Read More >>"> Di Antara Mereka (Chapter 3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU 0
About Us  

  Usai sehari tak bertemu, akhirnya SMP 02 Pancasila kembali memperremukan Mita dan Gio sekarang. Kantin sekolah yang dipilih mereka untuk mengobrol. Dua mangkok Mie ayam menambah kehangatan suasana kebersamaan. Tanpa ragu, Mita bertanya pada Gio, "Gio... Mengapa kamu tidak masuk sekolah kemarin?" 

  Gio menunduk dan menghela napas dengan tangan yang mengait. "Haruskah aku memberitahu alasanku?" Ia mendongak. 

  "Kita kan sahabatan. Jangan ragu untuk bercerita kepadaku!" jawab Mita sebelum mengambil sesendok mie ayam. 

  Cowok di hadapannya itu menghela napas yang kedua kali. "Ibuku sakit dan aku harus menjaganya!" jawab Gio menahan rasa sesak. Mengingat hal kemarin yang begitu menyedihkan. 

  Mita sontak terkejut mendengar itu. Matanya terbelalak dengan mulut tertutup tangan. "Bagaimana itu bisa terjadi?"

  Gio tak segan bercerita. 

  Flashback On

  Jeritan Rati, Ibu kandung Gio yang memasuki gendang telinganya sontak merangsang tubuhnya untuk bangun tidur. Tepi ranjang menjadi tempat duduk pertamanya. "Aaaaaaaaauuuu... Aaauuuu!" Suara Rati tak henti berteriak. Dengan sigap, Gio berlari keluar kamar guna menghampiri sang Ibu. 

  "Kenapa Bu?" tanya Gio mendapati Rati yang tergeletak sembari memijat kakinya. 

  "Kaki Ibu sakit banget Yo!" jawab Rati menyayat hati Gio. Inilah pertama kalinya ia melihat sang Ibu berteriak kesakitan. Sontak hatinya terguncang seketika. Mengingat hanya beliau penyemangat dan orang tersayangnya. Mendapati kondisi itu membuatnya terkejut seketika. Teringin ia menjerit sekarang. Meluapkan kegundahan hatinya. Namun, tak bisa. Mengingat sang Ibu harus segera ditangani. 

  "Bu, kita ke rumah sakit aja ya. Aku cari pertolongan dulu!" cemas Gio berbalik badan. 

  Ia hendak berlari. Namun, Rati mencegahnya dengan berucap, "tidak usah Yo. Biaya rumah sakit itu mahal. Biarkan Ibu di rumah saja! Mending uangnya ditabung buat sekolah kamu." Dada Gio terasa sesak mendengar itu. Padahal, kesehatan lebih penting dari apapun. Namun, sang Ibu sangat menyayangkan biaya kesehatan demi dirinya. Segitu besarkah pengorbanan seorang Ibu? 

  "Ayo kita ke kamar dulu!" Gio menopang lengan Rati yang kini berjalan tertatih-tatih. Ia membawa sang Ibu ke kamar. 

  "Hssssssshhh... Kenapa kaki ibu sakit banget ya?" keluh Rati sembari berbaring. 

"Mending kita ke rumah sakit aja, Bu!" usul Gio. Kecemasan masih bertengger di benaknya. 

"Tidak usah Yo. Mungkin Ibu hanya butuh istirahat saja!" jawab Rati menahan rasa sakit di kaki. Ia sangat menyayangkan biaya untuk pengobatan mengingat banyak keperluan sekolah Gio yang harus dibayar. 

  "Kalau gitu, Ibu tidur aja ya, biar aku yang urusin rumah!" Gio pun meninggalkan Rati. Dapur menjadi tempat tujuannya. Netranya menangkap api kompor yang masih menyala di bawah wajan berisi tempe. "Astaga... Ibu belum mematikan kompor!" Tatapannya fokus pada semua tempe yang gosong sembari mematikan kompor. Hanya itu satu-satunya makanan hari ini yang tak dapat lagi dimakan. Gio mengusap wajahnya gusar. Memikirkan cara guna mendapat makanan hari ini. Sofa tamu menjadi tempat sandarannya sekarang. Diliriknya jam dinding yang menunjuk pukul 06.50 mengingatkannya pada sekolahan. Terpaksa ia tak datang ke tempat itu lantaran rasa cemas pada sang Ibu yang menempati pikirannya. Lio menghela napas. Lagipula, belum ada kesiapan apapun untuknya berangkat sekolah. Sedangkan jam pelajaran akan dimulai 10 menit lagi. Sudahlah, Gio ikhlaskan segala yang terjadi hari ini. 

  Flashback off

  "Astaga... Ternyata itu alasan kamu tidak mau sekolah!" Tersentuh hati Mita mendengar cerita Gio itu. Keberuntungan semakin ia rasakan. Beruntung ia dapat memiliki sahabat yang berbakti pada sang Ibu. Yang rela tidak masuk sekolah demi sang Ibu. Baru pertama kali Mita mengetahui cowok sepertinya. Maka, tak heran jika ia terharu. Sesungguhnya, air mata telah menumpuk di kantongnya. Hendak keluar, namun ia tahan. Sungguh Mita merasa simpati dengan Gio. Secara tiba-tiba Mita berdiri dan mendaratkan kedua tangannya di punggung Gio. "Kamu harus sabar, kamu pasti kuat! Aku tahu itu!" bisik Mita. 

  Gio menggenggam tangan gadis itu sembari mengusap pelan. Kepalanya menoleh menatap wajah simetris Mita yang tersenyum ke arahnya. Alhasil, pandangan mereka bertemu dengan sudut bibir terangkat. Binar mata Mita menandakan bahwa ia nyaman dengan Gio. 

  "Terima kasih sudah selalu ada di sampingku, selalu menguatkan aku!" ucap Gio diangguki Mita yang kemudian kembali duduk. "Kamu itu spesial!" ungkap Gio menatap gadis di hadapannya itu.

  Tanpa disadari, kebersamaan mereka menjadi hal tersakit bagi seseorang yang kini melihatnya dari sudut kantin. 

  ******

  Sore hari memisahkan Mita dan Gio. Pukul 15.00 mereka telah berada di rumah masing-masing. Kamar salat adalah ruangan pertama yang dituju Mita di rumahnya. Gadis itu menengadahkan kedua tangan seusai salat ashar. "Ya Allah. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Di waktu dan tempat yang suci ini, hamba memohon kepada-Mu. Berilah kesembuhan untuk Ibunya Gio, cabutlah penyakitnya hingga ke akar-akarnya dan jangan Engkau kembalikan lagi. Dear Tuhanku, hamba mohon kepada-Mu. Kuatkanlah jasmani dan rohani Gio agar dapat berbakti pada kedua orang tuanya. Lapangkanlah hatinya dalam menerima segala hal, termasuk sikap hamba yang terkadang membuatnya kesal. Ya Tuhanku, lindungilah kami selalu... Aamiin!" Mita mengusap wajah dengan tangan yang masih tertutup mukena.

  Mita meletakkan kembali perlengkapan salat usai dipakai. 

  Suara notifikasi dari handphone mengalihkan atensinya pada layar benda itu. Nama Gio yang tertera di sana menggerakkan tangannya untuk membukanya lebih dalam. 

  Gio : Mita... Aku hanya ingin bilang. Kalau besok kita tidak bertemu. Kamu jangan cemas ya. Santai saja. Aku baik-baik saja kok! 

  Sepasang mata Mita terbelalak membaca itu. Prasangka-prasangka negatif mulai berhamburan di benaknya. Hal itu dikaitkan dengan Rati. Bagaimana kalau Rati sakit parah? Apakah Gio bisa menjaganya sendiri? Sepertinya dia akan menggunakan waktu sekolahnya untuk menjaga sang Ibu. Tapi, entahlah. Yang pasti cowok itu telah memberi isyarat pada Mita untuk tetap santai meskipun besok tidak bertemu dengannya.

  Mita : Gio... Kamu kenapa? Ada apa? Plis... Jangan membuatku cemas!

  Mita berharap mendapat balasan dari Gio secepatnya. Ia membiarkan handphone-nya tetap menyala guna menunggu balasan itu. 

  10 menit berlalu

  Benda pipih itu telah mati berkali-kali, namun selalu dinyalakan kembali. Mengingat Gio tak kunjung memberi balasan membuat kesabaran Mita terkikis sehingga meletakkan handphone-lah pilihannya sekarang.

                             ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

  Dalam UGD rumah sakit tampak wanita paruh baya tengah berbaring di hadapan dokter yang memeriksanya. Sementara di luar, ada cowok berambut ikal yang menunggu wanita Itu. Siapa lagi jika bukan Gio Antaraska. Hatinya setia menemani sang Ibu ke manapun. Seperti yang diketahui, kemarin Rati mengeluh kesakitan. Awalnya, dia tak ingin ke rumah sakit. Namun, rasa sakit di kaki semakin menjalar hingga membuatnya tersiksa. Dengan pertolongan tetangga, Rati dapat ke rumah sakit menggunakan mobil. 

  Gio mengusap wajah gusar. Terselip banyak pertanyaan di benaknya. Penyakit apakah yang diderita sang Ibu? Bagaimana dia bisa terkena penyakit? Apakah penyakitnya parah? Dan apakah itu membutuhkan biaya mahal? Gio sangat bingung sekarang. Mengingat Rati adalah tulang punggungnya dan hanya tinggal dengannya. Dan kini Rati tengah sakit, lantas, bagaimana nasib Gio selanjutnya? Gio pun bingung memikirkan itu.

  Tak berselang lama, pria berjas putih dengan stetoskop keluar dari UGD. Dengan sigap, Gio berdiri dan bertanya, "bagaimana keadaan Ibu saya dok?"

  Dokter itu menghela napas. "Tekanan darah Ibu anda sangat tinggi sehingga mengakibatkan beliau terkena stroke!" 

  Deg... 

  Bak tertusuk jarum hati Gio. Wanita yang selama ini selalu tampak ceria dan baik-baik saja, kini harus merasakan sakit yang cukup serius. Rasa bersalah menyelimutinya seketika. Gio merasa bahwa ia kurang  perhatian terhadap sang Ibu. Ia terlalu sibuk dengan dunianya. Teringin ia memutar waktu agar dapat memperbaiki semuanya. Andai waktu dapat diputar, Gio akan lebih perhatian dengan sang Ibu. Namun, semua sudah terlambat. Kini tingggalah rasa bersalah yang bertengger di benaknya. Gio benci dengan dirinya sendiri. Teringin ia berteriak sekarang. Meluapkan emosi yang tersimpan. Namun, tetap saja itu tak dapat dilakukan. Gio hanya tertunduk lesu dengan tangan mengepal yang siap meninju apapun di hadapannya. Ia sangat marah dengan diri sendiri.

                              ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

  Ruang makan menjadi tempat berkumpul keluarga Mita di malam ini. Makan adalah kegiatan yang dilakukannya sekarang. Potongan ayam kecap telah bergelut dengan gigi geraham Mita. Lidahnya bergerak ke sana kemari menyesap rasa manis khas makanan itu. Sangat nikmat. Namun, kenikmatan itu tak mengubah ekspresi Mita yang muram. Lani yang sedari tadi mengamatinya sontak bertanya, "kamu kenapa nak?" 

  "Tidak kenapa-kenapa, Ma!" jawab Mita berbohong. Terasa berat untuknya bercerita tentang isi pikirannya yang melayang pada Gio. 

  "Tidak usah berbohong. Ekspresi kamu tidak biasanya seperti itu. Kalau ada masalah cerita aja!" tutur Lani yang mengunyah makanan. Miko hanya diam mengamati mereka. Ia sebagai kepala keluarga merasa bahwa masalah Mita bukanlah prioritasnya, melainkan sang istri. 

  "Nanti aja deh, Ma!" jawab Mita lekas menyelesaikan makan malamnya.

  Di atas permadani, Mita meluapkan kegundahan hatinya pada sang Mama yang telah mengetahui Gio sejak lama. Meski belum pernah berjumpa. Namun, Mita kerap menceritakan sahabatnya itu. "Sebenarnya aku hanya kasihan sama Gio. Dia kan hanya tinggal berdua dengan Ibunya. Jadi aku ikut sedih mikirin dia!" ungkap Mita. 

  "Kamu do'akan yang terbaik buat dia, ya!" respon Lani sembari mengusap bahu sang putri. Mita mengangguk dengan sudut bibir terangkat. Obrolan mereka tak luput dari penglihatan Miko yang merebahkan diri di sofa. Miko tak ingin menanggapi masalah sang putri. 

  *****

  Mita bertahiyat di atas sajadahnya. Ia menoleh ke belakang sembari berucap salam. Ya, kini Ia sedang salat. Di ruangan yang suci itu, Mita kembali menengadahkan tangannya yang tertutup mukena merah jambu. "Ya Allah Tuhan yang maha kuasa, Tuhan yang menghendaki segalanya. Lindungilah sahabat hamba, Gio Antaraska di manapun dia berada. Berilah ketenangan dalam hati dan hidupnya. Jadikanlah dia anak yang sholeh dan berbakti pada kedua orang tuanya. Lindungilah dia dimanapun... Aaamiin!" Mita melepas mukena usai tangannya mengusap wajah. Mita keluar dari kamar salat usai mukenanya tertata rapi di lemari. 

  Balkon menjadi tempat pilihan Mita untuk bersantai di malam hari. Handphone telah berada di tangannya. Netranya fokus pada layar yang menampilkan room chat dengan Gio. Tak ada tanda bahwa cowok itu membaca pesan darinya. Mita mendongak menatap banyaknya bintang di langit. "Gio di mana ya, sekarang? Dia lagi ngapain? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Mita dalam batin. Di balkon yang indah itu, ia menyiapkan mental jika besok tak bertemu Gio. Meski begitu, terbesit harapan di otaknya. Semoga besok cowok itu masuk sekolah. 

  Sendiri di tempat indah itu, Mita menonton vidio di youtube. Tak ada yang tahu, diam-diam cewek itu menyukai film anime yang selalu ditontonnya kala waktu senggang. Kecintaan Mita pada anime merupakan keturunan dari Miko. Pria itu sangat menyukai hal yang bertema Jepang, seperti anime. Namun, ia juga menyukai sinetron Indonesia. 

  Menemukan film anime yang seru, Mita hendak mempertontonkannya pada sang Papa. Ia rela menuruni anak tangga demi bertemu Miko. "Papa... Papa. Lihat ini!" Mita berlari membawa handphone. 

  "Aku menemukan film anime yang bagus banget!" ucap Mita duduk di depan Miko yang kini menatap handphone-nya. Tangan kiri Miko menekan tombol merah pada remot. Televisi yang sedari tadi menyala sontak mati. Atensi Miko beralih pada film anime itu. Lani yang mendapati tingkahnya hanya diam sembari menepuk jidat. Diliriknya jam dinding yang menunjuk pukul 20.35. "Hayo.... Mita, 25 menit lagi harus tidur!" ucap Lani yang kurang menyukai anime. Ia merasa terpojokkan kala suami dan putrinya menonton film itu bersama. "Mita...." panggil Lani usai tak direspon sang putri. 

  Mita mengalihkan tatapan pada Lani sejenak. "Iya Ma!" jawabnya.

  "Nak, Papa ada jadwal nonton cosplay, apa kamu mau?" Mita mengangguk girang. Menonton cosplayer adalah hal yang paling ia tunggu selama 2 tahun menjadi anime lovers. Mendengar kabar akan adanya acara itu sontak membuatnya gembira. Mita tak sabar ingin menontonnya. Ia tak dapat membayangkan keindahan mal yang dihadiri para cosplayer anime, apalgi jika dirinya dapat mengambil gambar bersama cosplayer itu. Sungguh, kenikmatan yang tiada tara. "Oke... Kita nonton bareng ya!" ajak Miko. 

  "Lah... Berdua terus, Mama nggak diajak!" sindir Lani masih rebahan di sofa. Sungguh, ia terabaikan sekarang. Mita tertawa kecil mendengarnya. 

  "Iya sama kamu juga, Sayang!" jawab Miko dibalas senyuman oleh sang istri.

  "Nonton cosplay apaan sih? Nggak ada yang lain apa?" tanya Lani mulai diselimuti rasa heran. Ia tidak pernah mengajarkan sang putri untuk mencintai budaya Jepang. Namun, mengapa Mita mencintai itu? Mungkin benar, karena keturunan dari Miko. 

  "Nonton cosplay anime, Mah. Bagus banget loh!" jawab Mita memandanganya dengan tersenyum. 

  "Makanya Sayang. Kamu belajar jadi anime lovers biar tahu... Hahahahahaha!" ledek Miko mengundang tatapan sinis sang istri. 

  "Apaan sih? Nggak minat
.......Hufftt," dengus Lani. Jam dinding kembali menjadi objek lirikannya. Pukul 21.00.

  "Mita... Lekaslah tidur, ini sudah jam sembilan malam!" pinta Lani diangguki Mita. 

  "Alah.. Sayang. Kita kan masih seru nonton anime. Main nyuruh tidur aja!" gerutu Miko menatap Mita yang mulai menjauh. 

  "Ssstt.. Diam kamu!" sahut Lani. 

  Mita pun memaauki singgasananya. Tekanan Mita pada sakelar melenyapkan cahaya lampu. Gadis itu segera ke ranjang dan tidur dalam keadaan gelap. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7342      2218     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Meteor Lyrid
407      305     1     
Romance
Hujan turun begitu derasnya malam itu. Dengan sisa debu angkasa malam, orang mungkin merasa takjub melihat indahnya meteor yang menari diatas sana. Terang namun samar karna jaraknya. Tapi bagiku, menemukanmu, seperti mencari meteor dalam konstelasi yang tak nyata.
The Hallway at Night
4391      2079     2     
Fantasy
Joanne tak pernah menduga bahwa mimpi akan menyeretnya ke dalam lebih banyak pembelajaran tentang orang lain serta tempat ia mendapati jantungnya terus berdebar di sebelah lelaki yang tak pernah ia ingat namanya itu Kalau mimpi ternyata semanis itu kenapa kehidupan manusia malah berbanding terbalik
The Hospital Lokapala (Sudah Terbit / Open PO)
7635      2655     12     
Horror
"Kamu mengkhianatiku!" Alana gadis berusia 23 tahun harus merasakan patah hati yang begitu dalam.Tepat pada tahun ke 3 jadian bersama sang tunangan, pria itu malah melakukan hal tak senonoh di apartemennya sendiri bersama wanita lain. Emosi Alana membeludak, sehingga ia mengalami tabrak lari. Di sebuah rumah sakit tua yang bernama Lokapala, Alana malah mendapatkan petaka yang luar biasa. Ia har...
Hei, Mr. Cold!
315      259     0     
Romance
"Kau harus menikah denganku karena aku sudah menidurimu!" Dalam semalam dunia Karra berubah! Wanita yang terkenal di dunia bisnis karena kesuksesannya itu tak percaya dengan apa yang dilakukannya dalam semalam. Alexanderrusli Dulton, pimpinan mafia yang terkenal dengan bisnis gelap dan juga beberapa perusahaan ternama itu jelas-jelas menjebaknya! Lelaki yang semalam menerima penolakan ata...
Dunia Saga
4615      1268     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
EFEMERAL
118      107     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Cinta Wanita S2
5111      1456     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
3412      1492     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
MANGKU BUMI
122      112     2     
Horror
Setelah kehilangan Ibu nya, Aruna dan Gayatri pergi menemui ayahnya di kampung halaman. Namun sayangnya, sang ayah bersikap tidak baik saat mereka datang ke kampung halamannya. Aruna dan adiknya juga mengalami kejadian-kejadian horor dan sampai Aruna tahu kenapa ayahnya bersikap begitu kasar padanya. Ada sebuah rahasia di keluarga besar ayahnya. Rahasia yang membawa Aruna sebagai korban...