Semenjak kejadian itu, aku tau bahwa polisi bisa menjadi kejam tanpa ada rasa kasihan untuk menodongkan pistolnya bagi siapapun yang mereka anggap penjahat ataupun perusuh.
Aku tidak ingin lagi berada di kuburan dengan banyaknya makam berjejer dan itu adalah milik dari teman-temanku.
Bang Bagas hanya ber-oh ria dengan santai menggendong Bima yang hampir terlelap. Tanganku gemetar, sial, traumaku kambuh lagi.
Aku memberikan susu botol ke bang Bagas dan kembali ke kamarku yang ada di lantai dua. Segera ku tutup pintu kamarku dan ku kunci. Kedua kakiku melemas dan seketika aku terduduk dilantai bersender pada belakang pintu.
Meski jantungku sudah mulai normal kembali tapi tidak dengan tanganku yang masih bergetar ketakutan. Bayangan itu menghantuiku selalu, apa karena teman-temanku yang tidak terima atas kematian mereka begitu saja?
Padahal sudah 2 tahun berlalu dan disitu juga aku mengurung diri menghindar dari dunia luar. Tanpa rokok, mabuk, bermain di bar, dan tawuran.
Sekarang aku bukan bos melainkan hanya seorang pelajar.
"Jadi kangen kalian nih. Apa gua coba mampir ya udah lama juga kan"
Aku tersenyum tipis dan mulai berdiri, kalau dilihat-lihat sekarang aku mirip pecundang. Mungkin itu yang akan kalian katakan kan sekarang, teman.