Sejujurnya, setelah perbincangan mereka yang pertama kali. Perempuan itu mengembalikan uang biaya bus, lalu pergi menjauh tanpa berbicara sepatah katapun.
Carl menyadari ada hal yang aneh, tapi itulah yang ia takutkan kalau berbicara dengan lawan jenisnya. Meskipun tidak ada pembicaraan aneh yang Carl lontarkan, perempuan itu terus berusaha untuk menghindari Carl sebisa mungkin
Namun, pembicaraan kedua mereka terjadi saat jam pulang kantor
Memang sedari pagi, cuaca tidak terlalu mendukung karena mendung gelap menghampiri kota tempat Carl tinggal. Carl sempat berpikir untuk membawa payung bersama dengannya, namun akhirnya ia hanya membawa sebuah jaket yang agak tebal. Membawa sebuah payung besar agak menyulitkannya karena ukurannya yang besar. Sedangkan tasnya tidak cukup untuk menampung payung lipat berukuran sedang
Sesampainya di halte bus yang biasanya. Perempuan itu masih belum sampai di sana. Carl duduk seperti biasanya, melakukan hal seperti biasanya pula.
Setelah menunggu beberapa lama, bus hampir saja pergi saat perempuan itu tiba-tiba menghentikan pintu bus yang hampir tertutup
Ada perasaan lega di hati Carl melihat wajah perempuan itu. Mendadak Carl menjadi heran dengan dirinya sendiri, untuk apa ia peduli pada Perempuan yang tak dia kenal? Untuk apa pula ia merasa lega dengan hal seremeh itu? banyak pertanyaan menghingapi otaknya sekarang.
Puncaknya pada waktu hampir pulang kerja. Hujan deras benar-benar melanda, angin bertiup dengan kencang hampir meruntuhkan pohon-pohon di jalan yang ia lewati. Carl membungkus tasnya menggunakan plastic pelindung yang memang sudah ia sengaja sediakan. Lalu ia memakai jaket tebalnya, setidaknya jaket itu bisa membantunya sedikit terhindar dari ganasnya hujan yang turun.
Saat tiba di halte bus, orang pertama yang ia lihat di sana adalah perempuan itu.
Perempuan itu memeluk erat tubuhnya, terkadang ia menggosok-gosok tubuhnya dengan kuat. Seluruh bajunya basah karena hujan yang melanda. Bahkan atap halte bus pun tak bisa menahan air hujan yang menerpanya. Hujan tersebut terus menghujamnya dengan ganas
Carl segera berlari, kemudian ia langsung melepaskan jaket miliknya. Carl bergerak lebih dekat dengan perempuan itu, ia mulai merentangkan jaket miliknya. Lalu meletakkanya di pundak perempuan yang tengah duduk sendirian di halte bus
Untuk sesaat, Perempuan itu menatap Carl dengan tatapan berbinar-binar. Ia segera memakai jaket itu dan langsung merasakan kehangatan dari jaket tersebut.
“Kau baik-baik saja?” tanya Carl basa-basi
Perempuan tersebut hanya mengangguk, tubuhnya masih sedikit gemetaran karena bajunya yang basah
Carl melepaskan tasnya. “Tolong jaga tasku sebentar, ya.” Setelah itu, ia segera berlari melintasi hujan yang semakin deras
Perempuan itu bingung, tapi ia tetap memeluk tas milik Carl
Tak beberapa lama, Carl kembali dengan mengapit erat sebuah plastik bungkusan dari supermarket. Sesampainya ia di halte bus, Carl segera mengeluarkan susu coklat yang mengeluarkan uap.
Ia sengaja mengapit plastic tersebut agar minumannya tidak kemasukan air hujan, serta menjaga kehangatan susu cokelat yang sengaja ia beli
Carl segera menyodorkan susu tersebut dengan paksa, kemudian mengambil kembali tas miliknya.
Perempuan itu hanya diam memandangi secangkir susu hangat di tangannya. Sejenak kemudian, ia mengeluarkan suara tawa yang halus
Terakhir kali pertemuan mereka, perempuan itu selalu menghindar. Tapi, kini ia malah tertawa dengan ceria diantara air hujan yang terus membasahi mereka berdua
“Terima kasih,” satu kata dari perempuan tersebut menyadarkan Carl
“Oh? Aku kira kau membenciku?” Carl memiringkan kepalanya karena heran
“A-anu, tidak!” Seru Perempuan tersebut. “Aku hanya…” Wajahnya memerah
Carl langsung meletakkan tangannya di dahi perempuan tersebut. “Kau sakit?
“Tidak!” teriaknya lebih keras. “Aku! A-Aku takut jatuh cinta denganmu!
Untungnya di halte bus tersebut tidak ada siapapun melainkan hanya mereka berdua saja.
“Hah?” Carl mengira ia salah mendengar apa yang diucapkan perempuan tersebut
“A-awalnya aku tidak berpikir kalau akan jatuh cinta. Tapi, cinta pada pandangan pertama itu nyata adanya.” Perempuan itu menutupi wajah dengan kedua tangannya
Carl terdiam, ia tak tau harus bagaimana membalas ucapan Perempuan ini. Bahkan ini pertama kalinya ia mendapati ada seorang perempuan yang menyukainya. Rasanya seperti mimpi saja, tapi suara hujan yang lebat membangunkannya
“Maaf,” Untung ada satu kata yang keluar dari mulut Carl. “Namaku Carl, siapa namamu.”
Tidak mungkin Carl bisa balik membalas perasaan perempuan tersebut tanpa tau namanya. Lagipula, dari awal pun Carl sudah tertarik dengan perempuan tersebut. Keceriaannya, wajahnya yang cantik, aroma yang selalu menguar dari perempuan tersebut, semua hal itu bisa membuat Carl menyadari perasaannya pada perempuan tersebut
“Julia…
“Nama yang indah, Aku tak tau bakalan ada seorang perempuan yang menyukaiku. Ini aneh sekali.” Carl tertawa canggung sambil menggaruk-garuk pelan kepalanya
Julia tiba-tiba saja mengangkat kepalanya. “Kau, baik, juga tampan, bahkan kau seperti memiliki pesonamu sendiri. Belum lagi kau membantuku yang kesulitan padahal kita tak saling mengenal. Hari ini pun kau memberiku jaket serta minuman hangat ini. Bagaimana mungkin aku tak menyukaimu?!” perempuan itu berkata dengan menggebu-gebu. Matanya menampilkan kilatan bersinar secara mendadak
Carl seperti terserang listrik di tubuhnya. Ia menjadi malu, lalu memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya.
Saat ini, Carl akhirnya paham apa itu kata ‘cinta’ yang biasanya tak ia pedulikan sama sekali.
Kata-kata terakhir yang ia ingat sebelum pulang hanya satu. “Hari ini, hari pertama kita berkencan, kan?”. Carl hanya mengangguk mengiyakan.