Chihaya benar-benar tak bisa berkonsentrasi sepanjang pelajaran hari itu. Kejadian tadi pagi sukses membuat gadis berkacamata itu kepikiran. Perasaannya jadi tidak karuan.
Siapa yang menyebarkan foto itu ke akun gosip sekolah?
Apa maksudnya?
Juga, bagaimana si penyebar foto tahu tentang dirinya?
Chihaya terus saja memikirkan hal itu. Chihaya merasa malu dan tak nyaman karena semua orang, termasuk teman sekelasnya yang sepanjang hari terus bergunjing tentangnya.
Baru saja seminggu ia dan Mamoru kembali menjalin hubungan, dan mereka menjadi tidak lebih dari senpai dan kouhai—kakak kelas dan adik kelas. Mamoru dan Chihaya juga merupakan salah satu dari beberapa murid keturunan Indonesia-Jepang yang bersekolah di SMA Sakura. Gadis itu berpikir, kalau memang ada orang yang tak menyukai hubungannya dengan Mamoru, seharusnya ia berani mendatangi Chihaya dan berbicara terus terang, bukannya melakukan tindakan seperti itu.
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Chihaya langsung membereskan buku dan perlengkapan belajarnya. Ia ingin cepat-cepat pulang. Namun, saat berjalan keluar dari kelas, langkah gadis berkacamata itu terhenti.
Berjarak lima meter di hadapannya, pemuda berambut ikal yang sangat ia kenal sudah berdiri menunggunya di depan kelas.
"Senpai..."
Mamoru tersenyum pada Chihaya. Sementara itu murid kelas 10-1 mulai ribut saat melihat Chihaya yang didatangi Mamoru.
"Hei, lihat itu! Ada cowok yang menjemput Chihaya!"
"Mana, mana?"
"Wah, iya. Itu Mamoru-senpai,"
"Ketua klub Kurotake itu,kan?"
"Ternyata benar Chihaya dekat dengan cowok itu,ya,"
Mamoru dan Chihaya mendengar hal itu. Tanpa menunggu lama, Mamoru langsung menarik tangan gadis berkepang itu.
"T-tunggu! Senpai!" Chihaya kaget karena tangannya ditarik begitu saja oleh Mamoru. Mereka berlari di koridor. Chihaya berusaha menyamakan langkah kakinya dengan Mamoru. "Senpai mau apa? Kita mau ke mana?"
"Ssst! Diam dan ikut saja!" jawab Mamoru. Jawaban tersebut membungkam protes Chihaya. Chihaya tak punya pilihan lain selain menurut.
Gadis berkacamata itu merasa malu karena ia dan Mamoru menjadi pusat perhatian oleh murid-murid yang berada di koridor sekolah. Chihaya menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.
Mamoru baru melepaskan pegangan tangannya ketika mereka masuk ke perpustakaan sekolah yang sepi. Untunglah, tak ada murid lain yang beraktivitas di dalam sana.
Chihaya mengikuti Mamoru. Mereka lalu duduk di salah satu bangku yang kosong di pojok dekat jendela. Chihaya duduk di samping pemuda itu. Selama beberapa detik, suasana menjadi canggung. Tak ada satu pun dari mereka yang berbicara.
"Kau baik-baik saja?"
"Senpai baik-baik saja?"
Mamoru dan Chihaya berbicara bersamaan. Begitu menyadarinya, mereka terdiam, namun sesaat kemudian tertawa kecil.
"Aku tidak apa-apa, Senpai," jawab Chihaya.
Mamoru tersenyum tipis. "Kau sudah melihat foto di akun gosip itu,ya?"
Chihaya hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Senpai pasti juga sudah melihatnya,kan?"
"Sudah," jawab Mamoru.
"Apa yang sebaiknya kita lakukan, Senpai?" tanya Chihaya. Ia merasa bingung menghadapi situasi ini. Sementara itu Mamoru terdiam mendengar pertanyaan adik kelas sekaligus teman masa kecilnya itu.
Mamoru tak tahu harus menjawab apa. Ia juga sama bingungnya dengan gadis itu. Perasaannya tidak enak. Foto yang menyebar melalui pesan berantai itu tentu saja bisa membuat reputasinya sebagai ketua klub Kurotake menjadi buruk.
Sejujurnya, Mamoru tak suka dirinya menjadi pusat perhatian. Ia harus menemukan cara untuk membersihkan namanya. Sambil berpikir, ia melirik Chihaya yang tampak gelisah.
Ah, benar. Ia juga harus membantu mengembalikan harga diri teman masa kecilnya itu.
"Aku punya rencana," ucap Mamoru setelah berpikir beberapa saat. Chihaya yang mendengarnya langsung menoleh.
"Tapi...aku butuh bantuanmu, Haya-chan,"
Chihaya memiringkan kepala mendengar ucapan Mamoru. "Bantuan...apa?"
"Kau mau jadi pacarku?"
"Eh?!" Chihaya terkejut mendengar permintaan Mamoru. Ia tidak salah dengar, kan?
"P-p-pa-pacar?" Gadis itu tergagap.
Mamoru mengangguk, lalu melanjutkan perkataannya.
"Ya, kau pura-pura jadi pacarku. Kupikir, karena kau dan aku sudah telanjur terpotret, kurasa mau tidak mau kita harus menunjukkan pada semua orang kalau kita memang berpacaran,"
Chihaya termangu. Ia bingung bagaimana harus menanggapinya.
"Senpai serius mau menjalankan rencana ini? Maksudku...kita baru kenal selama seminggu, dan tiba-tiba sekarang aku dan Mamoru-senpai harus berakting seolah-olah...pacaran di sekolah?" tanya Chihaya ragu.
"Tidak perlu bermesraan di depan umum,kok," sahut Mamoru. "Sebenarnya juga...kalau kamu bersamaku dan menjadi 'pacar' ku, aku jadi bisa bergerak lebih bebas. Gadis-gadis di sekolah yang selama ini mengejarku tidak bisa mendekatiku lagi,"
Alasan itu mungkin masuk akal dan bisa diterima oleh Chihaya, tapi tetap saja ia tidak mengerti jalan pikiran Mamoru. Chihaya tahu betul Mamoru Azai sangat populer di SMA Sakura. Banyak gadis yang menyukai dan mengidolakannya. Jika murid biasa seperti Chihaya terlibat dengan Mamoru, hal itu bisa memicu masalah dari murid lain yang tak menyukai hubungan mereka.
Tentu saja Chihaya tak mau dimanfaatkan dan terlibat dalam hal semacam itu.
"Kalau kau mau membantuku, aku berjanji membantumu belajar bahasa Jepang,"
"Eh?" Chihaya melongo.
"Iya, aku akan memberimu privat bahasa Jepang, bahkan di luar kegiatan klub," tegas Mamoru. "Kebetulan aku pernah tinggal di Jepang selama tujuh tahun. Kemampuan bahasa Jepangku lebih baik daripada kamu. Aku bisa mengajarimu. Di formulir keanggotaanmu kau menuliskan alasanmu masuk ke klub Kurotake karena ingin belajar bahasa Jepang,kan?"
Chihaya menelan ludah. "Be-benar,"
"Permintaanku tidak sulit. Intinya, kita pura-pura berpacaran. Kau dan aku harus terlihat seperti pasangan di sekolah. Di luar sekolah, kita bersikap biasa saja. Paham?"
"Apa tidak ada rencana lain yang lebih masuk akal, Senpai? Tidak bisakah kita berdua, uhm...maksudku, aku dan Senpai menjelaskan pada mereka kalau hubungan ini tidak seperti yang mereka pikirkan? Minimal, kita beri klarifikasi pada mereka,"
Mamoru menggeleng. "Sepertinya akan sulit. Beberapa orang mungkin akan menerima, tapi sebagian lainnya tidak,"
Chihaya terdiam.
"Aku tidak punya cara lain. Aku tidak punya pilihan. Aku harus punya 'pacar' supaya gadis-gadis itu berhenti mengejarku. Kau melindungiku, dan aku melindungimu. Kerjasama yang saling menguntungkan dan adil,kan?"
Chihaya diam di tempatnya. Ia berpikir dan mempertimbangkan, apakah ia sebaiknya mengikuti rencana Mamoru atau tidak.
Sebenarnya rencana Mamoru ini memang sedikit aneh. Tapi Chihaya tidak bisa menolak imbalan yang dijanjikan oleh Mamoru. Ia benar-benar butuh orang untuk mengajarinya bahasa Jepang. Bahasa Jepang Chihaya tak terlalu lancar, ia hanya belajar sedikit saat kecil.
Selain itu, sejak SD hingga SMP Chihaya bersekolah di sekolah yang semua muridnya mayoritas orang Indonesia, dan menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan pelajaran. Bahasa asing yang diajarkan di sekolahnya hanya bahasa Inggris. Kedua orangtua Chihaya juga sibuk dengan pekerjaan mereka. Ia juga tak punya waktu untuk mengikuti kursus bahasa. Keadaan itu membuat kesempatan Chihaya untuk belajar bahasa Jepang menjadi terbatas.
"Baiklah,"
Chihaya menghela napas, mau tak mau menerima tawaran Mamoru.
****