Read More >>"> Di Antara Mereka (Chapter 29) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU 0
About Us  

  Semburat merah terukir indah di langit barat. Keindahan yang menghiasi senja memanjakan mata hingga menarik para insan guna menyaksikannya. Seperti Mita yang berjalan kaki sembari melihat objek tersebut. Gadis yang mengenakan slingbag itu baru saja keluar dari kantor. Sejak supir pribadinya telah meninggal sejak 2 tahun yang lalu, Mita terbiasa menaiki taxi online. Namun kini, handphone-nya lowbat. Mau atau tidak, Mita tetap harus berjalan kaki untuk pulang. Ia mengambil jalan singkat melalui perkampungan kecil di dekat sana. Kampung itu ramai dengan adanya para warga yang kini beraktivitas di luar rumah. Ada yang berjoging, mengobrol di pos ataupun warung kopi hingga anak-anak yang bermain gobag sodor di lapangan. Mita mengamati mereka sembari berjalan. Kecantikannya menyita perhatian para insan yang ia lalui. Tak sedikit dari mereka yang memujinya hingga seorang pria yang berniat menikahinya. Namun, itu hanyalah gurauan. 

  Mita tak berhenti melangkah meski kakinya sedikit pegal. "Maukah kamu menjadi istriku?" 

  Seorang lelaki yang muncul dari belakang mendadak berjongkok di hadapan Mita dengan menyodorkan sebuah cincin dalam kotak terbuka. Beberapa warga kampung yang mendapati hal itu sontak menganga heran. Barulah pertama kali, mereka melihat tunangan di pinggir jalan. Bagaimana bisa? 

  Mita menatap lelaki itu dari atas hingga bawah. Ia bukanlah orang asing. Melainkan orang yang pernah membahagiakan dan menyakitinya karena keterpaksaan. Gio Antaraska namanya. Ya, cowok itu yang kini berdiri membawa cincin di hadapan Mita. 

  Sepasang mata gadis itu sontak berbinar dengan senyum yang terukir lebar. Jantung Gio berdegup lebih kencang menunggu jawaban darinya. 

  1 menit

  2 menit

  3 menit

  Sekian menit mereka saling pandang hingga akhirnya Mita mengangguk. "Iya, aku mau jadi istri kamu!" jawab Mita tersenyum bahagia. Tiada rasa yang dapat ia ungkapkan selain syukur pada Tuhan yang telah mengabulkan do'anya semalam. Mita tak pernah menerka bahwa hari ini ada lelaki yang melamarnya. Tuhan sungguh baik telah memberi keajaiban untuk hamba-Nya ini. Mita tak sabar akan memberitahu kedua orang tuanya. 

  "Waaahh... Kaget banget ada orang tunangan di sini!"

  "Baru pertama kali aku lihat orang tunangan di pinggir jalan."

  "Ceweknya cantik banget."

  "Sepertinya dia wanita karir."

  "Cowoknya terlihat tajir banget!"

  "Orang mana sih, mereka?"

  "Bagaimana mereka tunangan di pinggir jalan ini?"

  "Duh.. Aku bingung sama konsep tunangan ini."

  Itulah beragam komentar para insan di sekitar. Mita dan Gio tak peduli dengan ucapan mereka. "Alhamdulillah terima kasih banyak!" ucap Gio usai mendengar celotehan para warga. Lelaki itu menyematkan cincin di jari manis Mita. 

"Sama-sama. Sekarang juga, kamu ikut aku pulang biar bisa kenalan sama orang tuaku dan ngasih tau mereka kalau kita udah tunangan!" Gio menyetujui pinta Mita.

  "Ayo masuk ke mobilku!" ajak Gio yang berbalik badan sembari menggenggam tangan Mita. 

  "Selamat ya Mbak, Mas!"

  "Selamat Mbak, Mas!"

"Congratulations Mbak, Mas!"

  Gio menghentikan langkah dan menoleh ke arah mereka. "Terima kasih semuanya!" jawab Gio melambaikan tangan sebelum memasuki mobil putihnya. Selama perjalanan ke rumah Mita, tangan kiri Gio tak melepas tangan Mita dari genggamannya. Lelaki itu mengemudi dengan satu tangan saja. 

  Hanya butuh waktu 20 menit sepasang calon suami istri itu tiba di rumah Mita yang lantas membuka gerbang. "Ayo masuk!" ajak Mita diikuti Gio melangkah. 

  "Assalamu'alaikum Mama Papa!" ucap Mita sembari membuka pintu. "Silakan masuk, calon suamiku!" Mita mengarahkan tangan ke sofa tamu yang lantas ditempati Gio. "Tunggu sebentaer ya!" Mita tersenyum lebar sebelum meninggalkan lelaki itu. Ia berjalan guna mencari kedua orang tuanya. "Mama.... Papa." Mita menaiki anak tangga. Netranya pun menangkap Lani dan Miko yang menempati sofa besar di depan kamarnya. Bersalaman adalah hal pertama yang dilakukan Mita pada insan paling berjasa di hidupnya. "Mama... Papa, lihat ini! Aku udah tunangan sama seseorang!" Mita menunjukkan cincin di jari manisnya. 

  Mata Lani sontak berbinar. Wanita itu spontan berdiri dan bertanya, "benarkah? Siapa yang melamarmu?"

  "Silakan Mama dan Papa ke ruang tamu. Karena calon suamiku ada di sana!" ucap Mita. 

  Tanpa peduli dengan Miko, Lani langsung berjalan menuruni anak tangga guna ke ruang tamu. Miko mengikutinya dengan langkah yang santai. Mita memberi waktu mereka untuk berbincang tanpanya. 

  Gio yang sedari tadi duduk santai sembari menggerakkan bola mata, kini sontak berdiri kala mendapati Lani berjalan ke arahnya. "Selamat sore Bu, perkenalkan saya Gio Antaraska, calon suma Mita!" Gio menempelkan punggung tangan Lani di keningnya. 

  "Waaahh... Ternyata kamu yang sudah melamar anak saya!" respon Lani tersenyum lebar. 

  "Hehehe... Iya Bu!" Gio beralih menyalami Miko kala laki-laki itu berdiri di samping Lani. 

  "Kamu yakin mau nikah sama anak saya?" Kini Miko yang bertanya. 

  "Iya Pak... Mohon do'a restunya!" jawab Gio mengangguk sopan. 

  "Berapa usiamu?" Teringin Miko menghujani pertanyaan untuk Gio. 

  "Sama dengan usia Mita."

  "Apa pekerjaanmu?" 

  "Saya membantu mengelola kafe yang dibangun kakak saya sendiri!" jawab Gio. 

  "Silakan duduk kembali!" Gio menuruti kata Miko tersebut. Ia tak sendiri, melainkan dengan sepasang calon mertua yang menempati sofa di hadapannya. "Saya ingin pernikahannya disegerakan!" ungkap Miko. 

  "Iya. Saya juga ingin cepat punya menantu!" imbuh Lani. 

  "Bagaimana, apakah kamu siap untuk menikah dengan cepat?" tanya Miko mengarahkan dagu pada Gio. 

  "Saya sudah siap, Pak, Bu!" jawab Gio. 

  "Kalau gitu kamu akan segera mencari hari baiknya!" Lani menjauhkan punggung dari atasan benda yang didudukinya. 

  "Baik, Pak Bu!"

  "Permisi semuanya, selamat menikmati!" Mita memindahkan 4 gelas es teh ke meja. 

  "Terima kasih banyak," ucap Gio. Mita mengembalikan nampan ke dapur sebelum mengikuti kebersamaan mereka. 

  "Mita, apakah kamu sudah siap menjadi istri?" Miko beralih tanya pada sang putri. 

  "Saya siap Pa!" jawabnya mengangguk. "Tapi....." 

  "Tapi apa?" Gio sontak bertanya. 

  "Tapi, apakah Ibu kamu menyetujui pernikahan kita?" Mita melirik mereka dengan menunduk. Konfliknya dengan Rati di rumah sakit rawa buaya masih terpampang jelas di benaknya. Maka, tak pelak menuai keraguan tentang restu dari wanita itu. 

   "Maaf. Selama 7 tahun ini saya hanya tinggal berdua dengan Kakak angkat saya. Ibu saya telah mengusir saya dari rumah. Dan aku tidak membutuhkannya lagi!" ungkap Gio. 

  "Bagaimana bisa?" 

  Gio menjawab pertanyaan Mita dengan cerita 7 tahun lalu hingga kesuksesannya kini. Di kala ia terusir dari rumah hanya karena kesalahan dalam menjalani hubungan. 

  Cerita Gio usai dalam waktu satu jam. Ketiga insan di hadapannya sontak kagum dengan kerja keras Gio yang rela menitipkan dagangan ke kantin demi tabungan masa depan. Rasa cinta Mita pada Gio kian membesar usai mendengar cerita perjalanan hidupnya. Tak disangka, ternyata calon suami Mita sangat pekerja keras. Itulah yang membuat Miko dan Lani lebih banyak memanjatkan rasa syukurnya pada Tuhan Yang Maha Esa. "Ma Sya Allah... Kerja keras sekali kamu, Nak!" puji Lani. 

  "Untung ada orang baik yang membantu kamu!" ulas Miko. 

  "Hehehehe... Iya Alhamdulillah, Pak, Bu!" jawab Gio dengan tawa kecilnya. 

  "Kamu memang pekerja keras. Dan kamu sangat hebat. Tapi, sejahat-jahatnya Ibu kamu dengan kamu, beliau tetaplah Ibu kamu. Orang yang sudah melahirkan, merawat dan membesarkan kamu. Jadi, janganlah kamu melupakannya. Datangilah rumahnya sebelum kamu menikah!" 

  Hati Gio tersentuh mendengar kalimat itu. Antara mau atau tidak untuknya menemui sang Ibu yang telah lama tak bersamanya. Perlakuan Rati yang ia benci masih terpampang jelas di benaknya. Hal itu sangat mengganjal hatinya untuk menemui Rati. Namun Gio tak memberi tahu pada siapapun. Ia menyimpan kebencian sendiri. Dan kini, ia harus menghapusnya. Tentu saja terasa sulit. Tujuh tahun sudah ekor mata Gio tak melihat sang Ibu. Ia pun tak pernah merindukannya. Hanya kebencian yang mengganjal di hatinya. 

  "Aku mau kamu minta restu pada Ibumu untuk melangsungkan pernikahan kita! Kamu juga tidak perlu lagi menganggap Lica negatif. Karena dia sudah bertaubat dan menjadi baik sekarang. Aku dan dia sudah berdamai sejak lama." Kini Mita yang bersuara. 

  "Benarkah? Bagaimana bisa?" Gio melontarkan pertanyaannya. Tanpa ragu, Mita menceritakan awal kedamaiannya dengan Lica.

  "Jadi mulai sekarang, kita harus damai dengan siapapun. Tidak ada rasa benci pada siapapun di hati kita," ucap Mita usai bercerita. 

  "Baiklah. Aku akan segera menemui Ibuku untuk meminta restu. Dan sekarang saya pamit dulu!" Gio meninggalkan kediaman Mita usai bersalaman dengan dua calon mertuanya. 

  "Sayang. Tolong temani aku ke rumah Ibuku besok!" pinta Gio berdiri di samping mobilnya. 

  "Oke Sayang." Mita menampakkan senyum manisnya. 

  "Aku pulang dulu ya Sayang... Bye!" Gio beranjak masuk mobil. 

  "Bye Sayang!" balas Mita melambaikan tangan sembari menatap Gio yang menempati kursi kemudi. 

  Bunyi klakson menjadi tanda Gio meninggalkan rumah Mita. Ia pulang ke rumah Arga. Tak sabar lagi untuknya bercerita pada pria itu. Alhasil, Gio rela memasuki kamar Arga guna sekedar bercerita. 

  "Cieee... Adikku yang dulu masih bocil SMP, sekarang udah mau jadi suami... Eaaaa... Kiw.. Kiw... Selamat ya!" respon Arga disertai ledekan. 

  "Hehehehe... Alhamdulillah, terima kasih Mas! Ini semua juga berkat Mas Arga aku bisa berada di posisi sekarang!" jawab Gio tertawa ringan. 

  "Kamu bisa sukses seperti sekarang juga karena kamu bekerja keras!" 

  "Tapi aku nggak akan bisa merasakan kesuksesan tanpa bantuan Mas Arga," desak Gio. 

  "Iya Yo. Kita Kakak beradik harus saling membantu," jawab Arga. 

  "Benar itu Mas!"

  "Eh... Sebentar! Tapi kok aneh ya? Kamu bisa tunangan di pinggir jalan kampung orang pula. Bagaimana itu bisa terjadi? Demi apapun itu sangat aneh Yo!" Arga melontarkan pertanyaan guna mengobati rasa penasarannya. 

  "Jadi begini ceritanya. Ekhem......."

  "Bagaimana... Bagaimana? Ceritalah!"

  "Sebelum kita tunangan, terakhir kali kita bertemu saat selesai wisuda di kampus. Setelah itu pun, saya kehilangan jejak Mita lagi. Saya tidak punya nomor teleponnya dan tidak tau alamat rumahnya sehingga kita putus komunikasi selama ini. Dan aku masih menyimpan rasa cinta untuknya. Sejak aku sukses dan siap meminangnya. Aku membeli sebuah cincin yang selalu aku bawa ke mana-mana sembari berdo'a agar ketemu Mita. Kalaupun aku ketemu dengannya, akan langsung ku lamar tanpa peduli dimanapun tempatnya. Dan kemarin, saat aku pulang kerja melewati kampung itu, tidak sengaja melihatnya berjalan sendiri. Aku langsung keluar dari mobil dan langsung melamarnya. Begitulah ceritanya!" jelas Gio. Arga mengangguk-angguk paham. 

  "Ya Tuhan... Jujur aneh banget... Tapi cukup masuk akal!" respon Arga. 

  "Ya begitulah!" jawab Gio seraya keluar kamar. Namun, ia kembali ke tempat itu sebab ada hal yang terlupakan. "Mas Arga..."

  "Apa lagi? Aku mengantuk!" Arga membaringkan tubuh di kasur. 

  "Aku tadi ke rumah calon istriku dan sudah menemui kedua orang tuanya. Aku cerita kalau aku hanya tinggal berdua dengan Mas Arga karena diusir Ibuku dari rumah. Dan Mas Arga tau...."

  "Nggak. Aku nggak tahu. Orang belum kamu kasih tau, darimana bisa tau?" jawab Arga mendelikkan wajah di balik bantal. 

  "Calon mertuaku memintaku untuk menemui Ibuku dan meminta restu untuk pernikahanku nanti," ungkap Gio tetap berdiri menghadap Kakak angkatnya itu. 

  "Ya, itu memang benar. Dan memang seharusnya begitu!" jawab Arga. 

  "Jadi, Mas Arga juga memintaku untuk ke sana?" tanya Gio menunjuk diri sendiri. 

  "Iya." Gio menepuk jidat. 

  "Aku malas Mas!" keluh Gio mengerutkan kening. Kebencian yang mengganjal hati adalah permasalahan utama yang menuai kemalasan Gio guna berjumpa Rati. 

  Arga mengubah posisi duduk. "Gio. Aku tahu perasaan kamu. Sampai sekarang kamu masih menyimpan memori luka dari Ibumu. Pasti itu membuatmu malas untuk bertemu. Tapi kamu harus melawan kemalasan itu. Mau bagaimanapun, Ibu kamu tetaplah Ibu kamu sampai kapanpun. Dan kamu masih punya kewajiban untuk menjenguknya, Yo. Di jauh sana, beliau pasti selalu mendo'akanmu. Sebenarnya kamu pun punya kewajiban untuk berbakti padanya. Selama kamu tinggal sama saya kan, saya tidak pernah melarang kamu untuk bertemu Ibumu, Yo. Tapi karena kamu yang malas bertemu. Harusnya kamu bersyukur Yo masih punya orang tua dan tidak sebatang kara seperti saya sebelumnya. Kamu harus ingat bahwa Ibu kamu sudah melahirkan kamu yang pasti dengan rasa sakit. Ibu kamu sudah merawat dan membesarkan kamu. Bapak kamu kan nggak ngasih nafkah, jadi Ibu kamu pun bekerja demi menghidupi kamu. Ingat itu Yo! Jangan larut dalam satu kesalahan Ibu kamu. Ibu kamu hanya beberapa kali bersalah denganmu, tapi beliau sudah melakukan beribu-ribu kebaikan untukmu Yo. Tapi kenapa kamu hanya mengingat satu kesalahannya?" tutur Arga. 

  "Aku sudah memalukan Ibuku. Aku tidak bisa membuatnya bahagia. Dan aku diusir dari rumah. Aku tidak ingin kembali karena, aku anak memalukan. Itu alasanku malas untuk bertemu Ibuku, selain mengingat memori luka dulu!" jawab Gio. 

  "Sudahlah Yo. Bagaimanapun perasaanmu kamu sekarang, kamu tetap harus menemui Ibumu sebelum menikah."

  "Ya sudah iya Mas. Terima kasih banyak!" jawab Gio lantas keluar. Cowok itu membuat secangkir kopi yang langsung ia nikmati di ruang tamu. Pikiran yang sedari tadi berkecamuk pun mereda seiring dengan masuknya cairan kopi hangat ke mulut. Asap kopi yang mengepul santai seolah menuntunnya untuk santai dalam mengehadapi suatu masalah. Gio mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Beberapa laci yang terpasang di nakas berdekatan dengan lemari kaca menjadi objek yang dilaluinya. Netranya beralih pada pintu dapur yang terbuka lebar. Rumah itu sangat nyaman. Rumah itu sangat berjasa. Rumah yang selalu menenangkan hati Gio. Tiada mampu ia bayangkan jika harus meninggalkan tempat ini demi sang istri. Tujuh tahun sudah Gio ada di sana. Terasa sangat berat untuk ditinggalkannya. Namun demi Mita, ia rela. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Renjana
447      332     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Me, My Brother And My Bad Boy
3417      1717     0     
Romance
Aluna adalah gadis cantik yang baru saja berganti seragam dari putih biru menjadi putih abu dan masuk ke SMA Galaksi, SMA favorit di ibu kota. Sejak pertama masuk ia sudah diganggu seorang pria bernama Saka, seorang anak urakan dan bad boy di sekolahnya. Takdir membuat mereka selalu bertemu dalam setiap keadaan. Berada dalam satu kelas, satu kelompok belajar dan satu bangku, membuat mereka sering...
Cinta Wanita S2
5111      1456     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...
ZAHIRSYAH
5905      1784     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
MANGKU BUMI
122      112     2     
Horror
Setelah kehilangan Ibu nya, Aruna dan Gayatri pergi menemui ayahnya di kampung halaman. Namun sayangnya, sang ayah bersikap tidak baik saat mereka datang ke kampung halamannya. Aruna dan adiknya juga mengalami kejadian-kejadian horor dan sampai Aruna tahu kenapa ayahnya bersikap begitu kasar padanya. Ada sebuah rahasia di keluarga besar ayahnya. Rahasia yang membawa Aruna sebagai korban...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
3178      972     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Love is Possible
126      118     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Chrisola
806      504     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
My Rival Was Crazy
108      94     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...
Peri Untuk Ale
4453      2067     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang