Carl terbangun dengan matanya yang berair. Aliran air mata itu menimbulkan bekas pada wajahnya.
Ia langsung bangkit dari kasurnya. Dari balik meja kerjanya, ia menemukan buku catatan Julia yang terakhir kali ia bawa dari rumah sakit. Carl sendiri tak pernah membaca sampai habis buku tersebut. Ia ingat betul semua momen yang sudah ia lalui bersama Julia. Tidak ada alasan baginya untuk membaca ulang
Tapi, hari itu sedikit berbeda. Ada kerinduan yang muncul dari lubuk hatinya. Karena itu, ia segera mengambil buku itu, mendekapnya erat. Ia mengendus wewangian yang sama seperti parfum Julia biasanya. Wangi itu membangkitkan kembali kenangannya
Carl membuka halaman per halaman, membacanya dalam diam. Tentu saja air mata juga tak berhenti mengalir dari kelopak matanya. Air mata yang mengalir itu terasa panas
Sampai ia berada di akhir catatan yang merupakan hari terakhir sebelum Julia pergi selama-lamanya. Sebuah catatan dengan tulisan tangan miring yang sengaja ditulis pada bagian terakhirnya
Catatan itu diawali dengan kata “Untuk Carl
Napas Carl memburu, jantungnya berdegup lebih kencang. Ia takut akan mendapati hal yang ia takutkan seperti sebelumnya
Ia membaca dengan lantang isi surat itu
“Maaf karena sudah meninggalkanmu sendirian di dunia ini. Tapi ketahuilah, sampai kapanpun, aku terus mencintaimu. Banyak hal yang kita lewati, banyak hal pula yang tak bisa kulupakan pada pertemuan kita setiap harinya. Kau ingat susu coklat itu? Aku tak bisa meminumnya karena alergiku pada susu. Tapi, aku tetap menerimanya, aku meletakkan semua kotak susu bekas itu di kamarku. Aku memberikan tanggal pada setiap kotak susu itu. Wah, rasanya seperti mimpi saja. Perlu kau ketahui bahwa kau adalah orang yang pertama dan mungkin terakhir, orang yang paling kucintai di dunia ini
Tapi, aku tau tentang kondisiku. Aku akan tiada, tidak ada lagi harapan soal kehidupan. Kalau aku tiada nanti, jangan pernah salahkan dirimu. Jangan pernah berpikir kau tak diperkenankan untuk mencintai perempuan lain. Pergilah, lupakan aku dan cintai perempuan itu. Aku benar-benar penasaran apakah pada akhirnya kau bisa melupakanku? Aku harap kau akan melakukannya. Carl, kau boleh bahagia, kau berhak bahagia. Jangan pernah melihat ke belakang lagi. Kebahagiaanmu… adalah kebahagiaanku juga. Berbahagialah, cintaku.
Carl menjatuhkan buku itu, ia jatuh terduduk. Dirinya sendiri tak pernah percaya bahwa Julia sudah merelakan kehidupannya. Ketakutan akan kematian pastinya terus membuncah membuatnya yakin kalau ia tak bisa menahan Carl selamanya.
Carl segera menekan nomor di teleponnya. Terdengar suara sambungan di seberang sampai satu kata tiba-tiba terdengar lagi
“Halo...
Setelah percakapan singkatnya, Carl segera bersiap. Ia kembali melihat jari jemarinya yang terselip sebuah cincin. Carl mengecup dalam-dalam cincin itu sebelum ia melepaskannya dan menyelipkannya di dalam kantong
Di antara semua orang yang duduk di sana, Odelia duduk di dekat jendela besar mengenakan gaun panjang berwarna biru tua. Ia selaras dengan siang hari yang agak mendung
Carl tak bisa menahan langkahnya, ia bergerak dengan langkah cepat. Melewati setiap pelayan yang mencoba bertanya padanya. Beberapa kali Carl menepis bahu mereka lembut dan bergerak semakin cepat
Ia saat ini berada di depan gadis itu.
Carl langsung merogok kantongnya, mengeluarkan cincin yang dulu ia kenakan. Cincin itu sengaja ia letakkan di depan Odelia
“A-apa ini?” Odelia menatap Carl tak percaya. Ia yakin sekali itu cincin yang biasanya lelaki itu kenakan.
“Hari ini,” Carl mengeluarkan rantai halus panjang dari kantongnya yang satunya. Kemudian tangannya bergerak memasukkan cincin itu ke dalamnya.
Carl segera berdiri di belakang Odelia, ia memasangkan rantai itu di leher Odelia.
“Aku akan mulai membuka hatiku, aku tak pernah bisa membohongi perasaanku lagi. Aku juga menyukaimu, tapi perasaan itu tidak pernah bisa kukatakan dengan lantang. Karena...” Carl berhenti sejenak
Odelia mengelus lembut kalung di lehernya. “Karena kau masih mencintai Julia.
“Maaf.
Odelia menggeleng. “Tidak, tidak masalah meskipun kedepannya nanti kau akan mencintai kami berdua. Aku tidak akan pernah melupakannya. Karena itu, tolong jangan lupakan Julia dan tetaplah mencintainya.” Odelia berbalik, ia mengumbar senyuman paling ceria.
Mata Carl terasa panas. “Terima kasih.”