Sebuah mobil putih berhenti di depan pintu gerbang rumah, tepi jalan. Terlihat Akira turun dari kendaraan tersebut, sebelum masuk ia menyempatkan beberapa waktu untuk mengobrol singkat dengan Genandra.
"Lo nggak mau mampir dulu?" tawar Akira kepada laki-laki itu.
"Nggak dulu deh, titip salam gue ke calon mertua gue kapan-kapan aja gue mampir," balas Genandra tersenyum seraya menyipitkan matanya.
"Huh iya-iya," hela Akira, sudah yang keberapa kalinya dia terus mengulang kata romantis seperti itu hari ini.
"Ya udah, kalau begitu gue masuk dulu ya!"
"Iya, hati-hati! Besok gue jemput," balas Genandra lalu melihat tubuh gadis itu berbalik dan berjalan masuk ke dalam sana. Bibir Genandra melengkung ke bawah, padahal ia ingin menghabiskan lebih banyak waktu lagi bersama Akira.
"Kalau udah nikah nanti kayaknya gue harus beli rumah baru deh, buat gue sama dia," gumam Genandra sudah merencanakan jauh ke depannya. Ia ingin membangun sebuah rumah yang megah, untuk tempat tinggal mereka berdua.
********
Di kediaman Genandra.
Sebuah gerbang besar menjulang tinggi ke atas, dari sini sudah terlihat jelas bahwa Genandra berasal dari keluarga kaya raya.
Pak satpam segera membukakan pintu gerbang, untuk memberikan jalan mobil Genandra masuk ke dalam.
"Terima kasih Pak!" ucap Genandra sopan.
"Sama-sama Tuan muda," balas Pak satpam dengan senyumnya.
Walaupun berasal dari keluarga yang kaya, ia tetap bersikap sopan dan rendah hati kepada semua orang.
Setelah sampai di dalam, Genandra memarkirkan mobilnya di halaman, lalu berjalan menuju pintu rumah.
Tok tok tok
Pintu terbuka, dan disusul kemunculan seorang wanita cantik yang kerap ia sebut Bunda itu.
"Anak ganteng Bunda sudah pulang," sambut Bunda Genandra.
"Assalamualaikum Bun!" salam Genandra, sembari mencium punggung tangan wanita tersebut
"Waalaikumussalam."
Seusai mencium punggung tangan Bundanya, bola mata Genandra melirik ke arah meja bundar ruang tamu yang sudah dipenuhi oleh banyak sekali kado.
"Perasaan sekarang bukan hari ulang tahun gue," batinnya merasa heran.
"Bun, itu semua punya siapa?" tanya Genandra menunjuk ke arah tumpukan kado tersebut.
"Ya punya kamu lah sayang," jawab Bunda Genandra semakin membuat anak itu bingung.
"Hah punya gue?"
"Kok punya Genan Bun, perasaan sekarang bukan ulang tahun aku."
"Siapa yang bilang kamu ulang tahun, itu semua pemberian kado dari anak-anak yang ngefans banget sama kamu," jawab Bunda Genandra menatap bangga kepada putra pertamanya itu.
"Hm, padahal mereka semua sudah tahu kalau gue sudah punya cewek. Tapi tetep aja ganggu gue," batin Genandra tersenyum smirk.
"Kamu tahu gak, tadi anak-anak yang datang ke rumah cewek semua loh, cakep-cakep lagi."
"Hah, tapi Genan sudah punya-"
"BUNDAAAAAA!!!!!" perkataan Genandra seketika berhenti setelah mendengar suara teriakan tersebut.
"Astagfirullah!" kaget mereka berdua dengan kemunculan anak kecil berseragam merah putih, sebut saja dia Neon—adik kandung Genandra.
"Neon yang sopan dong sayang, masuk rumah ketuk pintu dulu terus salam," nasihat Bunda kepada anak kecil itu, yang malah menunjukkan sederet gigi putihnya.
"Ini bocil gue geprek lama-lama, untung gak jantungan," batin Genandra kesal dengan tingkah nakal Adik laki-lakinya.
Neon yang masih menduduki kelas empat SD itu nyatanya tidak kalah famous dari sang Kakak, seperti halnya Genandra yang diberi julukan si pangeran SMA, begitupun juga dengan Neon yang mendapat julukan pangeran junior oleh teman-temannya.
"Iya Bunda, Neon minta maaf," balas Neon menunjukkan ekspresi puppy eyes nya, berharap bisa meredam kemarahan Bunda.
"Eneg gue," batin Genandra mual.
"Ulululu, iya Neon sayang, lain kali jangan diulangi lagi ya!"
"Iyah Bunda, Bunda!" panggil Neon.
"Iya sayang?" tanya Bunda, menunggu apa yang akan anak bungsunya itu katakan.
"Tadi aku dipanggil pangeran junior lagi lho sama temen-temen, fans cewek aku juga nggak kalah banyak sama Abang," cerita Neon bangga.
"Waaahhh, dua anak Bunda jadi idola ya di sekolahnya, pinter, tapi jangan lupa belajarnya juga ya."
"Cih, dasar bocil tebar pesona," gumam Genandra dibuat tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran anak kecil jaman sekarang, padahal dulu sewaktu ia kecil hanya mengerti bermain tidak dengan ketenaran ataupun percintaan.
"Ya udah Bun, aku ke kamar dulu ya," pamit Genandra
"Iya, sana bersih-bersih dulu, kalau sudah turun kita makan bareng."
"Oke Bun," jawab Genandra yang lalu melenggang pergi menuju kamarnya.
********
Beberapa menit kemudian, setelah selesai membersihkan badan dan berganti pakaian. Genandra segera turun ke bawah untuk makan bersama keluarga.
"Hari ini gimana sekolahnya?" tanya Ayah Genandra kepada kedua anaknya.
"Lancar kok Yah, tadi Neon dapat seratus lagi ulangan matematikanya," balas Neon menepuk dadanya bangga. Pelajaran yang paling ia sukai adalah matematika, disaat semua teman-temannya mengeluhkan tentang salah satu mata pelajaran yang bisa dibilang keramat itu, Neon malah menikmatinya.
Terkadang ia dibuat heran, kok bisa ada anak nggak suka matematika? Padahal kan semenyenangkan itu. Soal-soal yang sulit malah membuat Neon semakin nagih dan menantang dirinya untuk memecahkan teka-teki tersebut.
"Wah keren banget, kayaknya udah siap nih buat olimpiade finalnya besok," senang sang Ayah dengan prestasi cemerlang yang dimiliki anak laki-lakinya.
"Siap dong Yah, Neon sudah nggak sabar bawa piala itu pulang," balas Neon seolah-olah tahu, kalau pasti dirinya lah pemenangnya.
"Hebat, kalau Bang Genan gimana? Lancar sekolahnya?" kini pandangan Ayah beralih kepada putra sulungnya, Genandra.
"Alhamdulillah lancar, seperti biasa Yah," balas Genandra lalu meneguk segelas air putih.
Walaupun orang tua Genandra bisa dibilang sibuk, sang Ayah yang harus mengurus beberapa perusahaan milik keluarga, juga Bunda yang disibukkan dengan mengajar sebagai dosen di beberapa universitas. Namun mereka berdua masih menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama, sebab mereka tahu ada hal yang jauh lebih penting dari pekerjaan mereka, yakni keluarga.
"Bagus, Ayah juga baru dapat kabar dari kepala sekolah kamu. Katanya tim basket kamu mau lomba tingkat nasional ya? Keren nak! Ayah dukung!"
"Haha, iya Yah makasih. Doakan ya Yah, semoga bisa sampai tingkat internasional," balas Genandra tersenyum, ia bersyukur bisa memiliki orang tua yang mau mendukung cita-citanya.
"Pasti dong, masa anak sendiri nggak Ayah dukung."
"Ehem, oh ya Genan," deham Bunda membuat perhatian Genandra teralih kepadanya.
"Apa Bun?"
"Kamu masih belum punya pacar kan?" tanya Bunda tiba-tiba, seketika membuat suasana yang semula ceria menjadi dingin.
"Jadi Bunda sama-"
"Langsung to the point aja Bun," potong Genandra malas, selera makannya menjadi hilang.
"Huuh, Bunda sama Ayah sudah sepakat mau jodohin kamu dengan anaknya Pak Jordan."
"Bun, Genan harus ngomong berapa kali lagi sih, Genan sudah punya cewek, aku gak suka sama anaknya Pak Jordan," tolak Genandra.
"Lagi pula, sekarang udah nggak jaman sama yang namanya jodoh-jodohan," sambungnya.
"Memangnya siapa cewek yang kamu maksud? Akira? Iya?" balas Bunda menekan kalimat terakhir.
"Ngapain kamu suka sama dia? Jauh lebih cantik anaknya Pak Jordan."
"Tapi dia pilihan Genan Bun," balas Genandra tidak terima.
"Enggak, tetap aja Bunda gak suka, pokoknya kamu harus menikah dengan cewek pilihan Bunda," ucap Bunda tegas.
"Aku udah kenyang," kesal Genandra, lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan pergi menuju ke kamar.
"Bunda," lirih Ayah selepas menyaksikan perdebatan panas tersebut.
"Biarin aja Yah, supaya dia paham."
********
Di dalam kamar Genandra.
Ia menenggelamkan kepalanya pada bantal, perkataan Bunda terus saja berulang-ulang dalam pikirannya. Benar, ini semua karena keluarga Genandra berasal dari marga yang terpandang, soal pasangan hidup pasti akan diperhatikan betul-betul oleh orang tuanya, agar tetap mempertahankan garis keturunan yang baik.
"Dijodohkan?"
"Aneh, mereka semua aneh," ucap Genandra tersenyum sinis.
Tangan kanannya terulur, mengambil benda pipih yang terletak di atas nakas samping kasur, jari jempolnya menari-nari pada layar handphone tersebut. Mencari foto gadis yang ingin dijodohkan Bunda dengannya.
Genandra membandingkan foto itu dengan foto Akira. "Masih cantikan Tuan putri gue," ucapnya tersenyum kecil.
Siapa Tuan putrinya? Tentu saja Akira Magenta Valencia, Tuan putri tercinta dari Pangeran Genandra Mahavir Aditama
Seandainya ia menjadi satu-satunya lelaki yang hidup di dunia ini, bersama ribuan wanita. Tetap saja, Genandra hanya membutuhkan satu wanita untuk ia jaga, dan itu adalah Akira.