Ruang hampa berwarna putih tak berujung, tidak ada objek lain yang dapat kau lihat selain tempat kosong yang sangat menggangu. Bagi kalian yang belum tahu, jika ruangan putih dapat mengganggu psikologis, bahkan disebut sebagai hukuman paling menyiksa untuk para tahanan.
"Lagi-lagi gue mimpi ini," gusar Akira menggigiti kuku jarinya, ia sangat khawatir sekaligus trauma jika harus bertemu lagi dengan ruangan misterius ini.
Ini akibat dia terlalu lelah, itu sebabnya mimpi ini kembali datang. Akira sudah hapal apa yang akan terjadi selanjutnya, bagaimana reaksi dirinya, dan bagaimana cara dia bangun dari tempat ini.
"Setelah gue bangun, lalu hal yang terjadi selanjutnya adalah...." ucap Akira mulai mencium bau darah, lama-kelamaan aromanya semakin kuat sampai membuat perutnya mual.
Dia paham betul darimana bau menjijikkan ini berasal, bahkan kedua tangannya pun tidak mampu menghentikan aroma tersebut agar berhenti menusuk-nusuk indra penciumannya. Perlahan, tubuh Akira mulai berputar ke belakang, ia harus siap dengan pemandangan apa yang akan dirinya saksikan sebentar lagi.
"Hmp!" dengan sekuat tenaga Akira menahan agar tidak memuntahkan seluruh isi cairan perutnya sekarang juga, ia menutup mulutnya rapat-rapat. Bagaimana tidak, tepat di depan bola matanya sendiri ia menyaksikan seorang remaja sedang menguliti temannya sendiri dan memakan dagingnya tanpa akal sehat.
Anak itu terlihat begitu lahap memakan bangkai saudaranya sendiri, lumuran darah sama-sama memenuhi sekujur tubuh mereka. Serta suara kunyahan yang gadis itu hasilkan, Akira semakin dibuat paham kalau ia sungguh menikmatinya.
"Lo siapa? Kenapa lo tega melakukan hal ini kepada makhluk sejenis lo sendiri?" tanya Akira menatap jijik, dia tidak dapat melihat matanya dengan jelas sebab ada bayangan hitam abstrak yang menutupinya.
Hanya mulut penuh darah menyeringai, selain itu tidak ada petunjuk apapun. Benar, karena ini adalah mimpi, bahkan Akira pun tidak memiliki kuasa atas alam bawah sadarnya sendiri.
"Manusia itu iblis... manusia itu iblis... manusia itu iblis," ucapnya berulang kali lalu tertawa terbahak-bahak, selalu jawaban yang sama setiap Akira melontarkan pertanyaan. Apa maksud dari sebaris kalimat itu? Manusia itu iblis? Manusia itu suka memakan bangkai saudaranya sendiri? Manusia itu menakutkan?
"Apa maksud lo manusia itu iblis?" tanya Akira sedikit meninggikan nada suaranya, alih-alih menjawab gadis kanibal itu malah kembali mengacak-acak mayat korban seperti orang gila.
"Woy jawab gue!" bentak Akira dan dikejutkan dengan kemunculan seseorang di sebelah sana.
"Rosa... Rosalina," batinnya tertegun. Sejujurnya, sesuatu yang paling mengejutkan dan menakutkan dalam mimpinya ini bukanlah gadis kanibal tersebut, melainkan keberadaan Rosalina—adik kandung Akira.
Apa hubungan anak itu dengan mimpinya yang mengerikan? Dan kenapa, kenapa Rosalina selalu saja diam di sudut ruangan seraya menatap kosong.
"ROSA!" teriak Akira ingin berlari menghampirinya, namun tidak bisa karena kedua kakinya sama sekali tidak dapat digerakkan. Rasanya terpaku, tertancap ke tanah. "Sialan!"
"ROSA! NGAPAIN LO ADA DI MIMPI GUE! JAWAB GUE, KENAPA LO DIAM AJA!" teriak Akira terus-menerus, entah sengaja atau memang tidak mendengar Rosalina tetap diam saja tak menjawab.
Sampai, tubuh anak itu berputar dan berjalan pergi begitu saja menuju lorong putih tak berujung, satu hal yang Akira sadari sebelum Rosalina pergi. Bibirnya tersenyum, bukan untuknya melainkan gadis kenibal tersebut.
Tiiiiiittt!!!!
"Hah!" isak Akira bercucuran keringat, ia baru saja terbangun dari mimpinya yang mengerikan. Napas Akira ngos-ngosan, sekujur otot dalam tubuhnya serasa menegang, bahkan anak itu merasa takut hanya untuk menutup mata walau sedetik.
Kasur berderit ketika Akira bangun dan mengambil posisi duduk, "apa yang salah dengan diri gue? Kenapa gue terus-terusan mimpi buruk seperti ini."
"Dan anehnya, mimpi ini selalu datang setiap gue kelelahan. Tapi kenapa... saudara gue juga ada di sana, Rosalina," bingung Akira meremas rambutnya frustasi, kepalanya dibuat pusing karena memikirkan misteri ini.
"Ah, tenggorokan gue kering," tenaganya seperti terkuras habis, mimpi itu benar-benar terasa nyata. Sekarang ia haus, botol minum yang biasa ia gunakan sekarang kosong.
"Gue mau isi minum dulu," ujarnya mengambil botol minuman tersebut, dan berjalan keluar kamar.
Akira berusaha tetap terjaga, walaupun rasa kantuk sama sekali tidak dapat dihindarkan. Sekali-kali ia harus berpegangan pada tembok supaya tidak terjatuh.
"Eh, Rosa belum tidur?" gumam Akira melihat cahaya lampu dari bawah pintu kamar Rosalina yang masih menyala, tanpa ada prasangka apapun ia memutuskan untuk mendekati ruangan tersebut.
Akira berinisiatif menempelkan telinganya pada pintu kamar Rosalina.
"Kak Genan, lo tahu kan kalau gue cinta mati sama lo," sontak bola mata Akira terbelalak lebar, ia menutup mulutnya tak percaya. Apa yang barusan ia dengar?
"Gue lebih pantas bersanding dengan lo daripada dia, kenapa lo nggak pilih gue Kak! Kenapa lo lebih memilih Kakak gue," ucap Rosalina sembari memandangi foto Genandra di tangannya. Lalu tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu, dan disusul dengan panggilan seseorang yang membuat ia panik.
"Rosa, lo belum tidur?" tanya Akira sembari mengetuk pintu.
"Gawat!" panik Rosalina cepat-cepat membereskan semua foto-foto tersebut, menyimpannya kembali ke dalam kotak.
"Rosa!" panggil Akira sekali lagi sebab belum juga dibukakan pintu oleh anak tersebut.
"Iya Kak?" balas Rosalina membuka pintu, lekas keluar dari kamar dan menutupnya dengan cepat, tidak memberi kesempatan kepada Akira untuk melihat ke dalam.
"Lo lagi bicara sama siapa?" tanya Akira penasaran.
"Ng... nggak, gue nggak lagi ngomong sama siapa-siapa. Kakak salah denger kali," balas Rosalina hati-hati, jangan sampai ia menaruh rasa curiga.
"Emang iya? Apa gue yang salah denger ya?" bingung Akira.
"Kayaknya iya, apalagi lo kan baru bangun tidur," balas Rosalina tidak membuang kesempatan kelengahan Akira.
"Iya, mungkin. Ah kepala gue pusing banget," keluh Akira memegang kepalanya yang masih sakit. "Ya udah, gue pergi ke dapur dulu, sorry ya udah ganggu," sambungnya dan dibalas anggukan oleh Rosalina.
"Uh gue mikir apaan sih, mana mungkin kan adik gue suka sama pacar gue sendiri," batin Akira tersenyum kecil, berusaha melupakan apa yang sudah terjadi barusan.