Di dalam kamar Akira.
Rutinitas wajib yang harus ia lakukan setiap hari, meminum obat-obatan sudah seperti menelan permen bagi Akira. Kadang ia berpikir kapan penderitaan ini bisa berakhir, kapan ia bisa hidup normal sama seperti manusia yang lain.
Setelah memasukkan beberapa butir obat ke dalam mulutnya, segera ia mengambil segelas air putih dan meneguknya hingga tandas. "Ah, kenapa obat nggak ada yang manis sih," ucap Akira mengelap bibirnya menggunakan punggung tangan. Obat memang pahit, tapi ia sudah terbiasa.
Selain meminumnya di rumah, Akira juga membawa sebotol obat kecil yang ia simpan dalam tas sekolahnya, sebagai jaga-jaga sebab sakitnya bisa saja kambuh kapan saja.
"Tumben Genan belum jemput gue," gumam Akira seraya melihat ke arah luar jendela, halaman rumahnya masih kosong. Biasanya, mobil milik anak itu sudah terparkir di depan sana, dan Genandra yang menunggu dirinya di ruang tamu.
Tadi ia juga sempat menanyakan kepada salah satu pelayan, dan pelayan itu mengatakan kalau Genandra belum datang hingga sekarang.
"Apa gue berangkat duluan aja ya? Mungkin dia lagi ada urusan makanya nggak bisa jemput," pikir Akira lalu mengirimkan pesan singkat kepada laki-laki tersebut, dan memutuskan untuk berangkat diantarkan oleh sopir.
Sedangkan di sisi lain, Genandra yang sudah berada satu mobil bersama Bella—calon tunangannya, dari awal mereka berangkat sampai sekarang. Genandra enggan membuka pembicaraan walau hanya sekata pun.
"Oh ya, kira-kira SMA Jaya Sakti seru nggak? Gue baru pertama kali soalnya," ucap Bella mencoba membuka topik pembicaraan antara mereka.
"Tunggu, lo satu sekolah sama gue?" kejut Genandra reflek memberhentikan mobilnya secara mendadak. Pernyataan itu bagaikan sebuah bom besar dalam telinganya.
"Iya, emang Bunda lo belum kasih tahu lo ya? Dia mau kita satu sekolah, biar hubungan kita tambah dekat katanya," balas Bella tersenyum manis kepada Genandra. Bukannya terpanah, ia malah mengartikan senyuman Bella dengan arti berbeda.
"Bang*sat!" batin Genandra mengumpat seraya memukul setir mobil, Nyonya Saras sudah keterlaluan, wanita itu benar-benar memaksa dirinya agar mau menerima perjodohan ini dengan segala cara.
"Sesampainya di sekolah nanti, gue mau lo bersikap biasa aja sama gue. Jangan sampai ada yang tahu soal perjodohan ini," ucap Genandra malah membuat Bella merasa senang.
"Kyaa, gue juga pernah baca cerita ini di buku, lo nggak mau orang lain tahu kalau kita berdua dijodohkan, tapi sebenarnya lo cinta kan sama gue. Ah, Genan lo bisa aja," balas Bella terdengar manja, ketika dia hendak memegang tangan Genandra, dengan cepat langsung ditepis oleh lelaki tersebut.
"Jangan sentuh gue," lirih Genandra tajam, tatapannya menusuk manik mata Bella. "Gue nggak mau rahasia ini terungkap ke publik bukan karena gue cinta sama lo, tapi karena ada hati yang harus gue jaga," sambungnya kepada Bella.
"Asal lo tahu, gue sama sekali nggak setuju dengan perjodohan ini. Lo cantik dan punya segalanya, lo bisa cari laki-laki lain selain gue, gue yakin lo bakal dapat yang lebih baik dengan mudah. Secara, diri gue sudah menjadi milik seseorang," Bella terdiam sembari menggigit bibir bagian bawahnya.
Ia penasaran, siapa perempuan yang begitu Genandra cintai sampai bisa tidak ada rasa ketertarikan sedikit pun kepada dirinya. Apa dia cantik? Apa dia pintar? Dari sini kita tahu, kalau Akira adalah dunianya Genandra.
"Mungkin gue bisa bermain-main sedikit sama cewek lo, bagaimana kalau dia tahu soal perjodohan ini? Apa dia bakal ninggalin lo?" batin Bella tersenyum licik.
*******
"Hah, pagi begini paling enak emang makan es krim," ucap Zizy memakan es krim rasa coklat, melewati lapangan basket. Sudah dua Minggu ia mengidam-idamkan makanan dingin itu, dan akhirnya sekarang bisa terwujud.
"Eh," langkah kakinya berhenti, ketika melihat kedatangan mobil putih melewati gerbang sekolah. Mata ia memicing, sepertinya Zizy tahu siapa pemilik mobil itu.
"Itu mobilnya Genan, Akira pasti sama dia. Gue mau godain ah," ujar Zizy tertawa kecil, lalu segera berlari, menghampiri kendaraan tersebut. Sesampainya di tempat parkir, Zizy bersembunyi di balik tiang lampu, menunggu kemunculan Akira.
Ketika dua orang remaja keluar dari dalam mobil, bola mata Zizy terkejut bukan main. "Lah kok.... kok bukan Akira, terus cewek itu siapa?" kaget Zizy melihat Genandra malah berjalan bersama perempuan lain, dan ditambah lagi mereka terlihat cukup dekat.
Zizy mencari-cari handphonenya di dalam tas, dan mengambil foto mereka berdua secara diam-diam. "Gue harus kasih tahu soal ini ke Akira," batinnya lalu melenggang pergi.
"Genan, anterin gue ke kelas. Gue kan masih murid baru di sekolah ini," ucap Bella meraih lengan kanan Genandra dan memeluknya.
Belum sebentar namun langsung dilepas paksa olehnya, "jaga sikap lo," dingin Genandra melepaskan tangan Bella dari lengannya.
"Pergi aja sendiri, lo bisa tanya sama anak-anak lain, jangan repotin gue," sambungnya mengambil beberapa langkah mendahului Bella.
"Gue bakal telepon Nyonya Saras kalau lo nggak mau anter gue ke kelas," ancam Bella sontak membuat langkah Genandra berhenti, dan berbalik badan.
"Cih dasar licik! Lo jangan berani ngomong macem-macem sama dia," geram Genandra naik pitam, dia tak menyangka kalau Bella mempunyai otak selicik ini, menggunakan Bundanya sebagai tameng.
"Kalau begitu, antar gue ke kelas ya," balas gadis itu tersenyum manis, rahang Genandra mengeras. Ia tidak memiliki alasan apapun untuk menolak permintaan Bella.
"Oke," Genandra terpaksa harus mengantarkannya menuju ke kelas, ia sengaja mengambil jalan memutar untuk menjauhi kelas Akira, Genandra takut kalau sampai dia melihat dirinya sedang berjalan bersama perempuan lain.