Gelap, tidak ada orang. Kali ini sepertinya semuanya sedang sibuk di ruang serba guna. Hanya tinggal Irish yang sendirian di kelas. Malam-malam seharusnya mereka sudah pulang tapi mereka masih harus mengurus proyek kesenian yang akan diadakan besok. Semua orang sedang berada di dilanda kesibukan yang sama.
Tidak ada orang di tempat itu. Irish menjadi sedikit merinding. Dia akhirnya dengan cepat mengambil barang yang dibutuhkan. Tiba-tiba ada suara benda ditabrak dengan keras. Irish langsung merinding dan menutup mulutnya. Dia takut jika itu hantu dan melihat dirinya. Tapi yang ada justru Irish melihat ada orang yang sedang berciuman. Di kelas. Lebih tepatnya di sekolah. Irish tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia tidak tahu harus melakukan apa dalam keadaan ini. Yang bisa dia lakukan hanya diam.
Beberapa saat terdengar suara gerombolan orang-orang yang berbicara dan berjalan ke kelas. Dari jendela mereka langsung berteriak. Perempuan itu langsung pergi dan meninggalkan prianya sendirian. Irish semakin dikejutkan ketika ada teman sekelasnya yang tahu bahwa dirinya ada di sana. Sang pria itu terkejut akan kehadiran Irish. Seluruh orang yang ada di sana juga terkejut. Mereka menatap Irish dengan pandangan yang tidak bisa didefinisikan dengan mudah.
“Tidakkk … tidakkk … itu bukan aku …” gumam Irish.
Layar itu tiba-tiba menggelap kembali. Irish terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi dahinya. Dia menatap jam dinding. Sekarang sudah pagi. Irish mengusap rambutnya. Mimpi yang sudah lama tidak hadir itu datang kembali. Irish seketika merasa sesak. Jantungnya berdetak tidak karuan. Perasaannya menjadi tidak menyenangkan. Semua ini pasti akibat dari orang-orang di masa lalunya yang datang kembali. Ini semua pasti terjadi karena apa yang Jeremy katakan kemarin. Semuanya menjadi kacau.
Irish bangkit dari tidurnya dan mencuci wajahnya. Dia sikat gigi dan mengusap wajahnya dengan handuk. Wajahnya terlihat pucat. Pasti dia sudah lupa untuk olahraga beberapa hari ini. Kesibukan berhasil membuatnya lupa diri. Irish lalu mengganti pakaian tidurnya dengan setelah olahraga berwarna putih. Dia menyumbat telinganya dengan earphone dan hanya menggunakan apple watchnya. Irish langsung membuka pintu kosan dan berlari dengan sekuat tenaga. Dia tidak peduli jika harus dimarahi oleh penjaga kosan saat ini.
Kenyataannya Irish tidak bisa sepenuhnya lari dari kenyataan. Masalah yang sudah lama berakhir itu tetap menjadi mimpi buruknya. Tuduhan-tuduhan berhasil membuat mentalnya terganggu. Dia perlu waktu lama untuk bertahan dari fase kritisnya itu. Dia masih ingat dengan jelas kebencian itu muncul dalam dirinya. Sayangnya orang yang selama ini dia percaya justru tidak mengatakan apa-apa. Untuk itu kenapa dia harus percaya kepada orang lain lagi? Semua itu pada akhirnya berujung kecewa. Irish tidak ingin itu kembali lagi.
“Gue nggak tahu lo ternyata suka lari juga.” Irish menoleh ke samping. Ternyata pria itu juga suka berlari di kedinginan pagi.
Irish diam dan tidak menjawab. Dia tidak merasa harus menjawab pria itu. Perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Irish semakin melaju dengan kencang. Jeremy tertinggal jauh di belakangnya. Pria itu tidak bisa mengejar Irish yang kakinya seribu kali lebih cepat.
“Rish, tunggu gue. Kita barengan aja. Gue juga mau ngomong banyak hal sama lo. Hah hah.” Jeremy berhenti sambil menumpu tangannya di kaki. Apa yang dia katakan sayangnya tidak bisa memengaruhi perempuan itu. “Gue harus ngapain, Rish buat bisa sama lo? Aaaargghh …” Jeremy mengutuk dirinya sendiri. Semuanya memang menjadi kesalahannya.
Masih beruntung Irish berusaha menjaga perasannya. Jeremy memang terlalu serakah untuk mendapatkan Irish. Semua itu jelas tidak mudah.
***
Irish telah merasa bugar kembali. Olahraga berhasil membuat hatinya kembali seperti semula. Dia siap jika harus kembali menghadapi orang-orang di masa lalunya. Dia siap jika harus kembali memasang topengnya. Semua orang memang menggunakan topeng, tapi Irish rasa dia telah memakai topeng sebanyak seratus biji untuk tidak bisa dilihat siapapun.
“Gue tahu motor lo nggak ada di parkiran dari hari jumat. Sekarang gue anter.”
“Nggak perlu kok.” Irish tersenyum dengan lebar. “Gue bisa pesen ojol. Tenang aja, gue nggak selemah itu menjadi perempuan.”
“Hemat ongkos. Lebih baik gue anterin aja.”
Tinn … tinn …
Sebuah mobil berwarna hitam masuk ke halaman kosan. Mobil itu jelas terlihat siapa pemiliknya. Tidak perlu dipertanyakan. Irish memutar bola matanya. Apakah adegan kemarin akan terulang kembali? Dua pria ini memang terlalu memusingkan. Irish jelas tidak akan bisa lepas dengan mudah kali ini karena percuma saja kedua pria itu diberi tahu. Semuanya bebal. Tidak ada yang mengalah.
“Ayo turun!” kata Irish secara mutlak.
Irish berjalan ke mobil Aksara yang ganti lagi. Orang kaya memang memiliki banyak mobil untuk bergonta-ganti.
“Ngapain lo dateng ke sini juga?” tanya Aksara dengan nyalang. Pria itu langsung mengeluarkan aura permusuhan. Sangat terlihat dengan jelas dari keduanya. Irish tidak bisa lagi menahan kesabarannya.
“Lo berdua masuk deh. Anterin gue sekarang juga ke kantor. Daripada harus pelototan di sini. Lebih baik lo berdua langsung adu bacot di dalam mobil.” Irish membuka pintu mobil Aksara dan masuk ke kursi tengah.
“Rish, tapi ini mobil aku. Aku nggak mau mobilnya dipake sama dia juga.” Aksara menunjuk Jeremy dengan tangannya.
“Yee, siapa juga yang mau satu mobil sama lo. Kayak gue nggak punya mobil aja.” Jeremy mengusir Aksara yang berada di depan pintu mobil. “Gue tahu lo nggak akan nyaman kalau ada kita berdua. Sekarang lo sama dia dulu. Besok-besok sama gue.”
“Ehhh … nggak ada besok-besok ya. Dia punya gue.” Aksara menarik kerah baju Jeremy dan mengusir pria itu. Aksara lalu masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan mobilnya dari halaman rumah.
Jeremy lagi-lagi hanya bisa mentap kepergian keduanya. Tapi pria itu tidak akan menyerah. Dia akan mendapatkan Irish kembali. Apapun yang terjadi, Irish berhak mendapatkan seseorang yang mencintai dirinya sepenuh hati. Tidak seperti Aksara yang bisa meninggalkannya dengan mudah.