Mereka masih saling tatap begitu lama, sampai wanita yang memakai rok sebawah lutut dengan kemeja berwarna nude itu memeluk Arka dengan cepat.
“Sayang, maafkan aku. Ternyata pria yang kucintai hanya kamu. Pria itu telah menyakitiku,” ucap wanita tersebut sembari menangis kencang.
Tatapan Arka hanya fokus ke depan, ia langsung memegangi bahu wanita yang tiba-tiba datang kepadanya, dan ia berkata, “Jangan cari aku lagi, aku sudah bahagia dengan kesendirianku. Jadi jangan ganggu kehidupan pribadiku kembali!”
Kalimat itu terlontar dari mulut pria tampan ini, tanpa berkata-kata lagi ia langsung meninggalkan wanita yang sedang menangis di sebuah koridor rumah sakit dengan wajah yang begitu dingin.
Terlihat Dokter Arka seperti tak peduli lagi dengan wanita diyakini adalah wanita masa lalunya.
***
Alana memutuskan untuk berdoa sejenak. Ia mendoakan arwah Dimas dari ruangannya. Ia merasa bersalah dengan arwah kedua anak kecil itu.
Tapi jika ada kesempatan dia akan ke ruang duka itu lagi. Dan ia berharap Yuta sudah tidak ada.
Sudah selesai mendoakan arwah malang akibat tabrakan. Karena merasa bosan, wanita cantik ini memutuskan untuk sendirian ke taman.
Senja pun menampakkan keindahannya. Karena rumah sakit ini dekat dengan lautan, maka dari taman ini Alana bisa mengaskses indahnya matahari yang akan terbenam.
Namun, ia tak bisa merasa tenang karena di dekatnya ada seorang wanita yang menangis begitu sendu. Ia pelan-pelan mendekati wanita yang dirinya telisik, memastikan yang ia lihat adalah seorang manusia bukan arwah gentayangan.
Ketika menepuk bahu pelan wanita yang sedang menangis itu, benar saja Alana dapat merasakan tubuh kasarnya.
‘Ia manusia, untung. Kini aku berurusan dengan manusia bukan arwah gentayangan,’ celetuknya dalam hati merasa lega.
Wanita yang diyakini sejak tadi sudah menangis itu menoleh ke arah Alana, karena wanita menggenakan kursi roda itu menepuk bahu wanita tersebut dengan pelan.
Lalu ia bergegas mengapus air mata yang terus mengalir tiada henti.
Karena merasa iba, Alana lebih dulu menanyakan keadaan wanita yang menangis di rumah sakit ini. Alana pikir wanita itu sangat terpukul, karena mungkin sanak-saudara wanita tersebut sakit atau parahnya telah meninggal dunia.
“Mbak, maaf sebelumnya. Apakah Anda baik-baik saja?” tanya Alana lembut.
Wanita itu hanya menjawab dengan senyuman, tapi dibaluti oleh tangisan yang sendu. Tentu saja pertanyaan Alana hanya basa-basi belaka, karena sahabat Poci ini juga tahu bahwasanya wanita tersebut tak baik-baik saja.
“Hm, maaf karena saya sudah lancang Mbak, saya ingin mengetahu masalah yang Anda hadapi. Jika Anda butuh teman cerita, saya bisa membantu Mbak. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri, saya Alana, kalau Mbaknya?” Alana mengulurkan tangan kanan, seakan ingin berkenalan.
“Nama saya Clara, Mbak,” jawab wanita yang memiliki wajah keibuan itu.
Alana sengaja duduk di sampingnya, ia ingin menemani wanita yang bernama Clara itu. Ia merasakan apa yang dirasakan wanita tersebut, meski wanita tersebut belum menceritakan faktor apa yang menyebabkan ia menangis sesendu itu.
Tanpa diminta, Clara dengan berterus terang, meski sebelumnya ia tak pernah tahu siapa wanita yang duduk di sampingnya. Ia percaya Alana bisa menjadi teman ceritanya malam ini.
“Mbak Alana, apa yang kamu lakukan jika kamu mengkhianati kekasihmu, dan lebih memilih pria lain yang nyatanya tak mencintaimu.” Wanita ini memiringkan kepalanya, seakan ingin melihat tanggapan dari Alana.
Tentu saja Alana hanya terdiam bola matanya ke sana kemari, karena ia bingung harus menjawab apa mengenai kasus ini.
Hehe!
Melihat ekspresi yang dianggap begitu polos dan kalem itu, membuat Clara tersenyum dan ia kembali berkata, “Kamu tidak perlu menjawabnya Mbak Alana. Saya tahu, pasti pertanyaan yang tadi saya lontarkan adalah hal salah. Tak sepantasnya saya mendapatkan tanggapan, karena memang tindakan saya sangat salah dan begitu fatal. Meninggalkan pria yang sangat mencintai saya sangat tulus, demi pria yang semata begitu indah.”
Glek!
Terdengar Alana menelan salivanya, karena bagi dirinya masalah ini sangat mirip dengan apa yang dia rasakan. Tapi hanya posisi masalahnya saja berbeda. Clara sama seperti Yuta, dan kekasih Clara sama seperti Alana.
Sempat terlintas dibenak Alana, apakah Yuta sama juga seperti yang dirasakan oleh Clara mengenai penyesalannya terhadap perbuatan yang ia lakukan.
‘Apakah Yuta pernah menangisiku? Atau ia pernah menyesal karena telah melakukan hal itu? Ah, tidak! Tidak! Kenapa aku malah larut akan masalahku. Aku hanya fokus mendengar cerita Mbak Clara, karena ia membutuhkan seseorang untuk mendengar ceritanya,’ suara relung hati Alana.
Dari pernyataan Clara membuat Alana ingin tahu satu hal, ia pun tak menahan lagi apa yang ingin ia tanyakan, “Mbak Clara, bisakah saya melontarkan suatu hal mengenai masalah yang Anda alami saat ini?”
Clara menganggukkan kepala, mempersilahkan Alana bertanya.
“Pria mana yang sebenarnya Anda cintai Mbak?”
Pertanyaan singkat sekaligus menusuk itu bagi Clara, membuat wanita ini tersenyum dan menundukkan kepalanya. Ia merasa cinta yang ia berikan tidak tulus dengan siapa pun.
“Tentu saja kekasih pertama saya, Mbak Alana,” jawab Clara.
Alana mengangguk dan berpikir keras. Setelah dia melontarkan pendapat, “Maaf sebelumnya Mbak, saya melontarkan sebuah pandangan. Bagi saya jika Mbak Clara benar-benar mencintai pria pertama, Mbak tidak akan tertarik dengan pria kedua. Jadi di sini sebenarnya Mbak mencintai pria kedua, jika Mbak benar mencintai pria pertama, pria kedua tidak akan menjadi pemenangnya.”
Hehe!
Terdengar begitu lugu, tapi penuh akan makna dengan wawasan yang sangat cerdas. Clara tersenyum, dan memuji kecerdasan dalam perpikir wanita cantik dengan pakaian pasien ini.
“Kamu benar-benar wanita cerdas, Mbak Alana. Kamu mengenal perasaan begitu detail. Apa yang kamu katakan benar adanya, hanya saja saya adalah manusia yang egois. Merasa tidak dicintai dan ingin kembali ke pria pertama. Manusia adalah makhluk yang sangat emosional dan dipenuhi keegoisan, sehingga hal itu membuat mereka angkuh, tidak mau kalah dengan keadaan atau situasi yang mereka inginkan.”
Alana menatap mata Clara, dalam hatinya berkata, ‘Karena saya juga mengalami masalah dengan kondisi seperti ini, Mbak Clara. Saya yakin pria pertama yang menjadi kekasih Anda dulu pasti sangat sakit, dan ia pun merasa dikhianati. Jadi jangan berharap lagi dengan pria pertama yang sangat tulus mencintaimu.’
Clara kini sedikit merasa lega, ia bisa mengeluarkan unek-uneknya yang ia pendam dulu.
Wanita itu pamit dengan senyum yang hangat setelah bertemu dengan Alana. Pertemuan mereka sangat singkat tapi banyak makna yang mereka ambil masing-masing.
Alana kini hanya sendiri di taman itu, padahal masih pukul 7 malam tapi entah mengapa taman yang biasa ramai kini sangat sepi.
Tiba-tiba bulu kuduk Alana berdiri, seiring adanya angin yang menusuk sampai ke pori-pori kulit wanita malang ini.
Karena merasa tidak enak, ia memutuskan untuk memutar kursi rodanya. Bola mata Alana terbelalak, ia melihat ...
Bersambung.