Tubuh yang begitu lelah, dan kepala yang semakin berat membuat Alana tak sadar sudah tidur lelap. Entah baru pertama kali ini ia bisa tertidur pulas lagi semenjak ia ditinggal oleh kedua orang tuanya.
Poci pun hanya bisa menatap gadis yang ada di depannya.
‘Kenapa seperti aku memiliki keterikatan dengan wanita menyebalkan ini? Hah!’ Ia menghembuskan napas, memberhentikan celotehannya, dan kemudian kembali memaparkan isi hatinya.
‘Jika dipikir-pikir, kehidupan percintaan gadis ini sangat memilukan. Kekasihnya seling ...,’ Tiba-tiba tepat di jantung hati sosok hantu yang lengkap dengan kain kafan ini terasa sakit, teramat sakit.
Kenapa ia tidak bisa melanjutkan perkataannya, memang ada apa?
***
“Hey, bangun! Bangunlah, kamu seperti babi saja, sudah pukul 9 ini!”
Terdengar samar-samar celetukan begitu dekat di daun telinga, wanita yang masih memejamkan erat kedua kelopak matanya, sangat berusaha untuk bangun, dan menyempitkan mata.
Tak disangka, manik mata coklat wanita yang masih terlihat setengah sadar ini menyorot, dan tak diduga siapa yang ada di hadapannya saat ini.
“Kenapa kamu datang kemari lagi? Apa kamu memang begitu senang melihatku hancur seperti ini?” getaran terdengar dari lontaran kalimat yang terucap.
Seperti biasa pria dengan tubuh proposional itu hanya memasang wajah yang begitu datar. Coba saja Poci adalah manusia, bisa saja ia akan menghantam wajah menyebalkan pria itu di depan Alana.
“Sudahlah Alana, kamu jangan telalu baperan seperti ini. Aku sudah cukup baik menjengukmu dan melihat keadaanmu,” jawab Yuta sembari memalingkan pandangannya. Ia seperti enggan melihat kondisi kekasih yang telah ia sakiti tak berdaya kini.
Hah!
Alana menutup matanya, ia begitu pusing dengan apa yang sudah Yuta lakukan. Dan ia hanya ingin pria itu lenyap dari pandangannya.
“Kamu tidak akan pernah berubah, Yuta. Bilang saja kamu ingin aku cepat-cepat meninggalkan? Agar kamu tidak merasa bersalah dan bisa berhubungan dengan selingkuhanmu itu?!” desis keluar dari mulut gadis ini.
Mentalnya rusak dan batinnya terguncang, entah harus sampai kapan Yuta menyakitinya dan terus menyakiti.
Pria ini benar-benar tak memiliki perasaan, sampai seorang dokter yang menjadi penanggung jawab Alana mendengar teriakan itu.
“Maaf Pak, bisa Anda tinggalkan Mbak Alana sendiri? Biar saya yang mengurus Beliau di sini,” ucap Dokter Arka begitu to the point.
Hal ini membuat ekspresi wajah Yuta cemberut dan dahinya dikerutkan. Ia mendelik dokter tampan itu, kemudian mengalihkan pandangan kepada Alana. Lalu tanpa kata ia berjalan menuju keluar.
Sebenarnya Alana sangat heran dengan tingkah laku Yuta, seharusnya pria itu bisa melepaskan kekasihnya dengan tenang. Ini malah ia kembali memporak-porandakan mental sang kekasih.
Alana menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, sehingga tak terlihat. Sedangkan dokter muda nan tampan itu mendekati pasiennya, dengan begitu sopan dan lembut Arka bertanya, “Mbak Alana, apakah Anda baik-baik saja?”
“Sepertinya saya tidak bisa baik-baik saja, Pak Dokter.”
“Maafkan saya, sedikit telat untuk datang ke ruangan ini. Saya sudah mengetahui sebenarnya apa yang terjadi Mbak, terkait permasalah Anda dan Pak Yuta. Akan tetapi kemarin saya hanya menghargai Beliau sebagai sanak saudara Anda. Namun, tindakan Pak Yuta saya anggap tadi begitu berlebihan, sehingga saya yang memiliki hak langsung meminta Beliau untuk keluar.”
Alana masih berdiam diri, ia tak ingin menjawab ataupun memberikan tanggapan. Yang ia hanya inginkan kali ini adalah melenyapkan Yuta dari pikirannya. Pria itu sudah membuat dirinya hancur, sampai ia harus di rawat beberapa bulan di rumah sakit tua ini.
Beberapa detik kemudian, Dokter Arka meminta Suster Luna untuk membantu dalam membasuh Alana.
Sedangkan sejak tadi Alana tak melihat keberadaan teman hantunya itu. Saat sudah berganti baju khusus pasien, wanita ini baru tersadar. ‘Poci mana ya?’ lirikan matanya tak berhenti melihat ke kiri dan ke kanan, tak pula ia melihat di sudut-sudut tembok.
Menyadari hal tersebut, Suster Luna segera bertanya, “Apa yang Anda cari, Mbak Alana?”
Berada di kursi roda, membuat Alana menoleh ke belakang. Ia melengkungkan bibirnya membentuk bulan sabit, dan berupaya menutupi apa yang sedang ia pikirkan mengenai keberadaan teman hantunya. Tidak mungkin kan Alana menjawab hal sejujurnya dengan Suster Luna, bisa-bisa wanita ini dituduh gila lagi.
Ia menggelengkan kepalanya pelan, “Tidak, Sus. Saya hanya melihat-lihat cat ruangan ini saja. Sepertinya bangunan ini sudah lama ya Sus?” Alana sengaja mencari topik lain, agar ia bisa kembali melirik dan menemukan keberadaan Poci.
Namun sayang, Alana tak menemukan sahabat hantunya itu.
Suster Luna pun mengiyakan pertanyaan pasiennya. “Betul Mbak Alana.”
Alana pun mengingat kejadian kemarin yang amat mengerikan. Ia tiba-tiba saja melihat sosok menyeramkan mengikuti dokter tampan, yaitu Arka keluar ruangan ini dengan cara tak lazim. Merangkak dengan kaki yang diserat secara perlahan dan mengeluarkan darah kental.
Wanita ini menggeleng-gelengkan kepala pelan, ia tak mau mengingat apa yang sudah ia lihat kemarin malam.
Karena sekarang masih siang, mungkin kali ini adalah waktu yang tepat bagi Alana untuk mempertanyakan sosok hantu mengerikan itu kepada Suster Luna. Dikarenakan Alana percaya bahwasanya suster yang mempersiapkan makan di atas meja itu tahu dengan sosok yang telah dilihat kemarin malam.
Setelah selesai makan bubur dan minum obat beberapa menit kemudian, Alana meminta kepada Suster Luna untuk mengajaknya ke taman rumah sakit ini. Karena memang sangat bosan selalu berbaring di brankar seharian.
Dan Alana juga memiliki tujuan lain mengajak Suster Luna ke sebuah taman indah yang ada di belakang rumah sakit ini. Kendatipun rumah sakit Lokapala ini terbilang rumah sakit tua, karena berdiri pada saat penjajahan Belanda. Akan tetapi rumah sakit ini masih terlihat begitu modern, karena sangat dirawat.
Alana yang masih duduk di kursi roda menghadap lurus yang di depannya ada tanaman bunga, kebetulan sedang bermekaran. Di sampingnya pula ada Suster Luna yang duduk dengan santainya menghirup udara sejuk. Meskipun masih siang, karena cuaca sedikit agak mendung membuat cahaya matahari tak menusuk pori-pori kulit.
Langsung saja ke intinya, tanpa menunggu waktu lagi, Alana melontarkan sebuah pertanyaan yang tidak dijawab sejak kemarin oleh Suster Luna. “Sus, apakah suster ingat dengan pertanyaan saya kemarin malam mengenai sosok suster yang menampakkan diri? Suster dengan cara merangkak dan mengeluarkan darah kental begitu mengerikan mengikuti Dokter Arka?”
Gadis ini segera melirik ke samping, ia ingin tahu ekspresi wajah Suster Luna. Apakah ekspresi sama dengan kemarin malam?
Ternyata tidak, ekspresinya kini begitu datar dan ia pun menatap manik mata Alana yang sangat ingin tahu jawaban terkait sosok mengerikan di rumah sakit ini.
“Sebetulnya ada kisah kelam di rumah sakit ini beberapa tahun yang lalu, Mbak Alana.”
Sontak jawaban yang terlontar dari Suster Luna membuat Alana sedikit terkejut, dan rasa ingin tahu wanita ini semakin menggebu-gebu.
“Apa itu Suster Luna, maksud Anda kisah kelam?”
Begini ceritanya ...
Bersambung.