"Ciptakan kenangan manis sebanyak mungkin, agar nanti ada sesuatu yang dapat dikenang antara kita."
********
Malam semakin larut, bumi benar-benar mati sekarang. Semua orang sudah terlelap dalam mimpi mereka masing-masing, menyisakan suara denting jam sebagai pengiring hening nya suasana.
Samar-samar terdengar suara derap langkah kaki dari luar kamar Akira, anak itu sudah tertidur beberapa jam yang lalu. Perlahan pintu kamar mulai terbuka, menampakkan siluet tubuh seseorang dari arah luar. Ia berjalan begitu perlahan memasuki kamar sampai nyaris tidak menghasilkan suara.
Akira nampak menikmati mimpinya, seraya memeluk guling dan berbalut selimut yang menutupi separuh badannya. Orang itu berdiri di samping kasur gadis tersebut dengan senyum menyeringai.
"Satu bulan lagi itu terlalu lama Kak, gue akan bantu lo pergi menemui Tuhan lebih cepat," ucap Rosalina mengeluarkan sebilah pisau dapur dan memegangnya menggunakan kedua tangan.
"Gue harus hidup bahagia bersama Kak Genan, lo harus pergi jauh-jauh dari kehidupan kami berdua. Sebagai adik perempuan yang baik, sebentar lagi lo bakal sembuh," sambungnya mulai mengarahkan benda tajam tersebut kepada dada Akira.
"Lo harus mati!"
KRIIINGGG
Mendengar suara dering jam walker yang sangat nyaring, sontak Rosalina langsung menurunkan pisau dapur tersebut, dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya sebab ia melihat Kakaknya Akira menggeliat terbangun.
"Ck, jam sialan!" batin Rosalina sebal, padahal sedikit lagi rencananya akan berhasil.
Masih dengan kondisi setengah sadar, tangan kanan Akira bergerak untuk mematikan alarm jam walker tersebut. Pandangannya yang sedikit buram itu dibuat terkejut dengan keberadaan Rosalina di dalam kamarnya.
"Rosa, ngapain lo di kamar gue?" tanya Akira menggosok-gosok kedua matanya seraya mengambil posisi duduk.
"Mmm," deham Rosalina bingung dengan sebilah pisau yang masih ia genggam erat di belakang tubuhnya itu, jangan sampai Kakaknya tahu kalau baru saja dia memiliki niatan buruk.
"Gue kebangun karena bunyi alarm lo, berisik banget," ujar Rosalina.
"Owalah, sorry ya udah buat tidur lo terganggu," balas Akira cengengesan. Akhir-akhir alarm nya memang agak bermasalah, terkadang suka berbunyi sendiri tidak sesuai dengan waktu yang ia pasang.
"Eh Sa lo mau kemana?" tanya Akira melihat Rosalina berjalan hendak meninggalkan kamarnya.
Langkah Rosalina berhenti di ambang pintu dan berbalik badan. "Ya balik ke kamar gue lah," balasnya.
"Owh, gue kira mau tidur bareng sama gue."
"Cih najis, ogah gue tidur seranjang sama lo," cerca Rosalina dan kembali melanjutkan langkahnya sembari menutup pintu tersebut.
"Kenapa pakai najis segala? Emang gue kotoran, heran sama Kakak sendiri kayak gitu," sebal Akira menanggapi perkataan Rosalina yang sama sekali tidak memiliki sopan santun kepada dirinya.
Ketika Akira ingin kembali melanjutkan tidurnya, terdengar suara panggilan telepon yang membuatnya harus mengangkatnya terlebih dahulu.
"Siapa malam-malam begini telepon? Nggak ada kerjaan banget," jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam, semua orang pasti sudah beristirahat, kira-kira apa yang dilakukan orang itu sampai rela menelpon Akira di jam seperti ini?
Helaan napas panjang keluar dari mulut Akira, ketika memandang nama kontak yang tertera di layar handphonenya. Apa kalian sudah bisa menebak siapa dia? Benar, panggilan telepon itu berasal dari Genandra.
Dengan perasaan terpaksa sebab masih mengantuk, namun juga penasaran apa yang menjadi alasan laki-laki itu menelponnya. Mau tak mau Akira pun menerima panggilan tersebut.
"Halo, ngapain lo telepon gue jam segini? Lo Nggak tidur?" ujar Akira dari dalam telepon.
"Nggak gue belum ngantuk," balas Genandra dari seberang sana. Akira bisa mendengar suara serak-serak basah Genandra dari benda pipih tersebut.
"Owh, tapi besok kan sekolah, kalau lo ngantuk di kelas gimana?"
"Biarin."
"Ck, terus hubungan lo yang belum ngantuk sama telepon gue apa?" tanya Akira sedikit kesal. "Lo mau gue nyanyiin lagu pengantar tidur?"
"Boleh!" balas Genandra antusias.
"Beneran kayak anak kecil," batin Akira, sikap Genandra akan berubah layaknya bayi jika bersama dirinya, terkadang dia merasa seperti tidak memiliki seorang kekasih melainkan tengah merawat anak kecil.
"Cari aja di YouTube banyak."
"Lah gimana sih? Padahal gue udah ngarep banget lo mau nyanyi buat gue," ucap Genandra kecewa.
"Lagian lo ada-ada aja, telepon gue tengah malem cuman buat suruh nyanyi lagu pengantar tidur," jawab Akira tak habis pikir.
"Hahaha iya-iya, gue nggak tahu lagi harus ngapain di jam segini, makanya gue telepon lo."
"Oh ya Ra, gue mau tanya sesuatu. Dimata lo, sebenarnya gue ini apa sih? Bukan bermaksud apa-apa, gue cuman mau tahu aja," tanya Genandra membuat Akira terdiam beberapa detik untuk berpikir.
"Apa lo yakin mau tahu?" balas Akira memastikan.
"Iya, gue mau tahu."
"Dimata gue lo itu sama seperti seekor kupu-kupu dalam botol kaca," kening Genandra seketika berkerut ketika mendengar jawaban tersebut, ia tidak mengerti apa yang dimaksud Akira.
"Haha, kenapa diem? Lo nggak paham ya maksudnya apa," sambung Akira tertawa.
"Jadi, dimata gue lo itu seperti kupu-kupu, sebab banyak sekali orang yang suka sama lo terutama cewek, dan di dalam botol kaca itu artinya gue cuman mau lo hanya buat gue. Gue nggak suka berbagi sesuatu yang gue sukai kepada orang lain," jelas Akira tanpa sadar membuat Genandra yang mendengarnya merasa malu.
Degup jantung Genandra menggila tidak karuan, apalagi posisi handphone itu menempel pada telinganya, suara Akira benar-benar terdengar jelas terutama deru napasnya.
"Tapi Genan...." jeda Akira dalam panggilan.
"Tapi apa?" tanya Genandra penasaran.
"Botol kaca itu bisa saja pecah, karena kupu-kupu itu memberontak dan ingin lepas dari tuannya. Dan mungkin saja suatu hari nanti itu juga akan terjadi pada hubungan kita, lo akan menemukan yang lebih baik dari gue ketika gue pergi dan melupakan gue selama-lamanya," jawab Akira lagi-lagi teringat akan bayang-bayang kematiannya.
"Nggak!" tepis Genandra menolak.
"Sampai kapanpun gue selamanya hanya milik lo, bukannya gue udah pernah bilang sama lo kalau gue bakal menjaga cinta ini bahkan sampai tiga ribu tahun lagi. Kalau lo pergi, gue akan mencari lo di kehidupan selanjutnya dan akan terus seperti itu."
Akira dibuat syok, ia pikir Genandra akan merelakannya begitu saja. Laki-laki ini memang benar-benar mencintainya.
"Iya, gue akan selalu menunggu lo Genan, dalam wujud apapun dan dunia manapun itu," balas Akira tersenyum.
"Gue percaya, takdir pasti sudah punya rencana terbaik untuk membuat hidup kita bahagia," batin Akira.