“Jauh atau dekat, lama atau singkat, jika memang Allah sudah mentakdirkan untuk terikat, suatu saat akan disatukan dengan cara yang tidak pernah diduga.”
_Muhammad Azmir Hikam_
***
Sekitar pukul 2 dini hari gus Azmir baru pulang ke pesantren sedangkan gus Azam masih berada di masjid. Gus Azmir pulang sebentar agar umi dan abah nya tidak cemas, apa lagi ponsel gus Azmir sejak tadi mati karena kehabisan batrai.
Ceklek…
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.”
“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.” Sauth serempak abah dan umi nya.
“Ya Allah, kamu dari mana aja Az? Umi sama abah dari tadi nungguin kamu pulang, umi telfon juga tidak aktif.” Sambung umi Maryam.
Umi Maryam merasa khawatir karena putranya tak kunjung pulang, karena tadi pagi meminta izin hanya mengisi dua kajian saja tapi sampai larut malam baru pulang ke rumah.
“Maaf umi abah, sudah membuat kalian khawatir.”
“Sebanrnya kamu pergi kemana?” Tanya kiayi Ahsan juga merasa heran karena tidak biasanya putranya bersikap seperti ini.
“Azmir bisa jelaskan.” Sauth gus Azmir sambil duduk sofa.
Bu nyai Maryam segera mengambilkan air putih dan memberikan kepada putra nya. “Minum dulu, baru cerita.”
“Iya umi.”
Setelah usai meneguk segelas air putih, gus Azmir baru meceritakan semuanya kepada abbah dan umi nya. Keduanya sampai tertegun mendengar cerita putranya, mungkin keluarganya mengamalkan Al Qur’an sampai meninggal pun salah satu putri nya sampai tak tersentuh oleh kobaran api.
“Innalillahi wa innalillahi raji’un, semoha khusnul khotima.” Sauth kiayi Ahsan dan bu nyai Maryam.
“Lantas sekarang jenazah nya di bawa ke mana nak? Apa lagi rumah duka terbakar.” Tanya bu nyai Maryam.
“Ada di masjid umi.”
“Kenapa tidak kamu bawa ke pesantren Az?” Sambung kiayi Ahsan.
“Tadi Azmir juga punya inisiatif untuk mebawa jenazah ke pesantren bah, tapi melihat waktu nya sudah larut takutnya menganggu istirahat para santri.”
“Iya bah, yang dikatakan Azmir benar.” Tambah bu nyai Maryam.
Gus Azmir mengangguk pelan, ia ingin mengatakan tentang wasiat yang di Amanah kan pada nya tadi. Namun gus Azmir merasa was-was jika keluarga nya tidak menerima Keputusan yang ia buat secara sepihak.
“Abah, umi.” Panggil gus Azmir lirih.
“Kenapa?” Sauth bu nyai Maryam.
Sedangkan kiayi Ahsan sejak tadi memperhatikan raut wajah putranya, seolah paham jika putra nya saat ini sedang memiliki beban besar. Entah masala hapa lagi yang mengganggu pikiran putranya.
“Hal apa yang mengusik pikiran mu Az.” Ucap kiayi Ahsan.
Gus Azmir memberanikan diri untuk mengatakan kebenaran nya kepada abah dan umi nya. “Sebelum beliau meninggal, alm memberikan wasiat kepada Azmir.”
“Wasiat apa nak?” Sauth bu nyai Maryam.
“Azmir di minta untuk memilih sala satu putrinya.”
“Lalu kamu memilih nya atau tidak?” Tanya bu nyai Khadijad.
Sedangkan kiayi Ahsan memilih dia dulu menyika cerita putra nya. “Azmir memilih putri pertama nya, karena pada saat itu pilihan nya hanya putri pertama dan putri kedua nya. Asal abah dan umi tahu setelah Azmir memilih salah satu beliau meminta Azmir untuk menjaga nya, dan menikahi nya.”
Deghh…
Sontak saja penuturan gus Azmir barusan membuat keduanya kaget bukan main, karena permintaan nya tidak lah mudah untuk di lakukan.
“Apa jawaban mu Az?” Tanya kiayi Ahsan.
“Azmir mengiyakan permintaan beliau, karena Azmir melihat nya sedang sakaratul maut mungkin dengan jawaban Azmir bisa mempermudah sakaratul mau beliau.” Sauth gus Azmir sambil menghela nafas dalam.
“Nak, kamu tahu akibat dari Keputusan yang kamu ambil hah??”
“Ya Allah, Keputusan besar ini Az kenapa kamu memutuskan nya sepihak tanpa menanyakan pertimangan kami dulu.”
“Bagaiaman dengan pinangan dari guru mu? Apa yang mau kamu katakana?!”
Cecer pertanyaan dari sang umi, jujur Keputusan putra nya ini salah karena ia mempertaruhkan masa depan nya dengan menikahi gadis yang tidak tahu asal usul nya, bahkan bagaimana latar belakang keluarga nya saja tidak tahu.
“Azmir tahu, ini salah tapi Azmir tidak memiliki pilihan lagi umi.”
“Abah tolong nasehati dia, ini kesalahan besar dalm hidup putra kita.” Ucap bu nyai Maryam sambil menatap ke arah suami nya.
Kiayi Ahsan mengehla nfaas dalam, ia mencoba mengerti bagaimana sulit nya berada di posisi putranya saat itu. “Mau bagaimana lagi mi, putra kita sudah mengiyakan bahkan ucapan nya sudah di dengar oleh alm. Jika Azmir tidak menjalankan wasiat terakhir nya akan berdosa dan Azmir akan merasa bersalah karena tidak menjaga putri ala. Apa lagi alm sudah memberikan kepercayaan untuk menjaga dan melindungi putri nya.” Sauth kiayi Ahsan.
“Jadi, maksud abah menyetujui Keputusan Azmir??”
“Bah, kitab isa membicarakan hal ini baik-baik dengan putri nya, umi yakin pasti gadis itu akan paham dan menolak wasiat ini.” Sambung bu nyai Maryam.
“Umi maafkan Azmir, bukan maksud Azmir melukai perasaan umi.” Ucap gus Azmir merasa menyesal.
Sedangkan sang umi hanya diam sambil menatap kea rah nya, terlihat dari sorot mata nya bagaimana kecewa nya umi terhadap Keputusan yang ia ambil tadi.
“Istirahat lah Az, biar abah yang menjelaskan pada umi mu.” Titah kiayi Ahsan.
“Tapi, Azmir akan Kembali ke masjid bah.”
“Kembalilah nanti subuh, pejamkan matamu sebentar.”
“Baik bah, Azmir pamit umi.”
Bu nyai Maryam masih saja terdiam, ia merasa kecewa dengan Keputusan putra nya. Sedangkan gus Azmir masuk ke dalam kamar nya, ia akan membersihkan dirinya dulu.
Setelah kepergian gus Azmir, kaiyi Ahsan dan istrinya melanjutkan perbincangan mereka. Kiayi Ahsan berusaha untuk menjelaskan dengan baik-baik kepada istri nya. Meskipun bu nyai Maryam masih tidak terima, ia berusaha untuk membuka pikiran nya agar bisa mengerti dengan situasi yang terjadi pada saat itu.
“Bah, lalu bagaimana kita mentakan hal ini kepada gus Azar dan istri nya? Mau di taruh mana muka kita bah.” Lirih bu nyai Maryam.
“Sudah banyak putri kiayi yang di tolak oleh Azmir, umi berharap kali ini tidak tapi kenyataan nya hal itu terulang Kembali.” Sambung nya lagi.
“Jodoh tidak bisa di paksaka mi, meskipun kita sebagai orang tua juga mengingkan jodoh yang baik untuk putra kita, tapi Allah lah yang memutuskan nya.”
“Mungkin ini lah jalan Allah agar ilmu yang Azmir dapatkan bisa di amalkan kepada istri nya sendiri mi.” sambung kiayi Ahsan.
Bu nyai Maryam menghela nafas dalam, untuk saat ini ia belum bisa menerima nya. “Apa umi merasa keberatan karena pernikahan mereka tidak sekufu seperti pernikahan putri kita?” tanya Kiayi Ahsan.
“Jangan disamakn dengan Arkan, meskipun dia bukan dari keluarga pesantren tapi dia santri nya gus Azar. Bahkan latar belakang keluarga nya jelas, umi tidak mempermasalahkan derajat seseorang bah tapi coba mengerti apa yang umi maksud.”
“Apa gadis itu adalah gadis baik-baik? Bagaimana bergaul nya? Itulah yang menjadi pertanyaan umi.”
“Bagaiaman pun gadis itu, Azmir dan kita juga harus menerima nya. Anggap saja ini ujian dari Allah, dan tugas putra kita mengembalikan gadis itu menjadi gadis yang baik.” Sauth kiayi Ahsan.
“Tapi bah…”
“Besok kita temui gadis itu mi.”
“Abah serius?!”
“Iya.” Sauth kiayi Ahsan sambil mengangguk pelan.
Bu nyai Maryam mengangguk pelan, ia tidak bisa terus membantah apa perkataan suami nya. Sedangkan gus Azmir merebahkan badan nya di atas Kasur, ia lupa belum mengabari gus Azam jika ia akan Kembali nanti subuh.
Gus Azmir segera menyalahkan ponselnya lagi sambil mencharger nya, jika di telfon mungkin saja akan menganggu jadi gus Azmir mengirimkan pesan singkat kepada sahabat nya. Setelah usai gus Azmir berusaha memejamkan mata nya meskipun banyak hal yang bersarang di dalam pikiran nya.
***
Pukul 03.30 dini hari gus Azmir terbangun dalam tidur nya, padahal ia baru saja memejamkan mata nya sejenak. “Astaghfirullahhaladzim.” Guman pelan gus Azmir sambil menghapus wajah nya gusar.
“Ya Allah, apa memang ini jalan yang kau tunjukan untuk hamba??”
“Apa mungkin Perempuan yang beberapa bulan ini mengusik mimpi saya adalah Rara??” Guman gus Azmir lagi.
Kali ini gus Azmir benar-benar menemukan jawaban nya dengan jelas, bahkan gus Azmir begitu yakin jika Perempuan itu adalah Rara karena suara nya yang begitu mirip sekali dengan suara Rara.
Gus Azmir segera mandi dan pergi ke masjid karena perasaan nya tidak tenang mmeninggalkan Rara disana, apa lagi tidak ada pihak keluarga lain hanya ada sahabat nya di sana.
Setelah usai bersiap gus Azmir segera keluar dari kamar nya, gus Azmir mengira abah dan umi nya masih berada di dalam kamar tapi perkiraan nya salah. Abah nya sedang duduk di ruang tamu sambil membuka kitab di tangan nya, mungkin kaha bah nya tidak tidur setelah usai berbincang dengan nya tadi?
“Abah sudah sejak kapan duduk di sini?” tanya gus Azmir.
“Abah tidak bisa tidur, jadi abah mutolaah kitab saja.”
“Karena ucapan Azmir semalam kan bah?!”
“Kamu mau kemana? Belum adzan subuh ini.” Balik tanya kiayi Ahsan tanpa menghiraukan perkataan putranya.
“Hati Azmir tidak tenang bah kalau di rumah, lebih baik Azmir Kembali ke masjid.”
“Kamu sudah merasakan tanggung jawab mu Az.”
Gus Azmir menggelengkan kepala nya pelan, “Azmir tidak tahu bah, tapi hati Azmir yang menggerakkan nya.”
Kiayi Ahsan menepuk pelan Pundak putra nya, “Seperti apa pun nanti sikap nya maupun perilaku nya kamu harus siap menerima nya Az.”
“Abah menerima Keputusan Azmir??”
Kiayi Ahsan mengangguk pelan, “Jangan risaukan mengenai umi mu, insyaAllah perlahan akan bisa mengerti dan menerima nya.”
“Maafkkan Azmir bah, karena selama ini Azmir selalu membuat abah dan umi malu karena terus menolak pinangan dari para kiayi.”
“Sekarang Azmir Kembali melakukan nya lagi.” Sambung gus Azmir bersimpuh di kaki abah nya.
“Bangunlah jangan sperti ini, abah dan umi sudah memaafkan mu.”
“Mau bagaimana lagi Az, jodoh tidak bisa di paksa walaupun yang datang sudah baik tapi Allah mempunyai jalan lain.” Sambungnya lagi.
Gus Azmir mengangguk pelan, mungkin memang benar apa kata abah nya. Semua misteri dan mungkin ini juga teguran Allah karena selama ini gus Azmir mengecewakan hati abah dan umi nya.
Jngan² gus azam jg ad rasa sama rara jg
Comment on chapter Bab 06- Pertemuan Rara & Gus Azmir