Setelah pulang sekolah lebih awal, Rhea memutuskan menbantu bapaknya untuk jualan bakso di sekitar rumahnya. Rhea senang, karena hari ini dia pulang cepat dan bisa membantu bapaknya. Gadis itu sama sekali tidak malu, apalagi gengsi membantu bapaknya berjualan. Meskipun terkadang ada yang mengenalinya saat dia berjualan bakso dan mengejeknya. Rhea sama sekali tidak mempedulikan hal itu, yang penting dia bisa membantu bapaknya mencari nafkah.
"Rhe, biar bapak aja sendiri yang jualannya. Kamu di rumah aja, belajar yang bener ya Nak."
"Nggak Pak. Rhea mau bantu bapak, mending sekarang bapak istirahat aja di rumah. Rhea yang bakal jualin baksonya," kata Rhea kepada pria berusia 40 tahunan itu. Pria bernama Arman, seorang penjual bakso.
"Tapi nanti kamu bisa malu ketemu sama temen-temen kamu lagi." Arman tidak enak hati kepada putrinya, karena sebelumnya ada beberapa anak SMA Galaksi yang melihat Rhea sedang jualan bersama dirinya. Rhea diejek mereka, dan hal itu membuat Arman sedih. Meskipun Rhea sama sekali tidak menanggapi ejekan dari mereka. Tetap saja hati Arman sebagai seorang ayah, merasakan sakit saat anaknya dihina.
"Astaghfirullah pak. Aku nggak pernah malu bantuin bapak jualan, aku nggak masalah kok kalau misalkan ketemu temen-temen lagi. Bapak bisa lihat kan? Kalau aku nggak marah? Lagipula, apa salahnya jualan bakso? Jualan bakso kan bukan kerjaan yang haram," kata gadis itu menjelaskan dengan panjang lebar. Dia sama sekali tidak merasa keberatan, apalagi malu.
"Iya nak, bapak tahu...tapi bapak-"
Rhea langsung menggelengkan kepalanya dan menyela perkataan Arman. "Nggak usah ada tapi tapian ya pak. Sekarang Rhea mau. pergi jualan dulu. Do'ain jualannya habis," ucap gadis itu sambil tersenyum cerah. Arman merasa beruntung dan bersyukur karena memiliki anak yang baik seperti Rhea, di saat banyak anak-anak di luar sana yang tidak berbakti kepada orang tua, membantah atau bahkan tidak peduli kepada orang tuanya. Rhea adalah satu dari sejuta di antara anak-anak yang masih memiliki rasa hormat terhadap ayahnya.
Setelah berpamitan kepada ayahnya, Rhea pun mulai menjajakan bakso dengan membawa rodanya dan berkeliling tak jauh dari area tempat tinggalnya.
"Bakso... bakso.." Rhea membunyikan pentungan kayu sambil meneriakan kata bakso. Berharap akan ada banyak orang yang membeli baksonya.
"Neng! Bakso!" seru seorang wanita paruh baya dari depan gerbang rumahnya. Dia memanggil Rhea sambil Melambaikan tarian dan tersenyum ke arahnya. Rhea balas tersenyum ramah dan menyapa wanita paruh baya itu, dia merasa ibu itu adalah salah satu sumber keberkahan rezekinya.
"Iya bu! Saya kesana!" Rhea mendorong roda baksonya, lalu dia menghampiri wanita itu dengan semangat. Ternyata benar dugaan Rhea, wanita itu adalah salah satu sumber rezekinya, karena dia memesan bakso lebih dari 10 mangkok untuk teman-teman arisannya.
Disaat Rhea sedang sibuk jualan, pukul setengah 3 sore, Alex baru pulang dari kesibukannya dengan urusan OSIS. Alex melihat ponselnya, dia terlihat gelisah sehingga membuat Dina dan beberapa temannya merasa heran. Pasalnya selama ini Alex tidak pernah melihat ponselnya disekolah, apalagi sampai memandangi ponselnya begitu lama. Tapi, akhir-akhir ini Alex sering sekali melihat ponselnya dan seperti sedang bertukar pesan dengan seseorang.
"Gebetan lo akhir-akhir ini aneh ya, Din?" tanya Febby berbisik kepada Dina yang berdiri disampingnya. Rupanya bukan Dina saja yang merasakan keanehan pada diri Alex.
"Iya, dia aneh. Apa mungkin dia punya pacar?" tebak Dina dengan raut wajah panik. Dia tidak dapat membayangkan apabila tebakannya benar dan Alex punya pacar.
"Bisa jadi sih. Si Alex biasanya diantar jemput sama supir bareng adiknya. Nah sekarang dia jadi naik motor, terus main hp terus. Dia juga banyak senyum-senyum sambil lihatin hp, ya kan?" kata Linda yang juga berasumsi kalau Alex sudah punya pacar.
"Enggak! Alex nggak mungkin punya pacar. Kalaupun punya, siapa coba pacarnya?" ucap Dina dengan gelisah, dia mengigit kuku-kukunya sendiri.
"Ya yang jelas pacarnya bukan lo, Din," celetuk Linda dengan polosnya.
Plak!
Sontak saja Dina memukul lengan Linda dengan kesal. Dina tidak suka dengan perkataan Linda. "Sialan lo! Lo ngeledek gue?"
"Ish enggak tahu, gue cuma ngomong fakta. Emang bukan lo kan pacarnya Alex?" kata Linda sambil memegang punggung tangannya yang terkena geplakan tangan Dina.
"Daripada lo menduga-duga, mending lo tanyain aja Din," saran Febby.
"Lo tau kan gue nggak berani nanya dia sejak kejadian kita jahilin adiknya ditoilet." Dina masih takut dengan Alex, sampai saat ini dia kesulitan berinteraksi dengannya.
"Iya juga ya, tapi daripada penasaran kan?" kata Febby lagi yang mendapatkan anggukan kepala dari Dina.
"Mending kita awasin aja gerak-geriknya dari kejauhan. Siapa tau dugaan kita salah!" kata Linda berbisik.
Dina dan kedua temannya itu iseng mengikuti Alex untuk memperhatikan gerak-geriknya. Mereka sampai di tempat parkir, dimana Alex memarkirkan motornya. Alex terlihat sedang menghubungi seseorang.
"Kenapa dia nggak angkat telponku? Pesanku juga nggak dibales? Bukannya aku udah suruh nunggu, malah pulang duluan!" gerutu Alex pada ponselnya itu, lebih tepatnya pada seseorang yang sedang dia berusaha hubungi.
"Fiks, ini pasti Alex punya pacar!" seru Linda yakin, setelah mendengar gerutuan Alex.
"Dan pacarnya satu sekolah sama kita," sambung Febby membenarkan, sama yakinnya dengan Linda. Sementara itu Dina terlihat berkaca-kaca, dadanya sesak dan dia langsung galau.
"Sabar ya Din." Kedua temannya mencoba untuk menghibur Dina.
Air mata Dina semakin berderai, dia pun menangis tergugu, patah hatinya mengetahui Alex sudah punya pacar.
****
Gelisah tidak ada balasan pesan maupun jawaban dari Rhea, akhirnya Alex nekat pergi ke rumah gadis itu. Meski sebelumnya Rhea sudah melarang Alex untuk tidak datang ke rumahnya, karena takut ketahuan orang-orang kalau mereka ada hubungan.
Disepanjang perjalanan menuju ke rumah Rhea yang ada didalam gang, atensi Alex tertuju pada seorang gadis manis yang sedang sibuk melayani pembeli bakso di sana dengan ramah.
"Pantesan dia nggak balas pesan dan angkat telponku, dia lagi sibuk," desah Alex pelan. Kemudian pria itu pun memarkirkan motornya didepan toko yang ada didepan gang, karena takutnya motor Alex akan menghalangi pengguna motor lain atau pengguna jalan di sana.
Lelaki yang masih memakai seragam putih abu itu berjalan mendekati Rhea sambil membawa helmnya. Dia terlihat maskulin dengan jaket kain berwarna biru tua, wajahnya yang tampan berhasil mencuri atensi beberapa ibu-ibu yang lewat di gang itu.
"Kok saya baru tau ya ada makhluk seganteng ini di kampung kita," celetuk seorang ibu-ibu sambil menatap kagum pada Alex.
"Pasti bukan orang kampung ini bu. Saya juga belum pernah lihat," sahut ibu-ibu lainnya. Dia belum pernah melihat Alex di kampung ini. Apalagi sepertinya Alex seperti anak orang berada.
Mereka sengaja diam disana dan melihat Alex sedang menghampiri Rhea yang sedang melayani pembeli.
"Pesan baksonya dong, tapi pake cinta ya!"
Rhea terperangah mendengar suara Alex disampingnya, dia pun menoleh ke belakang dan melihat Alex benar-benar ada disebelahnya. "Kak Alex?"
"Kakak kenapa ada disini?" tanya Rhea yang menghentikan tangannya menyajikan bumbu ke atas mangkok.
"Nemuin kamu lah. Kamu udah gantung aku dari jam 10 pagi. Nggak balas chat aku, nggak angkat telponku, aku gelisah tau," keluh Alex yang terkesan mengadu pada Rhea.
"Maaf ya, aku nggak bawa hp tadi. Aku langsung bantu bapak jualan," jelas Rhea merasa bersalah.
"Neng! Pesanan abang udah belum?" teriak seorang pria yang sedang menunggu pesanannya tiba
"Iya bang bentar ya!" jawab Rhea.
"Aku bantu ya," kata Alex menawarkan diri.
"Nggak usah."
Meskipun mendapatkan penolakan dari pacarnya, Alex tetap membantu Rhea tanpa bicara dan tangannya yang bergerak. Dia melayani pelanggan bakso pacarnya itu. Karena kehadirannya, banyak para wanita terutama ibu-ibu yang membeli bakso. Setengah jam kemudian, bakso itu ludes terjual habis.
"Alhamdulillah...baru kali ini baksonya kejual cepet. Makasih ya kak." Rhea terlihat senang saat melihat dagangannya ludes dan tentunya mendapatkan uang banyak. Biasanya dagangannya akan ludes malam, tapi jam segini sudah habis.
"Kok kamu malah bilang makasih sama aku? Memangnya aku buat apa?" tanya Alex sambil membantu Rhea mendorong roda baksonya.
"Karena kak Alex datang, terus baksonya jadi diborong ibu-ibu deh. Padahal biasanya ibu-ibu di sini jarang beli bakso buatan bapak. Makasih ya kak!" seru Rhea senang.
Alex tersenyum tipis, meskipun tipis tapi senyuman pria ini mampu membuat jantung Rhea berdetak begitu kencang. "Kayaknya aku nggak butuh kata terimakasih aja."
"Maksud kakak apa?" tanya Rhea dengan wajah polosnya.
Pria itu lalu menunjuk-nunjuk pada pipinya sendiri, Rhea terlihat bingung apa maksudnya.
"Apa sih kak?"
Sekali lagi, Alex menepuk-nepuk pipinya dengan satu jari tangannya. "Aku capek, butuh isi daya disini." Alex pun mengedipkan sebelah matanya, sehingga Rhea terkejut saat menyadari isyarat yang dimaksud Alex. Bisa-bisanya Alex meminta seperti itu.
"Kak Alex! Ini tempat umum."
"Jadi kamu nggak mau?"
"Bukannya gitu, tapi-" Rhea menggigit bibirnya sendiri, dia malu.
"Ya udah kalau kamu nggak mau," kata Alex dengan wajah marahnya.
Cup!
Dengan cepat Rhea mencium pipi Alex, pria itu langsung tersenyum senang mendapatkan ciuman pertamanya dari Rhea. Cium pipi yang manis dan mereka tidak melakukan hal lainnya selain ini.
Hati Alex berbunga-bunga, sama halnya dengan Rhea yang saat ini wajahnya tersipu malu.
"Udah kan?"
"Isi daya sudah full setengahnya, sekarang setengahnya lagi."
"Setengahnya lagi?"
Tiba-tiba saja Rhea terkesiap saat tangannya dipegang oleh Alex dan digenggam dengan erat juga lembut. Seakan kehangatan Alex menular kepada tubuhnya, melalui tangan itu.
"Kak Alex."
Tak pernah Rhea sangka sebelumnya, bahwa dia akan berpacaran dengan pria paling tampan dan populer disekolahnya. Disukai oleh Alex adalah sebuah keberuntungan terbesar dalam hidupnya. Tapi bagi Alex, dialah yang beruntung karena bisa mendapatkan hati gadis baik seperti Rhea.
Rhea merasa seperti Cinderella yang dipinang pangeran. Entah apa jadinya, kalau semua orang di sekolah tahu tentang ini.
πππ