“Dia seperti langit senja selalu membuatku kagum, begitu indah di pandang namun sangat sulit dilupakan.”
_Haniah Rifka Annisa_
***
Terkadang Allah membatalkan rencanmu atau menghentikan rencanamu bukan karena Allah tidak mengabulkan keinginan mu. Sebab ada hal lain yang sudah Allah persiapkan untukmu, berkhusnudzon terhadap rencana Allah jauh lebih baik.
Kamu memiliki rencana namun Allah memiliki kendali nya, seberapa banyak angan dan rencanamu tetap rencana Allah lah pemenang nya. Bukan nya tidak adil akan do’a yang kamu panjat kan, karena Allah tahu apa yang kamu butuhkan bukan apay an kamu inginkna.
Baik untukmu belum sepenuhnya bak di mata Allah, begitupun sebaliknya yang menrutmu buruk belum tentu buruk di hadapan Allah. Sebab segala sesuatu sudah Allah pasangkan masing-masing dengan hamba nya, jika engkau tidak berjodoh dengan salah satu hambanya mungkin engkau akan berjodoh dengan kematian.
Semua sudah di atur dengan baik, semua sudah tertakar sesuai dengan kebutuhan nya. Seberapa besar usahamu untuk mendapatkan nya sekali pun Allah tidak mentakdirkan nya menjadi milikmu dia tidak akan pernah menjadi milkmu.
Hati tidak bisa paksa kan, begitupun dengan cinta keduanya tidak pernah salah, sebab cinta adalah fitrah setiap insan manusia. Sebagai manusia sebaiknya bisa mengendalikan hati dan perasaan agar tidak timbul rasa iri, dan mengendalikan rasa cinta dengan baik.
Semenjak kejadian tadi pagi mood Haniah semakin memburuk, Haniah di percayakan untuk mengurus ekstra vocal tim hadroh di pesantren dan juga vocal qiro’a.
“Han, acara perlombaan festival banjari di Surabaya jadi kapan?” Tanya Aruna.
Sedangkan Haniah tetap diam seolah tidak mendengarkan ucapan Aruna sama sekali. “Haniah ada apa degan kamu??” Ucap Aruna lagi.
“A-da apa Run?” Balik tanya Haniah tersadar dari lamunan nya.
“Astaghfirullah, kamu sejak tadi ngelamun terus Han.”
“Maaf, gak fokus.”
“Aku tanya fevban di Surabaya jadi tanggal berapa? Biar kitab isa mempersiapkan.”
“InsyaAllah tangal 5 atau gak 6 deh.”
“Pastinya tanggal berapa?”
“Entar deh aku lihat lagi.”
“Btw kamu lagi mikirin apa memang nya?”
“Lagi gak mood aja Run.”
“Pasti ada sebab nya sampai kamu gak mood gini.”
Haniah menghela nafas dalam, selama ini hanya Aruna sahabat dekat nya dan hanya dia juga yang mengetahui tentang perasaan nya yang mencintai gus Azmir.
“Gak mau cerita sama aku?”
“Emmm, kamu udah tahu mengenai berita tentang gus Azmir?”
“Berita apa? Aku gak tahu apa-apa baru pulang sama mbk Lia habis beli rebana.”
“Beliau udah nikah.” Sauth Haniah dengan tatapan sendu.
“HAH?!” Sauth Aruna sambil menutup mulutnya karena terbuka lebar saking terkejutnya.
“Jangan jeras-keras.” Tegur Haniah.
“Serius Han? Jangan aneh-aneh deh gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba petir.”
“Kenyataan nya gitu, tadi pagi aku dengar sendiri dari gus Azmir.”
“Gimana ceritanya???” Sauth Aruna begitu penasaran.
Haniah segera menjelaskan kepada sahabatnya, Aruna sangat kaget mendengar cerita Haniah karena di luar dugaan semua orang pastiya.
“Sabar, resiko mencintai dalam diam mah gini Han harus siap-siap patah hati.”
“Gue paham, tapi gak Ikhlas aja hati aku lihat gus Azmir sama gads gila.”
“Masa gue kalah sama gadis gila kaya Rara.” Kesal Haniah.
“Istighfar, gak baik kaya gitu lagian mereka berdua udah jodoh.”
“Sekuat apa pun kamu berusaha gak akan bisa pisahin beliau degan istri nya.” Sambun Aruna.
“Gak mood aku, kamu aja yang ajar vocal.” Ketus Haniah dan langsung pergi meninggalkan Aruna.
“Banyakin istighfar.” Teriak Aruna.
Haniah tidak memperdulikan perkataan sahabat nya, dan meninggallkan Aruna begitu saja, hatinya masih sangat kesal dan kecewa karena kalah saing dengan gadis gila.
***
Sedangkan di sisi lain sejak kejadian tadi pagi Rara tidak mau jauh-jauh dari gus Azmir bahkan Rara juga ketakutan terus meskipun gus Azmir dan yang lain nya berusaha menenangkan Rara.
Ning Maira pun juga berusaha membuat Rara tenang tpi usaha mereka semua gagal, Rara juga tidak mau di sentuh siapa pun kecuali gus Azmir di samping nya. Jadi gus Azmir terpaksa meminta ustadz lain untuk menggantikan nya mengajar di pesantren seharian ini.
“Umi, kok bisa ya santri di sini bersikap seperti itu? Tindakan mereka udah masuk pembulyan mi.” Ucap ning Maira.
“Umi juga heran, tapi mereka semua sedang menjalankan hukuman nya, semoga saja mereka tidak akan mengulangi kejadian ini lagi.”
“Iya umi, kasihan Rara jadinya kejiawaan nya sudah terganggu sekarang terguncang lagi.”
“Umi juga kasihan nak, seharusnya Rara berada di sini hatinya bisa tennag.”
Ning Maira mengangguk pelan, “Kita sabar aja umi.”
“Maira pulang dulu mi, kasihan Rafan di rumah sendirian sama mbk ndalem.”
“Hisyam kemana nak?”
“Ada meeting katanya mi, jadi nanti yang gantiin ngajar Maira.”
“Rafan bawa kesini aja, biar umi yang jaga siapa tahu dengan adanya anak kamu Rara bisa sedikit melupakan kejadian tadi pagi.”
“Tapi, umi gak repot hari ini?”
“Jadwal umi kosong hari ini.”
“Alhamdulillah, maaf ya mi jadi ngerepotin.” Sauth ning Maira merasa tidak enak merepotkan ibu mertua nya.
Umi Maryam mengangguk pelan sambil mengulas senyum, setelah kepergian ning Maira, umi Maryam segera menelfon dokter yang menangangi Kesehatan Rara untuk berkonsultasi mengenai guncangan yang Rara alami tadi pagi.
***
Sudah 1 bulan lamanya Rara tinggal di pesantren, sedkit demi sedikit sepertinya kondisi kejiwaan Rara semakin membaik sudah tidak lagi tertawa keras, tak lagi melamun, dan tak lagi tiba-tiba menangis.
Semua santriwati pun tidak ada yang berani merundung Rara lagi, meskipun dalam kondisi Rara yang seperti ini mereka tetap menghormati nya sebagai ning mereka.
Hari ini gus Azmir akan berniat mengajak Rara pergi jalan-jalan keluar kota, gus Azmir memilih kota Yogyakarta karena disana memang suasa nya menyejukkan dan akan membantu pemulihan kejiwaan Rara.
Dokter juga menyarankan hal yang sama agar pikiran Rara bisa tenang tanpa bayang-bayang kejadian 2 bulan silam yang membuat kondisi kejiwaan nya terganggu.
Disaat mereka mau berankat tiba-tiba Haniah meminta izin untuk pulang karena di minta oleh orang tua nya pulang. Haniah ingin menolak permintaan orang tua nya untuk pulang ke Garut, tapi ia tidak bisa membantah perkataan orang tua nya.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Sauth mereka serempak.
Pandangan mata Haniah teertuju pada gus Azmir yang sedang menyuapi Rara, sedangkan bu nyai Maryam sedang mutholaah kitab. Sudah sejak lama Rara juga kurang suka dengan Haniah sebab sikapnya pasti cari muka di hadapan suami dan mertua nya.
Memang kejiwaan Rara terganggu tapi ia tidak mau sampai pandangan gus Azmir teralihkan pada Haniah. Setelah melihatan tatapan Haniah kea rah nya Rara semakin memperlihatkan manja nya pada gus Azmir.
“Bang Az.” Panggil Rara dengan suara amat lembut..
“Iya Ra.”
“Rara haus.”
Gus Azmir mengangguk pelan kemudian meletakkan pirin dan mengambil air putih. “Bismillahhirrahhmanirrahim, pelan-pelan biar gak tersedak.”
Rara mengangguk sambil minum air dari gelas yang gus Azmir pegang, sedangkan Haniah semakin terbakar api cemburu melihat keromantisan Rara dan gus Azmir.
“Haniah?” Panggil bu nyai Maryam, karena Haniah tak kunjung melanjutkan ucapan nya.
“I-iya umi.” Sauth Haniah gelagapan.
“Ada apa??”
“Haniah mau izin pulang mi hari ini.”
“Kenapa mendadak nak?”
“Ayah tadi telfon dan meminta Haniah pulang hari ini.”
“Ada yang menjemputmu?”
Haniah menggelengkan kepala nya pelan, “Haniah naik bus saja mi nanti.”
“Nanti berangkat bareng Azmir saja, kalau supir sedang keluar Bersama abah.”
“Bagaimana Az? Gakpapa kalau Haniah ikut sampai stasiun.” Sambung umi Maryam sambil menatap kea rah putra nya.
“Tergantung Rara mi mau atau tidak.” Sauth gus Azmir.
“Rara boleh aja, biar Rara ada temen nya.” Celetuk Rara sambil tersenyum.
“Hah??? Aku kira diantar gus Azmir aja, ternyata satu mobil sama cewek gila.” Gerutu Haniah dalam hatinya.
“Alhamdulillah kalau gitu, kamu Bersiap saja nak nanti datang ke ndalem sekitar jam 9.”
“Iya umi terima kasih, maaf merepotakan.”
“Tidak masalah nak.” Sauth umi Maryam sambil mengulas senyum.
Haniah mengangguk pelan sambil mengulas senyum dan segera meninggalkan ndalem, sedagkan Rara masih melanjutkan sarapan nya. Selama 1 bulan terakhir gus Azmir benar-benar sabar dan telatin mengurus Rara, bahkan gus Azmir rela menolak semua tawaran undangan menisigi kajian demi istrinya.
Jngan² gus azam jg ad rasa sama rara jg
Comment on chapter Bab 06- Pertemuan Rara & Gus Azmir