Hari ini sepertinya hari yang tidak pernah Irish sangka-sangka. Cintanya yang telah berakhir di umurnya yang kedua puluh tahun, kini dipertemukan lagi setelah tiga tahun dia mengirim pesan kepada Aksara. Tidak ada yang menyangka dia bisa menghabiskan waktunya seharian mengurusi gedung, katering, dan terakhir fitting gaun sebagai bridesmaid.
Gaun itu ternyata menjadi yang terakhir untuk dirinya. Dia awalnya memang menolak acara ini. Dia tidak pernah berharap untuk menjadi bridesmain. Bukannya tidak ingin membantu Zoey, tapi belakangan hidupnya memang tidak bisa diharapkan. Dirinya saja sempat bingung apa yang harus dia lakukan. Tapi memang masa-masa kelam itu sepertinya telah berakhir. Sekarang Irish berada di butik untuk mengukur pakaiannya.
Baju kebaya dengan warna krem dan rok batik berwarna coklat gelap menempel pada tubuhnya. Namun, baju itu terlalu kebesaran sehingga perlu dikecilkan dengan bantuan peniti sebelum dijahit agar pas.
“Kebaya ini sangat cocok untuk kamu. Hemmm tapi ini agak kurang kecil dikit yah. Kita pasang peniti dulu. Nanti kami kecilkan lagi. Seminggu lagi bisa kamu ambil ya,” ucap tante Zoey yang langsung turun mengurusi kebaya bridesmaid ponakannya. “Tunggu sebentar. Kamu suka kan sama desain ini?”
“Suka kok tante. Bagus,” jawab Irish dengan setengah hati. Sejujurnya dia paling tidak suka memakai kebaya karena rasanya panas dan aneh. Kulitnya terasa langsung menyatu dengan bordiran-bordiran dari bentuk kebayanya.
“Oke. Kalau gitu tante nggak perlu bikin lagi. Zoey ini emang ada-ada aja. Dia ini milihin desain buat kamu kayak mau kamu nikah aja, Rish. Dia bilang kamu ribet banget kalau masalah fashion. Tante lihat kamu nggak kayak gitu sih. Yaudah ini tante urus dulu ya datanya. Biar nggak hilang.” Tante Zoey pergi dari ruang ganti.
Setelah tante Zoey pergi, ruangan ganti itu tirainya tiba-tiba terbuka. Pegawai kira pria yang sedang menunggu di depan kursi ruang tunggu itu adalah pasangan Irish. Irish sedikit terkejut, wajahnya mendongak, matanya mulai naik ke atas secara perlahan. Tepat setelahnya dia melihat Aksara dengan menggunakan setelah jas dan celana hitam.
Irish mengernyit bingung. Bukannya setelan itu bukan untuk groomsmen? Irish berjalan dengan perlahan. Rok yang melilit tubuhnya dengan ketat itu membuat dirinya tidak bisa berjalan dengan bebas. Irish hampir terjatuh dibuatnya. Dia lupa jika masih harus menuruni satu anak tangga terakhir.
“Sorry, gue nggak sengaja.” Irish berusaha berdiri dengan tegap. Dia menatap wajah Aksara yang terasa tampan. Dia baru tahu Aksara bisa setampan itu. Sepertinya dia sedang tidak bermimpi. Pria itu memang benar-benar ada di depannya.
“Hushhhh.” Aksara meniup wajah Irish. Pria itu ingin menyadarkan Irish bahwa saat ini terlihat terpesona dengannya. “Terpesona ya?” Aksara menaikkan alis kanannya untuk menggoda.
“Enggak ah. Biasa aja tuh. Gue cuma heran. Ini bukannya bukan buat groomsmen?” Irish bertanya dengan gugup. Tiba-tiba nyalinya menjadi ciut.
“Memang bukan. Aku lihat ini. Aku hanya ingin mencobanya.” Aksara menatap cermin dan membenarkan dasinya. Dia sekarang sudah terlihat seperti seorang pria mapan yang siap mengucap janji di depan altar.
“Kita ke sini bukan buat itu, Aksara. Bisa tidak lo serius dulu!” Irish menjadi kesal karena Aksara seolah bermain-main dengan fitting baju ini.
“Main-main juga nggak masalah kok. Kan sekalian nyobain gaun yang bisa dipakai buat nikah.” Aksara menoleh dan tersenyum dengan bangga. “Pelayan! Bisa gantikan gaun tadi?”
“Ganti? Gaun? Apa maksudnya?” Irish menatap Aksara dengan tanda tanya besar dalam pikirannya.
“Mari kita antar, Kak.”
Irish diseret masuk ke dalam ruang ganti kembali. Dia tidak sempat protes kepada Aksara karena pria itu tidak menerima perdebatan kali ini. Irish berusaha bersikap kooperatif. Dia tidak mau membuat pegawai di sini terkena marah hanya karena keegoisannya. Lagipula ini hanya sekadar mencoba gaun.
Tapi Irish salah. Ternayata gaun yang diminta untuk dipakai ke tubuhnya itu memiliki ukuran yang besar. Lebih besar berkali-kali lipat daripada kebaya tadi. Irish bahkan harus memakai gaun yang disambungkan dengan kawat agar kokoh mengembang. Gaun itu sungguh sangat berat. Gaun berwarna putih dengan bagian bawah yang mengembang besar itu terlihat cantik di tubuh bagusnya. Hanya saja gaun itu terasa tidak nyaman dan berat. Dia juga merasa korset dia pakai terlalu mengekang bagian tubuh atasnya. Rusuknya terasa sesak.
Irish tidak menyangka kalau gaun secantik itu sangat menyiksa. Apalagi dadanya seperti terasa dijepit dengan kuat. Entah ini menganut gaya apa, tapi yang jelas jika memang dia ingin menikah, dia tidak akan menggunakan gaun sebesar itu. Bukannya senang, dia akan gondok selama acara berlangsung.
Ketika tirai dibuka kembali, dua raut wajah berlawanan saling dipertemukan. Irish dengan raut kesalnya dan Aksara dengan wajah senyumnya. Sangat bertolak belakang sampai-sampai Irish kalau bisa memukul Aksara, sudah dipastikan pria itu akan habis di tangannya.
“Ternyata pilihan gaun lo senorak ini. Ini bukan gaya gue banget.” Irish menaikkan gaun bagian dadanya yang terasa tidak nyaman. Rasanya gaun itu bisa jatuh ke bawah tanpa dia sangka-sangka. Dia tidak mau tubuh bagian atasnya terekspos di hadapan orang lain.
“Tapi aku suka gaya yang norak ini. Terlihat mewah.”
“Enggak. Karena gue yang akan jadi pasangan lo. Gue yang pakai baju seribet ini. Tentu gue akan pilih sendiri.” Irish berkata dengan menggebu-gebu.
“Oh ya? Setuju berarti jadi pasangan aku? Asal nggak pakai ini?” Aksara menimpali dengan cepat. Dia sepertinya menemukan suasana yang berbeda di acara perdebatan ini. Irish akan lebih jujur jiak diajak berpikir secara cepat karena perempuan itu tidak perlu banyak berpikir.
“Iya. Serius. Asal jangan pakai ini. Titik.” Irish mengatakan dengan mutlak. Setelahnya dia baru sadar kalau dia salah menjawab. Aksara sepertinya sudah menemukan taktik untuk bermain argumen dengannya. “Sial.”
“Sekarang beneran kita akan nikah kan?” Aksara bertanya tepat di telinga Irish.
Tubuh Irish tiba-tiba terasa meremang. Napas Aksara beradu di kulit bahunya yang tanpa penutup.
“Kau …”
Aksara mencium Irish. Ciuman yang menjelaskan semua tentang persaannya. Ciuman yang lembut dan tidak memaksa. Ciuman yang berhasil membawa Irish terlena.