Surakarta, 14 Februari 2012.
Dear Diary,
Waktu itu masih senja, aku melihatnya lagi saat mengantar sahabatku pulang. Dan yang lebih mengejutkan adalah, dia yang ternyata adalah Kakak dari sahabatku. Sahabatku nomor satu, Daisy.
Lagi-lagi, aku berdebar melihatnya. Apakah ini yang dinamakan cinta pertama seperti yang orang-orang katakan?
Rasanya, terlalu cepat menyimpulkan. Tetapi, aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya. Wajahnya selalu terpatri dalam ingatanku, juga setiap detail pertemuan kami.
Jika memang ini cinta pertama, akankah cinta pertamaku berhasil?
Orang bilang, jatuh cinta sepaket dengan luka, dan cinta pertama hanya akan berakhir menjadi kenangan. Lantas, mampukah aku?
Bagaimana jika aku benar-benar mencintai Kakak dari sahabatku sendiri?
Apa artinya aku sedang mempertaruhkan persahabatanku yang sangat berharga?
Seorang pria membolak-balik lembaran kertas yang mulai lusuh dengan jarinya. Bukan pertama kali ia membacanya, namun setiap baris kata yang tertulis selalu membuatnya menampilkan berbagai macam ekspresi dan rasa yang bergejolak.
Sepuluh tahun.
Sepuluh tahun berlalu, dan menjadikannya pecundang. Membiarkan seorang gadis yang begitu tulus padanya, pergi dari sisinya. Andai saja ia lebih berani dulu, akankah hubungan mereka berhasil? Mungkin saja, kini mereka sudah menikah, memiliki anak yang lucu, dan bisa jadi mereka akan menjadi keluarga yang bahagia.
Namun, nyatanya semua itu hanyalah angan. Ia terlanjur menyakiti, dan segalanya berakhir dengan penyesalan. Ia masih ingat betul, ketika Daisy, adiknya yang waktu itu tak begitu dekat dengannya, masuk ke dalam kamarnya, hanya untuk bercerita bahwa dia memiliki teman baru. Hari-hari setelahnya, Daisy akan terus bercerita tentang teman barunya, yang kemudian adiknya sebut dengan sahabat. Hubungan dengan adiknya menjadi hangat, hanya karena menceritakan seseorang yang lantas membuatnya penasaran.
Tesalonika Dahayu Ivory, nama yang terpatri dalam ingatan, juga... hatinya.
Sahabat dari adiknya, sekaligus sosok yang diam-diam juga dicintainya. Daisy memanggilnya Tesa, katanya itu merupakan panggilan kesayangan, meski sebenarnya panggilan gadis itu adalah Ayu, dan dia sendiri lebih setuju dengan itu. Seperti paras dan sifatnya, menurutnya Ayu memang lebih cocok.
Dia masih mengingat jelas, setiap cerita yang selalu Daisy lontarkan tentang Ayu, semakin dalam pula ia mengagumi gadis itu, semakin dalam juga ketakutannya tentang segala yang dia rasakan. Daisy baru memiliki satu sahabat yang sangat baik, bagaimana jika perasaannya pada sahabat adiknya itu menjadi batu sandungan dari persahabatan mereka? Mengingat hubungan persaudaraan mereka yang menghangat, setelah peristiwa kelam yang terjadi dalam keluarga mereka. Tidak hanya itu, banyak pertimbangan lain yang membuatnya memangkas rasa yang belum bertumbuh dengan benar.
Namun, sekarang, dia tak ingin lagi salah langkah. Jika memang kesempatan itu masih ada, ia akan lebih memperjuangkan. Terdengar sangat tidak realistis, tetapi begitulah adanya.
Sepuluh tahun memang bukan waktu yang singkat, beberapa wanita datang silih berganti hanya untuk memasuki hatinya. Tetapi, tidak ada satupun yang membuat nama Ayu berpindah dari hatinya. Beberapa sahabat mengatakan rasa itu hanyalah penyesalan, sedangkan hatinya meyakini jika ia masih cinta. Mungkin, memang cintanya telah habis untuk Ayu? Atau itu adalah karma karena ia telah melukai hati seorang gadis yang begitu tulus?
Entahlah, tetapi dia benar-benar menikmati karmanya sekarang, karena rasanya, dia memang tak lagi bisa jatuh cinta.
"Mas Ndaru! Gercep dong! Hanya ini yang Daisy bisa bantu."
Suara nyaring adiknya membawanya kembali pada realita hidupnya yang membosankan, meski saat ini ia sedikit sibuk karena harus membantu mengurus persiapan pernikahan adiknya. Sesegera mungkin dia memasukkan notes yang terlihat lusuh itu ke dalam tas kerjanya.
Ndaru menggapai puncak kepala adiknya, mengacaknya pelan. Tak apa, jika dia harus dilangkahi oleh adik satu-satunya, jika bayarannya adalah kembali bertemu dengan Tesalonika Dahayu Ivory, sahabat terbaik yang adiknya punya.
"Thank's ya."
Garis bibirnya mulai tertarik, begitu dari kejauhan dia melihat seorang gadis membawa satu set kebaya, dan dress modern khas bridesmaid. Kali ini, Ndaru akan bersungguh-sungguh, juga sangat siap menghadapi segala risikonya, termasuk jika gadis itu sudah telanjur membencinya.
bersambung...