Poci terheran tindakan sahabatnya meninggalkan mereka membuat ia berteriak kencang, “Alana, kamu mau kemana? Kenapa kamu malah kabur? Bukankah kamu yang menyodorkan ide ini, bukankah tujuan kita untuk mendoakan Dimas agar dia tak menjadi arwah gentayangan lagi di rumah sakit ini?”
Alana seakan tak peduli teriakan super sahabat hantunya itu, ia berusaha bagaimana bisa menjauhi tempat ini segera. Detak jantung semakin kencang, dalam relung hati ia berkata, ‘Apakah dia melihatku tadi? Kenapa ia bisa di sini? Kenapa kita bertemu lagi?’
Baru saja beberapa meter menjauhi tempat itu, karena ia bertemu dengan seseorang yang sangat dirinya hindari. Bukan pengecut, tapi ia tidak ingin memiliki masalah jika memang hubungannya telah usai meski secara tidak baik.
Kursi roda Alana tiba-tiba terhenti, seperti ada seseorang yang memegang dan menghentikan dari belakang.
Wanita cantik ini yakin yang melakukannya adalah sahabat hantunya. “Poci, tolong jangan bermain denganku. Aku tidak ingin bertemu dengan mantan kekasihku! Dia ada di sana tadi, dan aku sama sekali tidak ingin melihatnya lagi!”
Suara Alana bergetar, entah mengucapkan nama pria yang sangat ia cintai dulu begitu susah, apalagi kini harus berhadapan lagi dengan pria tersebut.
Merasa temannya tak menjawab ia segera menoleh ke belakang, manik matanya mengembang. Wajah Alana berubah menjadi pucat, dan ...
“Kenapa kamu menghindariku?!” celetuk pria dengan tatapan yang begitu tajam itu.
Hal ini membuat Alana kebingungan, ia sebenarnya tak ingin berhadapan dengan Yuta. Karena ucapan mantan kekasihnya itu begitu menyakitkan, bahwasanya Alana dikatakan sakit jiwa.
Alana memalingkan pandangan, ia dengan ketus menjawab, “Aku tidak mengindarimu, hanya saja aku tidak ingin bertemu kamu lagi!”
“Kenapa?”
“Sudah jelas, kamu tahu jawabannya. Tidak perlu aku jelaskan lagi. Lagipula kenapa kamu seolah tak mengerti apa yang sudah aku lakukan, tolong jangan bertindak seperti orang yang sama sekali tidak memiliki kesalahan padaku!”
“Kesalahan padamu?”
“Sudah cukup Yuta, tolong jangan berlagak kamu adalah orang yang tak tahu apa. Di sini aku hanya bingung, kamu yang bodoh dengan tindakan menyakitkan itu, apa aku yang bodoh karena mencintai pria yang tidak memiliki perasaan sama sekali sepertimu!”
“Aku yang bodoh, aku memang pria bodoh seperti yang kamu bilang Alana.”
Seperti tak tahan dengan situasi ini, Alana meneteskan air matanya. Yuta di belakang menyempitkan kelopak matanya, seakan ia ingin sekali mengatakan, ‘Alana, jangan menangis ya. Maafkan aku.’
Namun, tak lama kemudian terdengar suara yang Alana kenal. “Sayang, kamu kenapa?”
Sontak ucapan sayang itu membuat Alana dan Yuta begitu terkejut.
Yuta yang ada di belakang Alana, kini tatapannya berfokus kepada pria dengan jas putih. Pria itu bersimpuh, dan mengusap air mata yang mengalir dari mata wanita malang yang ada di depannya.
“Sayang?” tanya Yuta dengan penuh keheranan. Lalu ia melirik Alana, dan kembali menoleh ke arah seorang dokter yang diketahui menjadi dokter penanggung jawab mantan kekasihnya.
Meski Yuta dan Alana tak pernah mengatakan putus dalam hubungannya, namun bagi wanita itu Yuta adalah sosok pria indah yang tidak bisa ia pertahankan. Pada saat itu pula, Alana menutup hatinya kepada Yuta, pria yang sebenarnya masih ia cintai.
Dokter yang memiliki senyuman begitu menawan itu, menunjukkan kebanggaannya karena kini telah memiliki seorang kekasih seperti Alana. Tidak hanya cantik, wanita itu begitu tulus.
“Iya betul, kami baru saja berkomitmen karena kami saling mencintai,” ucap santai dokter muda itu.
Di saat itupula, Suster Luna yang berada di dekat sana pun terkejut dengan pernyataan Dokter Arka.
Netra matanya mengembang, bingkisan jajan yang ia bawa untuk Alana terjatuh. Hal itu membuat perhatian ketiga manusia itu terlepas, menoleh ke sumber suara.
Suster Luna langsung mengambil bingkisan yang sudah berserakan di lantai, dan tidak lama ia hanya menundukkan kepala lalu meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Alana melihat ekspresi wajah Suster Luna berubah terhadap hal ini, sepertinya ia tahu apa yang dirasakan oleh susternya itu.
Ingin sang mantan kekasih segera meninggalkannya, Alana pun membuka suara. “Kamu dengarkan yang tadi Dokter Arka katakan. Semua itu memang benar, kami telah membuat komitmen. Tidak ada perasaan yang terluka lagi. Jadi tolong, kamu jangan lagi mencariku setelah apa yang kamu perbuat kepadamu, Yuta Tanaka!”
Dokter Arka segera mendorong kursi roda Alana, dan ia tak lupa menundukkan kepala kepada Yuta.
Namun, ekspresi wajah Yuta sangat diluar nalar. Ia tidak marah sama sekali, malah ia tersenyum melihat Dokter Arka mendorong kursi roda dan membawa wanita yang sangat ia cintainya menjauh darinya.
Senyumnya tampak begitu terpaksa, tapi ada rasa lega di dalamnya. Sebenarnya apa yang dilakukan dan dirahasiakan oleh Yuta?
Apakah semua hal ini ia lakukan karena terpaksa?
Di dalam koridor, Dokter Arka memastikan jika Yuta tak mengikuti mereka. Ia beberapa kali menoleh ke belakang, ternyata memang tidak ada yang mengikutinya.
Lalu ia segera mengatakan, “Mbak Alana, saya minta maaf jika tadi saya ikut campur urusan Anda dan kekasih Anda. Eh, maksud saya mantan kekasih Anda. Saya tadi melihat Anda menangis, dan hati saya bergerak untuk membantu Anda. Saya pikir, saya harus berbuat sesuatu agar kekasih Anda tak membuat Anda menangis lagi. Jadi saya mohon maaf sekali lagi, bila tindakan saya atau perkataan saya membuat Mbak Alana terganggu.”
Hehe!
Penjelasan dokter tampan itu disambut senyuman dengan Alana, ia tersenyum dan merasa lega. Karena ada yang sangat mempedulikannya, meski orang itu tidak memiliki ikatan kekeluargaan dengannya.
“Dok, terima kasih karena sudah mengerti keadaan saya. Tidak usah minta maaf dok, karena Anda tidak salah sama sekali. Malah saya yang minta maaf karena Anda malah berurusan dengan mantan kekasih saya itu.”
Dokter Arka hanya menggelengkan kepalanya.
“Untuk saat ini, saya akan menghubungi Suster Luna untuk memastikan Anda sudah meminum obat dan beberapa hal penting lainnya,” ucap dokter muda itu.
Alana melambaikan tangan, seakan ia tak ingin mengganggu Suster Luna. Karena ia tahu pasti, susternya itu mungkin ingin diberi kesempatan sendiri terlebih dahulu.
Ia masih berpikir, kenapa ekspresi wajah Suster Luna sangat mudah ditebak. Atau mungkin, susternya tersebut benar-benar menyukai Dokter Arka.
Ia benar-benar jadi tidak enak, jika bertemu dengan wanita baik itu. Tapi kali ini Alana tak ingin menghindari masalah ini. Semua ini hanyalah kesalahpahaman, Dokter Arka hanya ingin membantu Alana.
“Biarkan Suster Luna istirahat, dok. Saya bisa sendiri, nanti jika memang saya membutuhkan bantuan saya akan menelpon dokter keruangan.”
Dokter Arka hanya mengangguk, ia ternyata melihat ekspresi aneh dari susternya tersebut. Dokter tampan ini pamit kepada Alana, dan meninggalkan pasiennya di ruangan.
Dalam perjalanan, dengan pelan dalam pikir dokter muda itu bertanya, ‘Kenapa ekspresi wajah Luna seperti itu tadi? Seakan dia sakit hati ketika aku mengatakan jika diriku sudah berpacaran dengan Alana.’
Karena termenung, dokter tampan ini menabrak seseorang.
“Ah, maafkan saya ...” Seketika ucapan Dokter Arka berhenti, ia terlihat begitu terkejut kini. Dengan raut wajah yang sangat berubah.
“Kamu, kenapa ada di sini?”
Bersambung.