan besar itu erat, “Selama ini... apa kau baik-baik saja?
Lelaki itu terdiam
“Kau pasti tidak baik-baik saja, kan?” lanjut Joanne. Ia segera membalikkan tubuhnya, menggunakan kedua tangannya ia segera menutupi mata lelaki itu
Lelaki itu bergerak mundur beberapa langkah. “A-apa yang kau lakukan?!
“Tenanglah, aku ataupun kau, tidak satupun dari kita yang harus melihat mimpi buruk. Jadi seperti ini saja. Kau tidak melihatnya karena aku menutupi matamu. Sedangkan aku tidak melihatnya karena tubuhku berbalik arah dari perempuan tersebut.”
Keduanya terdiam lagi.
“Kau harus tau, kalau terlalu lama berada pada mimpi ilusi. Kemungkinan besar kita juga akan merasakan mimpi ilusi yang-“ belum selesai lelaki itu berbicara. Joanne merasa tubuhnya dipeluk sesuatu yang besar
Seketika dirinya melesat menjauh dari lelaki itu. Ia melayang di antara ruang tanpa batas, dirinya terombang-ambing
Karena pusing, ia jadi tak melihat jelas apa yang terjadi. Tapi lagi-lagi wajah lelaki itu bereskpresi khawatir. Lelaki itu berlari mendekat sebelum sebuah tangan juga ikut meraihnya menjauh.
-