Perjalanan menuju gedung pernikahan Zoey dan Rehan terasa lebih lama akibat kejadian tidak terguda di dalam mobil tadi. Irish bahkan berusaha untuk tidak melakukan hal aneh agar Aksara tidak memperhatikannya. Rasanya dia benar-benar malu. Hatinya juga tidak bisa berpura-pura, dia merasa berbunga-bunga. Dia tidak bisa memperlihatkan perasaan itu kepada Aksara. Tidak sekarang, dia belum sepenuh hati memercayai Aksara.
Irish turun terlebih dahulu setelah Aksara membuka lock-nya. Irish mengipasi wajahnya dengan tangan. Pipinya masih terasa panas. Beruntungnya sekarang dia sudah tidak merasa sesesak tadi. Dia harus mengatur ekspresinya lagi.
“Ayo!” Aksara meraih tangan Irish dan masuk ke dalam gedung. Mereka disambut oleh pegawai yang ada di depan pintu.
“Selamat pagi, Kak. Ada yang bisa dibantu?”
“Kami mau ngecek gedung pernikahan, Kak.” Jawab Irish dengan jelas.
“Mari silakan. Kami memiliki banyak penawaran dari mulai paketan gedung dan dekorasi, ada juga paket komplit dari gedung, dekorasi, dan katering. Kami juga menyiapkan beberapa peraturan yang bisa dipilih untuk keberjalanan acara. Dekorasi juga bisa disesuaikan dengan permintaan pelanggan.” Pegawai itu menjelaskan dengan teliti dan detail.
“Sebentar, Kak.” Irish menarik tubuhnya agar tidak terlalu dekat dengan tubuh Aksara. “Saya ke sini untuk mengecek gedung dan dekorasi yang dipilih teman saya. Dia sudah memesannya.”
“Oh maaf, Kak. Saya pikir kalian berdua yang akan menikah.”
“Doaian aja, Kak. Segera kok kita akan menikah. Nanti kita pesen juga di sini.” Sela Aksara dengan tiba-tiba. Irish langsung menginjak kaki Aksara dengan keras. Memakai high heels memang ada gunanya saat ini.
Pegawai itu hanya tersenyum melihat perdebatan yang ada. “Kalau begitu mari ikut saya,” katanya dengan sopan.
“Rish, sakit banget ini. Kamu jangan pakai sepatu itu lagi deh. Pakai yang datar-datar aja. Biasanya juga pakai yang datar.” Aksara menyusul Irish dengan berlari kecil. Kakinya masih terasa kebas dengan tajamnya sepatu perempuan itu.
“Kayak lo tahu aja kalau gue nggak suka pakai sepatu kayak gini.”
“Tahu dong. Kamu kan sukanya yang biasa-biasa aja. Justru aneh kenapa kamu suka yang kayak gini sekarang”
Irish tidak menjawab lagi ucapan Aksara. Dia hanya melirik sekilas pria itu. Irish punya banyak alasan untuk menjawabnya tapi yang jelas dia hanya ingin memperlihatkan sisi feminimnya. Dia juga perempuan yang suka dengan barang-barang bagus dan fashionable. Tapi semua itu memang bukan menjadi prioritasnya sejak awal. Dia hanya berusaha menjadi orang yang normal di lingkungan kerjanya. Tidak mungkin dia akan ke kantor dengan memakai kaos belel atau celana pendek. Bisa saya kalau dia mau tapi orang-orang akan melihatnya seperti bukan anak kantoran. Jadi … yah selama ini dia hanya berperilaku senormal mungkin.
“Desain ini cocok. Bagus. Ini aku bikinin grup biar kita bisa langsung lihat respon mereka sama-sama ya. Sekalian ini biar nggak ada misskom.” Aksara terlihat bersemangat untuk mengabadikan dekorasi itu. Dia bahkan repot-repot membuat grup untuk mereka berempat. “Kamu suka nggak dekorasinya?”
Irish menatap Aksara ketika namanya disebut. Pikirannya telah kembali ke tempat semula. “Iya bagus. Tapi kayaknya ada beberapa lighting yang perlu diubah. Di bagian atas itu terlalu dekat. Mungkin bisa dijauhin dikit. Terus rangkaian yang ada di panggungnya itu seharusnya dipilih bunga yang agak besar dikit biar cahayanya nggak terlalu banyak ngasih ke panggung. Kalau terlalu terang juga bikin kurang enak dipandang. Apalagi kalau di foto. Kalau bisa itu kainnya diganti sama yang warna putihnya yang lebih terang sedikit.”
“Baik, Kak. Ini saya catat. Ada lagi?”
“Emmm … kayaknya meja dan kursi yang ada di dekat jalan itu bisa jauhin dikit ya kak. Jaraknya juga jangan terlalu dekat. Terus bagian tengahnya perlu dijauhin lagi. Zoey bilang dia akan melakukan lempar bunga. Tempatnya kalau terlalu sempit tidak akan bisa digunakan untuk lempar bunga itu.”
“Baik, Kak.” Pegawai itu tersenyum dengan tipis.
“Kamu berasa lagi yang pesen gedungnya. Bukan Zoey.” Aksara terkikik dengan geli.
Daritadi Aksara hanya bisa mendengarkan apa yang dikomplain oleh Irish. Dia tersenyum sambil merekam apa yang sedang dilakukan oleh Irish. Baginya Irish terlihat lebih sexy ketika mengkritik bagian-bagian itu. Dia baru sadar kalau kecerdasan Irish memang sangat sexy. Dia suka perempuan pintar. Makanya dia berusaha dengan baik untuk menjadi pintar seperti Irish.
“Nggak apa-apa dong. Biar gue bisa puas. Zoey juga pasti puas kok kalau kayak gitu. Gue berusaha jadi Zoey.”
“Emmm. Enggak. Justru Zoey nggak akan bilang gitu.”
“Kok kamu tahu?”
Kali ini mereka berjalan ke arah tester katering yang sudah disiapkan pemilik gedung. Keduanya berjalan di belakang pegawai bernama Alda tadi.
“Karena Zoey yang banyak cerita tentang kamu.” Aksara berbisik di telinga Irish.
Tubuh Irish meremang mendengar bisikan itu. Dia belum terbiasa dengan kedekatan yang tiba-tiba. Tapi yang lebih mengejutkan ternyata selama ini mereka berdua memata-matainya. Sungguh di luar prediksinya.
“Kalian berdua ternyata sekongkol buat lihat hidup gue.” Irish tidak habis pikir. Bisa-bisanya dia tidak mengetahui itu selama ini.
“Ya gimana. Kamu ngilang gitu aja. Yang biasanya bikin story banyak, tiba-tiba nggak ada kabar. Gimana nggak khawatir?”
Irish tersenyum mendengar kalimat terakhir Aksara. Dia menaikkan tangan kanannya di bahu Aksara dan tangan kirinya berada di pinggang pria itu. Mata Irish menatap dengan dalam. Irish mendekatkan wajahnya. Emm … lebih tepatnya ke telinga kanan Aksara.
“Ternyata lo bisa khawatir juga sama gue.” Irish berbisik dengan seksi.
Tubuh Aksara menegang dibuatnya. Pria manapun tidak akan bisa menahan suara yang menggoda itu. Dia tidak ingin kalah. Kedua tangannya memegang pinggang Irish. Irish menjadi termakan dengan permainannya sendiri.
Aksara sebenarnya tidak tahu apa yang dia lakukan sebenarnya. Dia hanya merasa tidak ingin kalah dari Irish. Selalu. Dari dulu dia memang tidak ingin kalah dari Irish. Tapi entah mengata aura Irish tidak akan pernah bisa dia kalahkan. Rasanya memang tidak akan pernah bisa karena Irish memang segala-galanya untuk dirinya. Dia tidak akan bisa mengalahkan Irish dalam keadaan apapun.
Akhirnya Aksara melepaskan Irish. Dia tidak ingin menjadi tontonan untuk waktu yang lebih lama. Lagipula sekarang mereka sedang berada di tempat umum. Aksara tidak bisa melakukan banyak hal kepada Irish. Sekalipun dia ingin membawa Irish langsung ke KUA untuk dinikahi.
“Maaf, Kak. Kami berlaku tidak sopan di sini.” Irish tersenyum canggung. Dia mengambil satu tusukan untuk mencoba potongan daging di wadah katering besar.
“Tenang saja, Kak. Kami sudah terbiasa dengan itu. Tempat ini kan memang banyak didatangi oleh pasangan yang akan menikah. Jadi sudah hal lumrah melihat kedekatan para tamu.”
“Tapi kami bukan pasangan, Kak. Itu masalahnya.”
“Dia akan jadi pasangan saya kok, Kak.” Aksara menarik pinggang Irish dan mengecup pipi Irish singkat.
“Uhuk uhuk.” Irish tersedak karena tingkah laku Aksara. Segera pria itu mengambil gelas mineral dan menusukkan sedotannya. Irish meminumnya dengan tidak sabaran. “Kita cobain aja semuanya. Segera. Biar pindah tempat. Kita masih ada satu agenda lagi. Oke!”
Irish langsung mengambil makanan dan menyuapkan makanan itu ke mulut Aksara. Makanan lainnya juga. Dia dengan segera memasukkan semuanya secara bergantian. Irish juga memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya dengan cepat.
Dari belakang, Alda hanya bisa tersenyum salah tingkah dengan kelakuan kedua pasangan yang ada di depannya. Pegawai yang lain pun ikut nimbrung dan memukul Alda. Mereka ternyata sama-sama gemas dengan tingkah keduanya. “Aku juga pengen kayak gitu, Da,” ucap temannya.
“Iya. Sama. Kapan yahh?” Alda pun hanya bisa menggigit bibirnya.