Hebat ya efek rasa suka itu, tapi jelas rasa suka nggak selalu bisa di kategorikan sebagai 'hebat' kalau diaplikasikan oleh anak SMP. Apalagi anak SMP yang kayak Lintang.
Di sampingku saat ini, Lintang memperhatikan kerumunan anak yang duduk dikursi kayu dibawah pohon Mahoni di dekat koprasi di depan sekolah, ”Jo, kamu mau makan eskrim nggak?”
“Aku mau kabur Lintang. Aku mau langsung pulang.” Jawabku. Aku memang kabur kegiatan eskul melukis gara-gara ngantuk.
“Tapi masa aku makan sendirian?” Gerutu Lintang.
Aku melirik kesalah satu kursi dibawah pohon. Terang saja, disana ada Saga dan Abdul, -orang yang ditaksir Lintang di kelas 8.
“Kamu nyariin Abdul atau Saga?”
Lintang tersenyum geli, "Dua duanya! Jadi kamu mau kan nemenin aku makan es krim kan? Oh ya, aku nggak tau loh kalau Abdul ma Saga itu ternyata temenan! Padahalkan mereka beda kelas!”
Tanpa menungguku menjawab Lintang sudah menarik tanganku menuju ke toko kecil yang menjual eskrim di depan sekolahku. Sekolahku tidak terletak persis di depan jalan besar, makanya tidak ramai kendaraan. Di sepanjang jalan depan sekolah juga ditutupi pohon. Jadi suasananya benar-benar rindang, tapi bukan berarti aku tidak melihat awan mendung di atas. Makan es krim saat mendung bukan pilihan yang umum. Apalagi makan es krim di bawah pohon dekat toko yang sering di kunjungi pembina eskulku. Padahal aku sedang kabur kegiatan wajib. Namanya kan minta di tangkap.
“Abdull! Sagaaaaa!!!" Panggil Lintang pada Abdul dan Saga saat kami melewati kursi mereka.
Aku membeku kaget. Lintang belum pernah memanggil Saga selantang ini sebelumnya. Karena di kelas delapan kami beda kelas, makanya aku nggak terlalu banyak tau tentang Lintang seperti dulu. Kayaknya sekarang Lintang makin berani, makin nekat atau mungkin aja Lintang dan Saga memang sekarang temenan? Aku mana tau.
Lintang mengambil es krim rasa mangga kesukaannya kemudian menyodorkanku eskrim coklat yang sudah ia bayar. Gratis untukku yang membuatku makin susah untuk menolak permintaan Lintang.
“Kita makan di deket nya mereka ya?” Kata Lintang lagi-lagi langsung menarik tanganku.
“Eh?” Ujarku ragu-ragu. Aku tau Lintang pasti ingin tebar pesona dengan Abdul kalau bisa sekalian dengan Saga di saat yang sama tapi apa ini nggak terlalu berlebihan gitu? Pedekate pada dua cowok di saat yang sama.
“Ooh, tenang aja, kalau kamu duduk di kursi dideket kursi yang di duduki Abdul sama Saga kamu bisa cepet kabur masuk kedalam toko kalau misalnya ngliat ada pembina eskulmu atau anak yang satu eskul sama kamu.”
“Tapi kan.” ujarku tiba-tiba aku teringat sesuatu.
“Tapi apa?” Tanya Lintang nggak sabar.
“Bukannya Saga kan satu eskul melukis sama aku?”
Lintang tertawa, “Bagus kan? Siapa tau dia juga kabur eskul!”
Seperti rencananya, Lintang langsung duduk di kursi sebelah kursi Saga dan Abdul.
Tanpa beban Lintang langsung makan eskrim sambil berbisik, “Kamu inget nggak si Saga suka makan eskrim rasa apa?”
“Coklat.“ Bisikku super pelaaan nggak enak banget kalau sampai Saga dengar.
“Wow, kamu masih inget ya!” Serunya.
Iyalah aku pasti ingat. Aku ingat bagaimana dulu waktu kelas 7 aku di suruh Lintang untuk menghafalkan daftar riwayat hidup Saga yang aku bahkan nggak tau Lintang tau darimana. Kata lintang Saga suka sepatu Nike air max. Hmm, sepatu apa itu? Kata Lintang Saga juga berotot. Ew, kok Lintang bisa tau?
Aku memandang langit sambil memakan eskrim. Sesuai dengan prediksi, hujan akhirnya turun. Kerumunan anak-anak bubar dengan sendirinya. Semua anak langsung berteduh di tempat tempat terdekat. Aku dan Lintang juga ikut berteduh di atap pinggir toko peralatan alat tulis yang tutup. Dalam hitungan menit, hujan turun semakin deras dan ditambah hujan angin.
Beberapa anak yang putus asa mulai berlari kembali ke dalam sekolah. Ada juga yang nekat hujan-hujanan menuju ke halte. Ada yang masih bertahan berteduh di emperan toko walaupun kaki mulai pegal atau ada juga yang membuat dunia seakan milik berdua seperti Abdul dan Lintang. Mereka mengobrool terus sejak tadi. Semakin deras hujannya semakin senang Lintang, karena dia daritadi berbisik padaku kalau dia berdoa semoga hujannya semakin deras. Kalau bisa malah semalam suntuk. Supaya dia bisa lebih lama bersebelahan dengan Abdul dan Saga, yang juga ikut berteduh di dekatnya.
Aku bingung antara Lintang sudah sungguhan ganti orang yang dia taksir, sudah lupa Saga atau dia masih suka Saga atau sekarang ia naksir dua orang sekaligus atau satu cadangan dan satunya lagi penggembira? Aneh. Kok bisa naksir dua orang sekaligus? Bukannya kalau kayak gitu sama saja nggak betul-betul suka keduanya?
Yang makin aneh, sejak tadi Lintang nggak sedikitpun mengobrol dengan Saga. Jadi, aku makin bingung apa mereka sekarang memang sudah berteman atau sapaan lantang barusan itu cuma trik Lintang yang pura-pura sok kenal sok akrab? Soal itu masih jadi misteri. Lagi-lagi aku mana tau soal itu.
Selama berteduh aku dapat tempat yang paling tidak menguntungkan
Aku berdiri paling pojok dekat palang air pembuangan. Aku terkena percikan air kotor dan air hujan. Ini yang namanya azab karena kabur dari kegiatan eskul, pikirku sambil menutupi kepalaku dengan Sweeter.
“Oh ya Abdul, ini temen ku sebangku waktu kelas 7." Kata Lintang setelah setengah jam ia mendiamkanku. Lintang menarik pundakku supaya aku menoleh menatap ke Abdul.
“Halo.” Sapa Abdul sambil nyengir.
"Hai." Jawabku kikuk. Sebetulnya bukan Abdul yang membuatku kikuk tapi karena Saga mendadak berpindah posisi kesebelahku. Lebih tepatnya menggeserku dari samping talang pembuangan air. Aku menatap Saga bingung antara mau bilang terimakasih karena menggantikan posisiku hingga aku nggak terkena cipratan air lagi atau mengingatkan soal posisi jeleknya saat ini. Siapa tau Saga nggak sadar.
Tanpa sengaja, Saga tiba-tiba menoleh. Mata kami bertatapan. Ekspresi wajahnya menakutkan. Selama dua detik Saga seperti hendak berkata sesuatu tapi ia mendadak mengalihkan pandangannya.