Alana berdiri tepat di sebuah gedung yang sangat besar, ia tak tahu dirinya sedang di mana. Bukankah terakhir ia melihat sosok menyeramkan bergelantung di atap dinding ruangannya di rumah sakit.
Ia melihat bagian kakinya yang tadinya masih di gips, tapi sekarang sudah bisa berjalan. Dan anehnya lagi ia sedang berada di sebuh gedung. Bukan! Ini adalah mansion milik keluarga konglomerat.
Bangunan yang bergaya klasik Eropa dan lantai dari marmer, menambah kemegahan mansion ini. Alana sedang berada di lantai dua, ia pun melangkahkan kaki untuk menuruni anak tangga yang tak terhitung.
Namun, tiba-tiba ia mendengar teriakan keras dari sudut ruang bawah. Teriakan seorang wanita, sebenarnya apa yang terjadi.
Alana segera turun dan ia bersembunyi di balik tembok, benar saja ada seorang wanita yang bersimpuh di bawah dua orang paruh baya dengan tampilan yang sangat glamor.
Wanita dengan rambut yang sudah acak-acakan dengan uraian air mata tiada henti berucap, “Tolong hentikan kalian memperlakukan saya! Apakah kalian tidak memiliki hati nurani sama sekali, saya ini adalah manusia sama seperti kalian. Dan saya mencintai putra kalian.”
Baru saja melontarkan berkataan seperti itu, tamparan keras mengarah ke pipi kanan wanita tersebut. Sampai dari dalam mulutnya mengeluarkan darah.
Seorang wanita dengan tatanan rambut bak ratu Inggris, dan cara berpakaian glamor melotot tak henti kehadapan wanita muda yang hampir pingsan itu.
Alana yang melihat kejadian keji tersebut ingin menolong, tapi sayang ia tak bisa berbuat apa. Banyaknya penjaga yang begitu ketat membuatnya untuk menahan diri dulu.
Tak seperti tampilannya, wanita paruh baya tersebut seperti iblis dengan tampilan yang indah di luarnya. Ia berteriak seperti orang kesurupan, meneriaki wanita muda yang sedang bersimpuh di kakinya.
“Hey, dasar wanita jalang! Apakah kamu tidak memiliki otak, hah?! Kamu dan putra kami tidak akan pernah bersama! Berani-beraninya kamu mengucapkan hal itu dasar wanita kampungan!”
Ciiuuhh!
Ludah yang keluar membasahi wajah wanita muda tersebut.
Hati Alana begitu hancur melihat adegan yang membuat ia naik pitam. Ingin rasanya ia memberikan pelajaran kepada wanita iblis itu. Karena tak kuat melihat hal itu, Alana keluar dari persembunyiannya.
Ia tak peduli, bilamana dirinya akan ditanggap dan dihajar habis-habisan dengan suruhan wanita bak iblis itu.
Alana berlari menunjuk wanita itu dengan berteriak, “Hey Nyonya, apakah Anda tidak memiliki sopan santun sama sekali! Di mana letak hati nurani Anda sebagai manusia, tidak pedulikah Anda telah meludahi wanita itu juga manusia bukan binatang!”
Namun, untaian keras yang berasal dari kekesalan membeludak tak digubris sama sekali dengan wanita setengah baya tersebut. Seakan-akan Alana hanyalah sebuah replika yang tak dapat dilihat dengan siapa pun.
“Hah! Aku di mana ...”
“Mbak Alana, apakah Anda bisa mendengarkan suara saya? Mbak, tolong jika Anda mendengarkan saya segeralah bangun.” Terdengar suara samar-samar.
Hah!
Alana terbangun dengan kondisi berkeringat, wajahnya dialiri peluh tak henti-henti. Ia masih mengatur pernapasan beberapa kali, menerawang sudut-sudut dalam ruangan. Ternyata ia tak ada di mansion mewah itu lagi dengan kejadian yang sangat memilukan.
Bola matanya menoleh ke tempat, di mana lukisan itu berada. Tapi sungguh aneh, lukisan yang sejak tadi diperbincangkan dengan Poci hilang entah kemana. Ia pun segera bertanya kepada dokter yang ada dihadapannya itu.
“Dok, kemana lukisan yang ada di sana.” Ia menunjuk ke arah dinding, di mana lukisan itu diletakkan.
Tampak bingung, Dokter Arka menggerakkan kepala lalu menelisik dinding yang tentu saja tak ada lukisan sama sekali.
“Lukisan? Hm, Lukisan apa Mbak Alana, mohon maaf setahu saya ruangan Mawar ini tidak ada lukisannya sama sekali,” jelas dokter tampan tersebut.
Ketika napasnya sudah teratur, ia menutup mata beberapa detik dan memijat kepalanya. Dalam benaknya sudah berisi rekaman yang begitu nyata. Namun, kenapa semuanya seperti fana?
Dari awal Alana berada di rumah sakit, semakin hari ia selalu menemukan kejadian-kejadian janggal yang tidak bisa dijelaskan dengan nalar.
Kendatipun ia bersikeras menepis penjelasan dokter dengan perawakan yang begitu indah itu, tetap saja ia tak mampu menjelaskannya.
Ia hanya meminum segelas air putih untuk menenangkan apa yang sudah terjadi. Meskipun hanya sebuah lukisan, tapi seperti ada hal yang harus dipecahkan oleh Alana.
Dan bagaimana nasib wanita muda malang itu? Apakah dia akan baik-baik saja ditinggal di mansion mewah tersebut dengan perlakuan wanita iblis itu?
Fokus Alana pecah, ia sampai melamun memikirkan wanita muda yang begitu malang itu. Kendatipun ia tak tahu siapakah wanita tersebut, tapi ia memiliki hal kuat untuk menolongnya dan harus menolongnya, bagaimanapun caranya.
Alana langsung melontarkan pertanyaan kepada Dokter Arka, “Pak dokter, apakah kamu tahu wanita yang memiliki ciri-ciri berambut panjang, dengan tahi lalat di pipi bagian kanan?”
Dokter Arka menyempitkan manik matanya, ia berpikir dan tidak tahu siapa yang dikatakan oleh Alana. Karena ciri-ciri yang dilontarkan wanita itu tak detail sama sekali.
“Saya tidak tahu siapa yang Anda maksud, Mbak Alana. Hm, mungkin Anda sedang berada di efek samping obat-obatan. Lebih baik Anda ikut saya ke ruang rontgen untuk mengecek luka dalam Anda.”
Alana hanya terdiam, ia menyadari bahwa akhir-akhir ini dirinya memang seperti orang yang kehilangan arah. Lontaran kata Yuta yang menyakitkan beberapa hari lalu teringat kembali. Yang mengatakan bahwa Alana adalah wanita gila.
Karena tidak ingin dikatakan itu lagi dengan orang lain, Alana kini terlihat lebih diam, tapi pikirannya selalu mengarah ke wanita malang dilihatnya di dalam mimpi.
‘Itu bukan mimpi, tapi itu adalah kenyataan. Aku melihatnya secara nyata!’ teguhnya dalam hati.
Saat Alana didorong menggunakan kursi roda dengan Dokter Arka, ia melihat di sampingnya ternyata Poci pun ikut menemani.
Alana masih beruntung, meski tidak ada seseorang yang peduli padanya kini, ia masih memiliki teman dari dunia lain yang selalu menemaninya di masa sulit seperti ini.
Namun, pada saat dirinya dan dokter tampan itu menyusuri sebuah koridor ada jazad yang sudah ditutupi kain, berada di atas brankar dan di bawa oleh petugas kesehatan yang saling berpapasan.
Ternyata Alana tak berfokus pada jazad yang dibawa oleh petugas, melainkan seorang pria dengan wajah pucat dan kosong mengikuti dari belakang. Ia melihat jelas kesedihan dalam raut wajah pria dengan campuran darah blasteran itu.
Alana menyakini jika jazad tersebut adalah orang yang sangat disayangi si pria.
Karena penasaran wanita ini bertanya, “Dok, mau dibawa kemana jazad itu?”
“Sebelumnya saya minta maaf kepada Mbak Alana, karena saya tadi ada tugas bersama dokter lain menangani pasien yang ditemukan tenggelam di dasar Laut Biru. Maka dari itu saya telat untuk mengajak Mbak Alana kontrol. Jazad yang dibawa itu akan diotopsi setelah mendapatkan persetujuan penuh dari pihak keluarga.”
Hati Alana dipenuhi penasaran yang semakin membeludak, ia pun menoleh ke belakang. Bola mata wanita itu mengembang, ia seperti tak bisa mengatur pernapasan. Bau yang sangat menyengat membuatnya susah untuk menghirup udara.
Alana melihat sosok menyeramkan dengan wajah yang hancur seperti terendam air asin, kulitnya mengelupas dengan danging yang keluar.
Ternyata sosok ini adalah sosok yang dilihat Alana sebelum ia bermimpi mengenai gadis malang yang dianiaya seorang wanita paruh baya.
Apakah sosok itu ada sangkut pautnya dengan mimpi Alana?
Bersambung.
Note Penulis untuk Pembaca :
Hay semua, salam kenal aku Nara Lynn. Kalian bisa memanggilku Lynn.
Terima kasih karena sudah membaca cerita Lynn sampai di bab 10 ini, jangan lewatkan bab-bab berikutnya ya yang akan membuat kalian terus penasaran mengenai kisah-kisah arwah gentayangan di rumah sakit bangunan Belanda ini.
Oh iya, teman-teman bisa berinteraksi dengan Lynn di sosial media Lynn ya (IG: naralynn__). Lynn minta maaf jika cerita Lynn ini belum bisa dikatakan sempurna, tapi Lynn akan selalu berusaha mengajak teman-teman untuk larut akan kisah mistis yang tentu saja ada bumbu romansanya. Terima kasih dan sampai jumpa di bab-bab berikutnya.
Salam hangat dari Lynn.