Read More >>"> GAUNG SANGKARA (2/ Gaung, Gaung, dan masih tetap Gaung) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - GAUNG SANGKARA
MENU 0
About Us  

🌾a documentary story🌾

 

Aku? Berdasarkan opini teman tongkrongan yang hobby minum-minum, bisa dibilang aku orangnya amat problematik. Secara kebetulan, latar belakang keluargaku juga cukup membingungkan. Apa aku terlihat aneh?

Ah wartawan itu mengganggu sekali, baik, baik, aku akan segera ke intinya.

Tapi apa kalian bisa menungguku membahas akarnya terlebih dulu?

Latar belakangku dan latar belakang mantan kekasihku?

Yosh! Aku harus mulai dari mana?

Cinta pertama? Emmm, itu sama sekali tak menarik, lebih baik aku lewati saja.

Namun, obsesiku dengan penulis best-seller ini benar-benar membuatku kacau. Aku pikir dia akan berkarir sebagai pemain film atau series masa kini atau bahkan influencer yang memiliki jutaan pengikut di Instagram. Membayangkan semua itu begitu menakutkan. Aku bodoh sekali ya, menganggapnya sebagai saingan.

Tapi, kalian harus tahu. Aku bersyukur bisa mengenalnya.

)(

Para pemburu berita berjajar rapi, mereka antusias. Tapi aku lebih suka untuk mengulur waktuku untuk bercerita. Benar! Ini adalah versiku.

"Bagaimana rasanya menjadi orang yang populer sepertimu, tidak mendapatkan balasan cinta dari orang yang kau cintai dengan tulus?"

"Apa kau percaya karma?"

"Setampan apa kau di masa lalu?"

"Apa kau rajin menggunakan skincare?"

"Bagaimana rasanya di Jakarta, Bali, Toronto? Kau bisa pilih dari salah satu kota itu untuk menjadi tempat favorit!"

Menyebalkan, para wartawan sedari awal sudah menghujaniku dengan berbagai pertanyaan aneh. Aku sudah mengira, pasti akan banyak pertanyaan yang tidak masuk akal.

Aku berusaha tersenyum, berusaha membalik topeng akan jati diriku.

Tersenyum lebar, dan tetap berusaha.

"Baik, semuanya, aku akan menceritakan bagian terbaik di tahun pertama aku dan mantan kekasihku, dalam versiku! Mengenai semua pertanyaan itu, aku akan menjawabnya di akhir sesi," suasana semakin membuatku gerah, aku juga sudah sedikit malas, sembari melonggarkan dasi yang menempel di kemeja putihku.

Tak hanya pertanyaan baik dan buruk. Ada juga wartawan yang sangat kesal denganku hingga ada salah satu orang yang melemparku dengan botol minuman kosong, sepatu yang tak memiliki pasangan, bahkan celana dalam. Mereka benar-benar gila. Tapi kembali lagi, aku harus tetap tersenyum meski itu adalah kepalsuan.

Aku sebenarnya tidak mengira, apa yang ditulis oleh mantan kekasihku benar-benar memiliki efek yang luar biasa buruk untukku. Buktinya aku sampai melarikan diri hingga Kanada.

Ha? Kalian mengejekku? Aku pecundang? Kalian belum mendengarkan semuanya bukan?

Kelana, aku benar-benar kapok untuk bermain-main dengan wanita yang berbakat sepertinya. Dia benar-benar membalas dendam dengan menjual kisah kita yang buruk sebagai tameng perlindungan.

Mungkin aku terlalu berpikir cukup lama.

Dimana kamera utamanya?

1/2/3 ACTION

Ok, sudah saatnya melanjutkan?
Jadi mengenai pertemuanku dengan Kelana yang cukup agresif. Aku rasa memang cukup sulit, hingga ada di suatu titik aku merasa cocok dengannya mengenai selera musik.

Itu terjadi delapan tahun yang lalu. Pertemuanku yang ke-sembilan di sebuah Perpusnas Ibukota. Ya! Aku terlalu obsesi dengan wanita itu, gila aku! Aku saat itu seperti seorang penguntit. Di saat itu juga pun aku masih mencari kesempatan untuk bisa bertegur sapa dengannya. Ini mungkin agak seperti komedi, tapi saat itu aku berusaha untuk sengaja menabraknya, saat berbagi tempat untuk mengambil buku di lorong tempat buku. Yah! Aku berakting sebagai kutu buku, padahal aku sangat membenci membaca buku, bau buku pun aku tak suka. Itu adalah usaha mati-matian yang patut aku banggakan. Syukurlah Kelana sempat menulis bagian itu di buku. Kalian harus mengetahui bahwa aku masih memiliki cita rasa mengejar wanita tanpa pamrih. Aku tulus saat itu. Mungkin ini adalah kali pertama, jadi aku terlihat menggebu-gebu dengannya.

Emmmm, aku tidak bisa melupakan selera musik kita yang sama!

Sungguh!

"Kau lagi!" ujarnya menatapku dengan mata yang tajam, warna bolanya hitam aku ingat sekali dan itu sangat indah. Namun sayang, layar ponselnya pecah akibat aku menyenggolnya. Earphone yang melekat di telinga mungilnya itu pun juga ikut terjatuh. Aku tak sadar saat itu aku tengah membuat keributan kecil.

"Maaf, maaf!" meski sengaja, aku merasa bersalah. Aku terburu-buru mengambilkan ponselnya yang terjatuh dan buku-buku yang akan ia baca.

Terpampang jelas, dalam layar ponselnya, sebuah playlist-full-country. Aku melihat sekilas, dan cukup terkesan, Shania Twain, Jane Kramer, Carrie Underwood, dan penguasa Country Genre di era ini, Queen: Taylor Swift. Musisi-musisi itu, adalah pemusik yang berada di playlist spotify miliknya.

"Oh! Rupanya kau penikmat country song?"

"Sssttt! Kecilkan suaramu!"

Aku hanya mengangguk, meminta maaf mungkin sudah ribuan kali. HA HA! Apa aku terlihat berlebihan?

"Jadi siapa sebenarnya musisi favoritmu?" tanyaku lirih sambil berbisik-bisik, mendekatkan mulutku ke telinganya. Begitulah, kesempatan tidak datang dua kali bukan?

Kelana mengabaikanku, [dia selalu begitu] aku tak kekurangan akal, aku membuntutinya sembari asal membawa buku yang berada di sampingku, yang aku sendiri pun tidak tahu judul pastinya. Lupa, jangan suruh aku mengingatnya.

Hingga ia memilih tempat duduk yang paling strategis, dia memojok. Aku mengikuti dan terus mengikutinya, bagaikan anak anjing. Dia sama sekali tak melihatku, meskipun tanganku sudah melambai-lambai di depan wajahnya. Hingga aku cukup lelah, aku mulai ingat mengenai buku yang kubaca saat itu juga.

Itu tentang feminisme.

"Hey!!!! Apa kau aktivis feminisme?" tanyaku masih berbisik. Aku memberikan pertanyaan konyol yang membuat matanya melihat ke arahku.

Dia tak banyak berbicara, hingga melihat judul buku yang aku baca 'Feminist Fight Club' buah karya Jessica Bennett. Membolak-balik cover buku yang kubaca, depan dan belakang, ia sibuk sendiri.

Apa yang terjadi?

Tanpa tersenyum Kelana memberiku kode tangan jempol dengan apa yang aku baca di depannya.

Jadi aku benar-benar bodoh, aku mendapatkan interaksi yang ekstra dengannya bukan karena lagu, tapi karena buku. Bodoh!

"Jadi apa itu feminisme?" tanyaku lagi masih berbisik.

"Kau tak akan tahu!" jawabnya juga sembari berbisik.

"Lucunya," ujarku dalam hati.
Aku berusaha agar cepat sadar, Kelana, gadis itu benar-benar unik.

Dari semua playlist music yang ia rapikan sendiri pun, tepatnya aku menemukan daya tariknya yang selalu membuatku penasaran, gadis ini benar-benar estetik.

Lalu aku juga membenci saat itu.

Juan! Iya pacarnya, Juan! datang dan bergabung di antara kita berdua. Parahnya lagi dia duduk di samping Kelana. Tepat di depanku!

"Haloooo, lama menunggu?" celetuknya bersuara dengan volume yang begitu kecil. Seolah langganan pembaca buku di Perpusnas, ia terbiasa dengan peraturan. Sialnya, ia hanya menyapaku dengan senyuman.

Tahu apa reaksi Kelana saat itu?

Berdiri menyambut kedatangan Juan dengan sebuah pelukan. Benar-benar reaksi yang sangat berbeda 360° saat bersamaku.

Aku tak membalas sapaan Juan. Oh iya aku ingin menanyakan ini, apa aku terlihat berlebihan? Atau terlihat seperti anak kecil? Jujur, dalam hatiku kepercayaan diriku benar-benar mengecil. Meski aku mempunyai banyak tato di tubuhku, aku masih belum terlihat keren dibandingkan Juan. Dia lima level di atasku, bagaimana aku harus memanjat untuk bersaing dengannya.

Aku menutup wajahku dengan buku. Tak sanggup melihat mereka banyak berbincang. Aku mencoba mencari perhatian dengan membuat masalah baru.

Aku mengambil minuman yang ada di dalam tasku, meminumnya. Mereka sama sekali tak memperhatikanku. Saat itulah aku beraksi, berpura-pura tersedak dan sengaja menyiram buku bacaan milik Juan.

 

🦩Hallo from author🦩

Mungkin kalian akan mendapatkan sebuah perpecahan sudut pandang. Agaknya bisa jadi kalian juga akan sedikit bingung. Sejujurnya aku senang untuk menulis hal-hal yang memiliki kesan monolog. Aku menulis cerita ini, sembari membayangkan ini adalah script dari sebuah film dokumenter sungguhan. Dan aku juga turut tenggelam di dalamnya. Sebagai penulis yang sedikit egois, tanpa mengikuti aturan-aturan kepenulisan. Aku hanya bisa berusaha keras, untuk menyajikan sebuah konsep yang berbeda.Dari awal memiliki konsep unik adalah ciri khas ku. Berusaha berbeda adalah hal-hal yang cukup aku buat sebagai sebuah prinsip.

Salam manis, SUN MONEY

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WINGS "You Never Walk Alone"
611      378     2     
Fan Fiction
Vi, pria dingin dengan sikap acuhnya dan dingin membuat siapapun tidak mau berurusan dengan dirinya. Pria itu begitu teguh pada pendiriannya dan tidak mudah goyah. Ia didik begitu keras oleh Ayahnya. Hingga ia bertemu dengan gadis bernama Rua yang memiliki sikap konyol dan selalu membuatnya kesal. Dibalik sikap konyol Rua ternyata gadis itu menyimpan penderitaan yang sama dengan Vi. Mereka butuh ...
Semacam kentut tapi bukan
341      215     0     
Short Story
Terburu-buru tapi bukan dikejar setan. Dia keluar tanpa diminta dan bukan pada waktu yang tepat.
Kentut Pembawa Petaka
325      203     1     
Short Story
Kentut bocah ini sangat berbahaya, nampaknya.
Putaran Waktu
716      481     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
6314      1970     13     
Romance
Usai gagal menemui mahasiswi incarannya, Yoga menenangkan pikirannya di sebuah taman kota. Di sana dia bertemu seorang pengemis aneh. Dari pengemis itu dia membeli sebuah sepatu, yang ternyata itu adalah sebuah sepatu butut keramat, yang mana setiap ia coba membuangnya, sebuah kesialan pun terjadi.
Panik Kebiasanku
315      182     2     
Short Story
Hanum Farida itu namaku, Hanum adalah nama panggilanku. Usiaku sekarang baru menginjak 17 tahun. Aku tinggal di sebuah desa kecil di perbatasan antara kabupaten Mojokerto dan kabupaten Pasuruan. Dan ini adalah ceritaku, ketika aku masih duduk di bangku SMP. Liburan kelas 9 adalah masa-masa akhir sekolah dan berkumpul bersama teman seperjuangan. Ya.. Seperti biasa, jika anak-anak SMP selalu...
Memorieji
6978      1415     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
ANAK SULTAN MINTA MAKAN
184      146     2     
Short Story
ANAK SULTAN MINTA MAKAN Oleh ilmiyakamiliyah Sepulang dari kuliah mili menuju basecamp tercinta, tempah singgah sana aku dan kawan-kawan kelompokku. Tempat ini adalah saksi bisu kisah pengalaman kami selama menjadi mahasiswa. Kusapa kawanku yang berada disana dia adalah kawan sekaligus saudara karib ku karena hobynya yang suka berlari salah satunya lari dari kenyataan karena keseringan ditingga...
Pak Pemeriksa Tiket
593      297     3     
Short Story
jangan panik karena itu dapat membuat kepercayaan orang-orang menjadi setengah-setengah
Sarah
455      322     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...