Joanne sendiri juga memiliki mimpi yang selalu muncul kalau dia mengalami kelelahan berlebihan. Tapi, setelah libur sekolah, ia tak pernah memimpikannya lagi. Apalagi setelah mengetahui dunia mimpi yang sebenarnya, ia tak pernah dengan sengaja memasuki ruangannya
Joanne membenamkan wajahnya di bantal yang empuk. Sudah hampir 1 minggu berlalu semenjak mimpi terakhir kali. Ia berharap hari ini mimpi itu datang lebih cepat daripada apapun. Kepercayaannya soal mimpi mulai melemah lagi, ia mulai meragukan apa yang terjadi
Suara dentingan jam terdengar keras, ia berusaha berguling ke sana dan ke sini. Tapi sulit tertidur di jam yang lebih awal ketimbang waktu tidurnya yang biasa.
Kemudian ia menarik selimutnya sampai menutupi wajahnya. Di antara kehangatan yang timbul, matanya mulai menutup karena kelelahan. Ia seolah di sihir dan terjatuh ke mimpi yang tak pernah ia duga
Joanne terbangun diantara orang-orang yang berlalu lalang. Ia menghirup dalam-dalam seluruh aroma mimpi yang terasa seperti bau sinar matahari bercampur bau tanah yang basah
Joanne segera berbalik dan akan berjalan ke arah berlawanan. Tapi ia dikejutkan sesuatu sehingga langkahnya terhenti. Di depannya saat ini ada sebuah tembok besar berwarna hitam legam. Banyak orang yang pergi berjalan melalui tembok itu
Selama ini, Joanne mengira lorong yang panjang dan ramai tanpa henti ini tidak memiliki ujung. Yang ternyata ujung dari lorong itu hanyalah sebuah dinding gelap yang bisa dilintasi.
Joanne penasaran dengan apa yang ada di baliknya. Ia menjulurkan tangannya untuk pertama kalinya. Tidak ada apa-apa di dalamnya, tidak ada pintu juga tidak ada orang iseng yang menarik dirinya
Tapi biasanya setiap pintu hanya bisa digunakan oleh satu orang kecuali ada pemimpi sadar yang menyusup. Namun, dinding besar gelap ini berbeda, semua orang bisa masuk dari sana. Tapi tak ada satu orang pun yang keluar dari sana
Joanne memahami sedikit maksudnya, artinya setelah masuk, ia tak akan bisa keluar.
Joanne merasa baju bagian belakangnya ditarik oleh sesuatu. Ia menoleh dengan takut-takut, kalau saja di belakangnya adalah Bambi, maka habis sudah kehidupan mimpinya
Tapi ia menemukan lelaki berambut gandum itu ada di sana. Wajahnya penuh dengan keringat, ia masih mencoba menarik napas dalam-dalam
“Jangan masuk ke sana.” Ia memperingati Joanne
“Ada apa?
“Ruang Depresi.
Mata Joanne langsung tertuju ke tembok gelap itu. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sudah cukup dengan kelakuan Bambi yang sering membuatnya terkejut. Lalu apa ini? Ruang depresi? Untuk apa ruang itu ada di dunia mimpi
“Aku bisa tau apa yang kau pikirkan,” kata lelaki itu lagi. “Ruang depresi hanya diberikan untuk orang yang tidak ingin bermimpi. Mereka yang merasa sedih sampai sulit tidur, atau mereka yang tidak punya waktu untuk tidur lebih lama. Ada banyak faktor yang membuat orang-orang tersebut memilih ruang depresi.
Lelaki itu menjelaskannya panjang lebar bahkan sebelum Joanne bertanya
Joanne menelan ludah, “Lalu, kau pernah masuk?
Lelaki itu mengangguk
“Apa yang ada di dalamnya?
“Tidak ada, hampa.
“Bukankah tidak bermimpi itu menyenangkan? Banyak yang mengatakan tidur nyenyak itu terjadi kalau kau tidak memimpikan apapun.
Lelaki itu tampak ragu untuk menjawab. “Benar, tapi ruang depresi bisa menjadi ruang tanpa batas. Yang artinya, kau tak akan pernah tau kalau-kalau nantinya kau akan mendapatkan mimpi buruk secara tiba-tiba. Ruang depresi tidak semenyenangkan itu.
Joanne melirik sebentar, kemudian ia memutuskan untuk berjalan menjauh dari sana. Untuk saat ini, ia tak ingin mendapati dirinya jatuh dalam mimpi buruk.
“Baiklah, mari kita menjauh.” Meskipun langkah kaki Joanne terus bergerak ke arah berlawanan. Ia tetap tidak bisa melepaskan pandangannya pada tembok itu.
Hari itu, dunia mimpi terasa bergerak lebih lambat. Mereka berdua terus berjalan tanpa arah dalam diam
“Apakah kau pernah memimpikan mimpi buruk?” tanya lelaki itu mendadak
“Tentu saja pernah, siapa yang tidak pernah. Tapi, ada satu mimpi yang selalu membekas. Mimpi itu bagaikan sebuah cuplikan kejadian. Aku tak mengingatnya terlalu jelas, apakah itu benar-benar hanya mimpi atau kejadian yang pernah terjadi.” Joanne melihat ke bawah, ia melihat kedua kakinya yang terus bergerak
“Benar, semua orang pasti memiliki mimpi seperti itu.
“Kalau begitu, kau sudah lama berada di sini sebagai pemimpi sadar?” tanya Joanne balik
“Ya, entah sudah berapa lama.
“Apa yang kau lakukan kalau berada di lorong ini sendirian? Pastinya kau memasuki mimpi-mu sendiri kan? Apa mimpi yang kau alami selalu berbeda?
Lelaki itu menggeleng, tengkuk lehernya terlihat kaku. “Aku akan menunggu di lorong sampai cairan merah di dalam diagramku penuh.
“Kenapa?
“Karena, ruanganku hanya punya satu mimpi. Dan aku membencinya.
Mereka berdua akhirnya terdiam lagi.
Joanne menarik lengan baju lelaki itu. “Aku selalu bermimpi tentang anak laki-laki yang kutemui di rumah sakit. Anak itu menangis dengan kencang di ruang tunggu operasi. Saat di sana, aku mendengar suara panik orang-orang. Sebuah kasur dorong dari rumah sakit masuk dengan terburu-buru saat kami ada di sana. Lalu mimpi itu terus berulang-ulang. Terkadang aku masih memimpikan tempat yang sama, namun dengan cerita berbeda. Potongan-potongan mimpi itu mirip seperti puzzle.”
Langkah lelaki itu terhenti, “Jadi, kau membenci mimpi itu?
Joanne menggeleng, “Tidak, aku lebih benci dengan ingatanku. Aku benar-benar tidak tau apakah itu hanya mimpi atau memang pernah terjadi. Semuanya terasa nyata, kepanikan semua orang, bau rumah sakit, suara tangisan anak itu.” Joanne memainkan jarinya
“Dejavu?
“Bukan. Pasti bukan. Apa itu mimpi buruk?
“Tidak, mimpi seperti itu adalah kenangan.”
Joanne tersenyum, “Benar, sebuah kenangan. Tapi melihat anak itu menangis membuat hatiku ikut sakit.
“Berhenti di sana!” Bombi mendekati salah satu pintu yang terbuka, kelopak-kelopak bunga sakura yang bermekaran jatuh di dekat sana
Orang-orang terus berjalan tanpa peduli, sedangkan Bombi menarik tangan pria yang jatuh terduduk di salah satu pintu yang terbuka. Bambi segera datang dari belakang mereka. Ia bergegas memapah lelaki itu bersamaan dengan Bombi. Mereka membawanya ke arah Joanne berdiri saat ini.
“Apa yang akan terjadi kalau kita sampai ketahuan dan tertangkap oleh keduanya?” Joanne menengok ke lelaki itu
Lelaki itu hanya menggeleng sembari membalas tatapan Joanne. “Aku juga tidak tau. Selama ini, aku belum pernah sekalipun tertangkap.Oleh karena-
“Kalian, lelaki berambut gandum! Kau harusnya pemimpi sadar yang kutangkap sejak lama. Berhenti di sana dan jangan bergerak?” Suara Bombi menggelegar. Rasanya seperti ada kilat yang terus menyambar
“Kau!” Joanne memelototi lelaki itu. “Residivis?!”
“Hah?!”