Malam itu, setelah mandi dan mengganti pakaian, Mamoru tidur-tiduran di kamar.
Pemuda itu kembali terbayang sosok Chihaya, dan segala hal yang ada pada dirinya. Senyumnya, rambut kepangnya, suaranya, wajahnya, semua terekam dalam benak Mamoru. Mengingat hal itu tanpa sadar membuat pemuda berambut ikal itu tersenyum.
"Aniki, kok senyum-senyum sendiri?"
Mamoru terkejut saat melihat Tata, adik tirinya yang tahu-tahu sudah ada di dalam kamar. Tata kebetulan sekamar dengan Mamoru. Mamoru buru-buru bangun dan menegakkan tubuhnya.
"Kau mengagetkan saja," ucap Mamoru. "Baru pulang?"
Lelaki berambut merah itu mengangguk. Ia melepas jaket kotak-kotaknya, menampakkan seragam batik dengan celana abu-abu yang dipakainya khusus untuk hari Rabu. Tata kebetulan seumur dengan Chihaya, ia juga baru masuk SMA tahun ini. Ia bersekolah di sekolah yang berbeda dengan Mamoru.
"Kenapa wajahmu begitu?" tanya Mamoru saat melihat wajah Tata yang murung.
"Tadi hujan di sekolah. Aku dan anak-anak lain batal main di lapangan," jawabnya sambil menaruh tas ransel hitamnya di lantai. Dari tas itu menyembul sebuah pemukul yang terbuat dari kayu. Pemukul baseball.
Mamoru tahu betul kalau Tata sangat suka olahraga baseball. Tata juga menjadi kapten tim baseball sekolahnya. Ia selalu membawa tongkat itu ke sekolah, bahkan saat tidak ada latihan.
"Masih ada hari esok,kan?" tanya Mamoru.
"Iya,sih," balas Tata sambil menggantung jaket di gantungan yang terletak di pintu kamarnya. "Ujung-ujungnya tadi aku malah menunggu hujan sambil menonton teman sekelasku yang latihan band. Kita nongkrong dulu di sekolah tadi. Waktu hujan berhenti, baru kita pulang,"
Mamoru manggut-manggut.
"Oh ya, tadi aku membeli ini untuk Aniki," Tata membuka tas sekolahnya dan menyerahkan sebungkus plastik pada Mamoru.
"Apa ini?" tanya Mamoru melihat isi plastik itu. Di dalamnya ada sebuah kotak. Ketika dibuka, Mamoru melihat susunan delapan buah bola-bola goreng dari tepung berisi daging gurita yang dilumuri saus kecap asin dan mayones.
"Wah, takoyaki!"
Mamoru dan Tata keluar kamar sebentar untuk mencuci tangan. Setelah itu mereka memakan takoyaki itu dengan sumpit bambu sekali pakai sambil mengobrol.
"Tadi kenapa Aniki senyum-senyum sendiri?" Tata mengulang pertanyaan pertamanya yang tadi belum Mamoru jawab. Sejak tinggal bersama keluarga barunya, Tata memanggil Mamoru dengan sebutan 'Aniki', yang merupakan panggilan akrab untuk kakak laki-laki dalam bahasa Jepang.
"Ah...tadi itu, bukan apa-apa,kok," jawab Mamoru sambil tersenyum.
Tata menatap kakak tirinya yang berusia setahun lebih tua darinya itu. "Sedang memikirkan seorang gadis?"
Mamoru hampir tersedak ketika Tata mengatakan hal itu.
"Benar,kan?" Tata tertawa sambil menyerahkan minum pada Mamoru. "Siapa? Chihaya-san?"
Mamoru yang baru menelan air minumnya, mengangguk.
"Menurutmu, dia bagaimana?" tanya Mamoru.
"Chihaya?" Tata bertanya balik, yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Mamoru.
Cowok itu berpikir sebentar. "Yah...aku baru pertama kali bertemu dengannya, aku tak tahu banyak. Dia teman masa kecil Aniki,kan? Menurutku, dia gadis yang manis, sih. Kelihatannya, dia juga ramah dan baik,"
"Begitu,ya?" sahut Mamoru.
"Yah...begitulah," jawab Tata sambil tersenyum manis.
Mamoru manggut-manggut.
"Oh ya, kenapa bertanya begitu?" tanya Tata sambil menyumpit satu takoyaki, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. "Aniki naksir Chihaya?"
Mamoru berhenti mengunyah takoyaki-nya ketika mendengar pertanyaan Tata.
Tata melongo memandang Mamoru yang seperti kesusahan mengunyah makanan dalam mulutnya.
"Ma-maaf...Aniki..." kata Tata pelan, menyesali ucapannya barusan. "Aku salah bicara,ya?"
"Naksir,ya..." Alih-alih marah karena perkataan adiknya, Mamoru bergumam pelan setelah berhasil menelan makanannya.
"Ya. Itu artinya Aniki suka pada Chihaya-san," jelas Tata.
Mamoru terdiam. Mungkinkah begitu?
"Oh ya, nanti bicara lagi ya, Aniki. Aku mau mandi dulu," Tata mengambil pakaian bersih dari dalam lemarinya, tak lupa mengambil handuk yang tergantung di pintu kamar. Pemuda berambut merah itu keluar dari kamar yang ditempatinya bersama Mamoru untuk pergi mandi.
Sementara itu Mamoru sendirian di kamar. Ia membungkus kotak takoyaki yang sudah kosong dan sumpit bekas makan dengan plastik, mengikat ujungnya, lalu membuangnya ke tempat sampah di depan kamar.
Pandangannya kembali teralih ke rak-rak buku miliknya. Pemuda berambut ikal itu kembali teringat momen saat ia mengobrol berdua dengan Chihaya saat hujan turun.
Obrolan itu kembali membuat Mamoru berpikir ulang tentang mimpinya sendiri. Juga tentang alasan sebenarnya kenapa ia ingin mengambil jurusan bahasa di SMA, kenapa ia bergabung di klub Kurotake dan kini menjadi pemimpinnya.
Ia pernah bilang pada Chihaya kalau ia melakukannya semata-mata untuk menyibukkan diri, untuk mengalihkan pikirannya karena ditolak oleh dua gadis yang ia suka.
Namun, bukan itu alasan sebenarnya.
Sebenarnya, sejak dulu Mamoru juga tertarik pada budaya dan bahasa Jepang, terutama pada karya sastra dan manga. Buku-buku yang ada di raknya sebagian adalah koleksi peninggalan kakeknya.
Mamoru ingat, dulu almarhum kakeknya suka mengoleksi buku-buku karya Natsume Soseki, Yasunari Kawabata, Daisaku Ikeda, novel-novel bersejarah karya Eiji Yoshikawa, Genji Monogatari karya Shikibu Murasaki, dan buku kumpulan haiku. Beliau juga suka memutar lagu-lagu lama Jepang seperti lagu karya Mayumi Itsuwa dan Miki Matsubara. Sejak membaca buku-buku koleksi Kakek, Mamoru menjadi tertarik untuk mempelajari sastra Jepang.
Lalu, saat masuk SMP, Mamoru bertemu dengan orang-orang yang menyukai anime, manga, dan lagu-lagu Jepang. Dari situ ia juga belajar bahasa Jepang secara otodidak, dengan cara mendengarkan lagu dan menonton anime.
Ketika Mamoru lulus SMP, Mamoru mendengar kalau di Cibubur ada sekolah yang memiliki klub budaya Jepang, dan memiliki mata pelajaran Bahasa Jepang sebagai bahasa asing. SMA Sakura. Mamoru mencoba mendaftar, dan ia sangat senang ketika berhasil diterima di sana. Ia langsung bergabung di klub Kurotake yang menjadi incarannya setelah penerimaan murid baru.
Awalnya, ia masuk ke klub itu karena tertarik untuk mempelajari manga. Sebelumnya ia belajar menggambar manga secara otodidak. Ia juga membaca manga seperti Naruto, Doraemon, dan Detektif Conan. Ia menjadi dekat dengan Ryuto, Raiji, dan juga Yukio yang memang menyukai manga. Mereka juga selalu mengobrol tentang manga dan pergi ke toko buku untuk membelinya.
Selama mengikuti klub Kurotake, Mamoru memiliki banyak ide yang ingin ia sumbangkan untuk membantu perkembangan klub. Itulah alasan sebenarnya ia menerima jabatan ketua menggantikan ketua Kurotake sebelumnya, yaitu Kouji-senpai.
Sebenarnya, Mamoru sendiri belum pernah berpengalaman menjadi ketua, juga tak punya banyak pengalaman dengan organisasi. Namun ia bersyukur karena Kouji-senpai banyak membimbing dan memberi arahan padanya. Ia juga banyak dipercaya dan dibantu oleh teman-temannya. Bersama para pengurus, ia berhasil memimpin klub Kurotake dan membuat nama klub itu terkenal di SMA Sakura.
Mamoru menjadi semakin tertarik mempelajari bahasa dan budaya Jepang. Saat kenaikan kelas 11, Mamoru memutuskan masuk ke jurusan Bahasa.
Mungkin, ia harus mengambil jurusan Bahasa Jepang untuk kuliah. Mungkin juga -untuk alternatif- ia bisa mengambil desain grafis atau animasi. Mamoru juga memiliki hobi menggambar. Ia sempat berpikir ingin membuat manga, atau jika memungkinkan, film anime karyanya sendiri.
Ya, ia masih akan mempertimbangkannya nanti. Ia masih kelas 11, masih punya waktu untuk memikirkannya.Ia masih punya banyak hal yang ingin ia kerjakan.
Mungkin juga, suatu saat ia ingin berbagi impian itu dengan Chihaya.
Eh? Tunggu! Kenapa dia jadi memikirkan gadis itu lagi?
Mungkinkah yang dikatakan Tata dan Raiji tadi benar?
Tidak mungkin Mamoru sungguhan menyukai Chihaya,kan?
****