Supaya tidak terlalu sunyi, Genandra memutar musik untuk menghibur perjalanan mereka. Hingga, handphonenya dibuat berbunyi sebab ada panggilan telepon dari seseorang. Terlihat kontak bernama 'Bunda' muncul pada layar handphone.
"Iya Bun?" Genandra mengangkat panggilan telepon tersebut menggunakan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya tetap menyetir mobil. Akira mengecilkan sedikit volume musik, agar tidak menganggu pembicaraan mereka.
"Kamu sudah pulang sekolah kan? Bunda dapat kabar dari temen Bunda kalau sekolah kamu sudah pulang sekarang," balas Bunda dalam telepon.
"Iya Bun, ini Genan lagi nyetir mobil."
"Owalah, ya udah, sekarang Bunda minta tolong sama kamu jemput Adik kamu di sekolahnya ya, kasihan udah nunggu lama dia," pinta Bunda.
"Lah kok Genan? Bukannya biasanya Neon dijemput sama Pak Mamat?" balas Genandra menyebutkan nama sopir yang biasa menjemput Neon.
"Pak Mamat lagi pulang kampung sekarang, baru tadi izin sama Bunda, anaknya lagi sakit di kampung, masa Bunda nggak kasih izin, jahat dong," ucap Bunda dalam telepon, lalu mendengar helaan napas dari Genandra.
"Oke deh Bun, Genan jemput sekarang," balas Genandra.
"Bagus, kalau sudah selesai telepon Bunda ya supaya nggak khawatir. Sekarang Bunda masih ngajar, mungkin pulangnya agak telat," balas Bunda dan mengakhiri panggilan telepon tersebut.
Genandra kembali menyimpan handphone itu ke dalam saku celananya, Akira bisa melihat raut wajah kekasihnya yang sedikit berubah setelah menerima panggilan telepon tersebut.
"Jadi, sekarang kita harus jemput Neon dulu?" ucap Akira kepada Genandra, ia mendengar semua apa yang telah mereka bincang kan.
"Iya," datar Genandra.
"Kenapa wajah lo cemberut gitu sih? Nggak suka jemput Adik sendiri? Apa kalian lagi berantem sekarang?" tanya Akira penasaran.
"Semuanya, gue gedeg sama dia. Kecil-kecil tapi kelakuannya ngalahin orang dewasa, pingin gue geprek rasanya," balas Genandra seraya menggenggam erat setir mobil.
"Tapi cuman bertengkar kecil aja kan? Lo nggak benci kan sama dia?" tanya Akira sekali lagi.
"Nggak, cuman kesel aja, ngapain juga gue harus benci sama saudara gue sendiri? Apalagi dia masih kecil," balas Genandra membuat Akira tersenyum lega mendengarnya.
"Syukurlah, jangan sampai lo membenci saudara lo sendiri, seburuk apapun dia, semenjengkelkan apapun sikap dia, dia tetap saudara lo," ucap Akira dengan tatapan mata lurus ke depan, ia kembali sedih apabila mengingat bagaimana hubungan persaudaraan nya bersama Rosalina.
Dibandingkan dengan cerita Genandra, dia lebih mengasihani dirinya sendiri. Bahkan sebagai Kakak, Akira tidak bisa melakukan banyak hal untuk Rosalina. Apapun yang ia lakukan selalu dianggap buruk oleh anak itu.
"Apa hubungan lo dan Rosalina belum membaik?" tanya Genandra dapat membaca tatapan sedih Akira.
Selain anggukan, Akira tidak tahu lagi apa yang jawaban yang pantas. "Ya, tapi gue akan berusaha," balas Akira menunduk.
"Tenang, usaha baik lo pasti akan membuahkan hasil yang indah. Semuanya hanya butuh waktu, suatu saat nanti dia akan paham seberapa berharganya diri lo," ucap Genandra.
"Mungkin satu-satunya cara buat dia sadar adalah.... ketika gue sudah tiada di dunia ini," batin Akira mengalihkan perhatiannya pada jendela samping mobil.
"Tapi gue juga berharap, dia mau menerima gue sebelum waktu itu tiba."
********
Sesampainya di sekolah dasar Mutiara Ilmu, anak kecil berseragam merah putih itu langsung berlari ketika menyadari sebuah mobil yang begitu ia kenal.
"Bang Genan kok lama banget sih!" sebal Neon yang sudah membuka pintu mobil, ia dibuat terkejut dengan keberadaan Akira di sana.
Menyadari tatapan terkejut dari Neon, Akira lekas membalasnya dengan senyuman ramah. Uh! Anak ini sungguh menggemaskan.
"Hai Neon, gimana kabarnya?" tanya Akira seraya melambaikan tangannya.
"Wah ada Kak Akira juga, kabar Neon baik kok," balas Neon menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, ia merasa malu ketika bertemu dengan perempuan secantik itu.
"Neon, ayo cepetan naik! Lo duduk di belakang," titah Genandra mengingat kursi depan sampingnya sudah diduduki oleh Akira.
"Nggak mau!" tolak Neon tiba-tiba saja masuk, lalu menutup pintu mobil. Anak kecil itu duduk di pangkuan Akira tanpa permisi.
"Neon mau duduk sama Kak Akira," balas Neon menatap jengkel kepada Kakaknya.
"Neon, gue bilang duduk di belakang, kasihan Akira pegel nanti. Emang lo pikir, badan lo nggak berat?" sebal Genandra.
"Ngapain berat, Neon masih kecil. Kak Akira aja nggak keberatan Neon ada di sini, Abang aja yang risih," balas Neon malah meladeni perdebatan mereka.
"Udah udah, nggak apa-apa kok Ge, biarin aja Neon gue pangku, lagian dia pasti capek habis sekolah. Iya kan Neon?" sela Akira sembari menyisir lembut rambut Neon yang halus.
"Tuh dengerin," ujar Neon senang, Akira memihak kepada dirinya.
"Cih, lihat aja ya lo kalau udah sampai di rumah," lirih Genandra geram, kalau Akira yang mengatakannya mau bagaimana lagi.
Daripada memperpanjang masalah, Genandra lebih memilih untuk melanjutkan perjalanan mereka.
"Kak Akira mau pergi kemana sama Bang Genan?" tanya Neon penasaran.
"Mau cari jajan," balas Akira merasa gemas mendengar suara imut anak itu.
"Neon mau ikuuuutttt!!!" teriak Neon sontak langsung bersemangat.
"Nggak boleh," ketus Genandra menolak mentah-mentah.
"Lah tapi kenapa? Masa cuman kalian berdua aja, masa Neon nggak di ajak. Nanti aku janji deh nggak bakal ganggu," balas Neon cemberut.
"Bohong, gue nggak percaya," sahut Genandra, membuat Neon semakin memperdalam manyunan bibirnya.
"Kalau Neon mau ikut boleh kok," celetuk Akira, senyuman anak kecil itu kembali merekah sempurna.
"Tapi Ra-"
"Udah nggak apa-apa, Neon anak baik kok. Neon boleh ikut tapi nggak boleh nakal ya," tutur Akira seraya menyodorkan jari kelingking kepada Neon.
"Iya, siap," balas Neon ikut mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Akira.
"Kak Akira memang yang terbaik!"
"Cih dasar bocil," batin Genandra sebal, rencananya untuk menghabiskan waktu berdua saja bersama Akira gagal sudah.