Read More >>"> Rumah (Sudah Terbit / Open PO) (Bab 6) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
MENU 0
About Us  

Fajar merasa akward sekarang.
Kini mereka duduk di meja makan dengan suasana yang tegang bukan main. Bagaimana tidak? Dirinya, Bintang dan Bara yang sedang sibuk menonton tayangan suzanna di televisi tiba-tiba dikejutkan  dengan Mas Bumi yang membuka pintu dengan begitu kasar hingga menciptakan suara yang amat keras dengan Gala dan Guntur yang berjalan gontai di belakangnya. Mas Bumi –dengan wajah super duper ga woles– duduk di meja makan sedangkan Gala dan Guntur masih berdiri di ambang pintu.
“Sini,” titah Mas Bumi entah hanya untuk Gala dan Guntur atau untuk Bintang, Bara dan Fajar juga. Fajar ingat sekali, dan sepertinya tidak akan melupakan betapa wajah Mas Bumi benar-benar menyeramkan. Mas Bumi tidak berbicara apapun, namun wajah merah padamnya menjelaskan segalanya. Bahwa Mas Bumi benar-benar marah sekarang.
“Jelasin.” Mas Bumi memulai.
Gala menghirup udara banyak-banyak sebelum memulai penjelasannya. “Gue tadi tawuran sama angkatannya Guntur,” ucap Gala. Melihat Mas Bumi yang sepertinya tidak berniat membalas ucapannya, Bara berinisiatif untuk menggantikan peran Mas Bumi. Namun belum sempat mengucapkan sepatah katapun, suara Mas Bumi menutup rapat mulutnya.
“Ngerasa hebat lo kek gitu?”
Suasana benar-benar tegang saat ini. Mas Bumi melirik sengit Gala dengan wajah tidak bersahabat. Gala juga begitu, dengan wajah yang sama tidak bersahabatnya, menatap Mas Bumi dengan berani. Fajar bergidik ngeri. Gala yang ditanyai, mereka bertiga yang ketar-ketir.
“Hebat ya? Sampe digiring polisi, hebat banget,” Mas Bumi semakin sengit. Tidak peduli dengan Fajar, Bara dan Bintang yang terkejut bukan main.
“Digiring polisi? Kok bisa?” Tanya Fajar sambil celingukan, menatap Mas Bumi dan Gala bergantian yang dibalas kekehan hambar dari Mas Bumi. Begitupula dengan Bintang yang kini menatap bingung Guntur yang duduk di sampingnya dengan menunduk dalam.
“Kerjaan lo ga berubah-berubah.” Mas Bumi menyandarkan punggungnya. Mem-beranikan diri, Fajar menatap wajah Mas Bumi yang kini memejamkan matanya. Terlihat sekali Mas Bumi sedang lelah. Bergantian, Fajar menatap wajah Gala yang masih menatap lurus ke arah Mas Bumi. Terlihat dari wajahnya, seperti ada sesuatu yang ingin Gala sampaikan. Ada sesuatu yang Gala tutupi, dan Mas Bumi terlalu lelah untuk mencari tau bahkan menyadari hal itu.
“Jadi hasil kerja gue kek gini? Gue capek-capek kerja cuma buat nggedein orang kayak lo?” Seisi ruangan menahan nafas. “Masuk BK gara-gara berantem, berkali-kali panggilan orangtua, di skors seminggu, sekarang tawuran sampe masuk penjara. Lo kalo udah gamau sekolah bilang aja La, gue juga gamau biayain berandalan kayak lo.” Ucapan Mas Bumi membuat seisi ruangan hening. Fajar dan Bara mengangkat kepalanya. Bersitatap satu sama lain untuk menyalurkan apa yang ada di benak mereka berdua. Hari ini tanggal 2. Jika mereka tidak salah ingat, harusnya hari ini Mas Bumi menerima gajinya dari menjaga supermarket dan dari usaha thrift temannya. Setau mereka, biaya menebus penjara itu sangat mahal. Dan melihat mereka berhasil pulang dari kantor polisi, itu berarti Mas Bumi menghabiskan bisa jadi setengah, seperempat atau bahkan seluruh gajinya untuk itu.
“Kenapa ga lo biarin aja gue di penjara tadi? Lo keberatan nebus kan?” ucap Gala sambil mengangkat kepalanya menantang. Sedangkan Bara dan Fajar membelalak mendengar pertanyaan Gala yang penuh keberanian barusan.
“Menurut lo?”
“Lo kalo emang ga ikhlas biayain gue kenapa pake acara ga bolehin gue kerja? Sok baik lo?” Gala semakin berapi-api. Susasana benar-benar tegang saat ini. Gala yang tidak mau kalah dan Mas Bumi yang semakin tersulut emosinya. “Gala, udah Gala…” bisik Fajar sambil menepuk bahu Gala yang ditepis kasar oleh pemiliknya.
“Lo kalo ngomong dijaga ya anjing!” bentak Mas Bumi sambil bangkit dari duduknya.
“Lo sendiri gimana hah?!” bentak Gala tak kalas keras. Tangannya memukul keras permukaan meja. Semakin membuat Guntur menunduk dalam. Merasa bersalah.
“Lo pikir daritadi omongan lo bagus gitu? Ngaca!”
Jeda sejenak. Gala yang menggebu-gebu. Wajah memarnya terlihat lebih menyeram-kan dengan warna merah yang memenuhi wajahnya sebab menahan marah. “Gue tau lo capek-capek kerja buat kita, gue juga gamau berantem anjing!” ucap Gala dengan dada yang naik turun. Anak itu benar-benar marah. Namun berbeda dengan sebelumnya, kini Mas Bumi hanya diam membiarkan Gala menyelesaikan bicaranya.
“Gue tanya sekarang. Emang lo pernah nanya kenapa gue berantem? Engga kan? Lo cuma marah-marah habis dari sekolah terus balik lagi ke kampus atau tempat kerja lo itu,” ucap Gala dengan intonasi rendah. Bukan, itu bukan intonasi marah yang tertahan. Itu intonasi kecewa.
“Jadi kenapa lo tawuran?” tanya Bara menengahi. Namun, bukannya jawaban yang Bara dapat dari Gala, melainkan kekehan kecil.
“Kenapa ga lo tanya aja sama adek kesayangan lo itu? Lo lupa dia di tkp?” Gala berlalu dengan cepat setelah mengatakan kalimat terakhirnya. Fajar melihat Gala menaiki tangga dan mulai masuk ke dalam kamarnya. Membanting keras pintunya tanpa peduli suasana tegang di bawah belum juga sirna.
Mas Bumi menunduk, mencoba mengatur nafasnya. Sedangkan Guntur, diam-diam si bungu jelas tertekan dengan rasa bersalahnya. Jika sedari awal Guntur menjelaskan apa yang terjadi saat Mas Bumi baru sampai di kantor polisi dan bukannya diam saja, pasti suasana tidak akan serumit ini. Melihat Gala dan Mas Bumi bertengkar barusan benar-benar membuatnya semakin merasa bersalah. Belum sempat Guntur membuka mulutnya, Mas Bumi juga pergi ke kamarnya tanpa mengatakan sepatah katapun setelah mengusap kasar wajahnya.
Hening menyelimuti mereka. Kini tinggal Bara, Fajar, Bintang dan Guntur di meja makan. Sibuk dengan pikiran masing-masing, terutama Guntur yang sudah kacau sedari tadi.  Di tempatnya, Bintang mengerjap terkejut melihat tetesan darah di meja makan. Cukup deras, tetesan itu mungkin bertambah setiap 3 detik sekali. Dengan segera Bintang menutup hidungnya dengan telunjuknya lalu mendongakkan kepalanya. Mimisannya tak kunjung reda. Terus mengalir sehingga membuat wajahnya putihnya terlihat begitu pucat, yang jelas membuat 3 orang yang tersisa di meja makan khawatir.
“Gue duluan,” ucap Bintang sambil berlari menuju kamarnya sebelum yang lainnya melempar tanya. 
Setelah Bintang berlalu, seperti tak ada yang berniat memulai pembicaraan. Kini mereka benar-benar sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sampai suara terkejut Fajar yang tertahan mengalihkan atensi mereka.
“Tur, kepala lo…” tangan Fajar terangkat, menyingkap poni Guntur untuk melihat memar di pelipis bagian kanannya lebih jelas.
“Lo di gebukin, atau ikut gebuk-gebukan kayak Gala?” tanya Bara to the point, membuat Guntur salah tingkah. Wajahnya yang terlihat pucat dan panik jelas membuat Bara dan Fajar bingung. Benar perkiraan Fajar, ada yang di sembunyikan.
“Di tendang…” ucap Guntur pelan sambil menunduk dalam.
Fajar membelalak. Tangannya semakin cepat bergerak memeriksa detail wajah sampai tangan adik bungsunya. Sedangkan Bara mengangguk. Diam-diam berhasil membuat kesimpulan atas kejadian malam ini. Gala mengatakan bahwa dirinya terlibat tawuran dengan teman sekelas Guntur, dan sekarang ia melihat luka di pelipis Guntur bekas di tendang. Gala memang gegabah dan brutal, namun Bara sangat faham bagaimana Gala. Walau begitu berani, Bara tau Gala tidak akan memukul orang sembarangan. 
Pernah suatu kali, Bara dan Gala melewati gerombolan anak laki-laki dari sekolah yang berbeda sepulang dari toko Pak Sanusi untuk membeli detergen. Bara dengar dengan jelas bagaimana anak-anak itu menjelek-jelekkan Bintang yang baru memenangkan medali perak di olimpiade olahraga beberapa bulan lalu dengan berkata bahwa Bintang menyuap panitia olimpiade sebab mereka melihat Bintang memberikan beberapa lembar uang seratus ribu kepada panitia. Padahal panitia olimpiade waktu itu adalah Bara dan kebetulan Mas Bumi meminta tolong Bintang untuk memberikan uang SPP mereka kepada Bara untuk ia bayarkan kepada bagian administrasi di sekolah. Sebenarnya Gala sudah sangat tersulut emosi waktu itu, namun berkat Bara yang menahannya, Gala mencoba meredam emosinya sebisa mungkin. Namun ketika mereka mulai membicarakan saudara-saudaranya yang lain, Gala mulai kehilangan kendalinya. Dengan segera menghampiri gerombolan anak-anak itu dan mulai melayangkan beberapa pukulan pada gerombolan anak-anak itu.
“Kalo sampe gue denger mulut lo pada ngomongin sodara-sodara gue, gue sendiri yang bakal ancurin mulut lo pada.”
Sejak kejadian itu, Bara mengerti, bahwa prioritas Gala bukan dirinya, tapi saudara-saudaranya.
“Sejak kapan?” tanya Bara setelah mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Guntur sendiri masih menunduk, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan Bara.
“Udah setahun ini,” jawab Guntur yang semakin membuat Fajar panik. Sebenarnya Fajar sudah mempersiapkan dirinya untuk kemungkinan terburuk dari Guntur yang tak pernah menceritakan bagaimana kehidupan sekolahnya bersama teman-temannya. Namun tetap saja. Fakta bahwa kekhawatiran terbersarnya terjadi tetap membuatnya terkejut.
“Selama ini Gala tau lo di ganggu temen sekelas lo, terus dia berantem sampe masuk BK gara-gara berantem sama temen lo. Gue salah?” ucap Bara. “Terus tadi lo tadi main sama mereka, lo ga nurutin apa yang mereka mau, terus kepala lo di tendang, pas banget Gala liat, terus Gala sama temen lo tawuran. Gue salah?” lanjut Bara. Kalau ini adalah game yang sering di mainkan Bintang, mungkin sudah ada suara mbak-mbak operator yang bilang ‘head shot’ berkali-kali. Karena kenyataannya ucapan Bara benar-benar membuat Guntur menunduk dalam-dalam.
“Iya mas…” jawabnya pelan.
Bara mengangguk. Berbeda dengan Fajar yang kini menatap sendu adik terakhirnya, Bara justru bangkit dari duduknya. “Jadi Guntur, gaperlu gue jelasin kan?” ucap Bara sambil menepuk lembut pucuk kepala Guntur. 
“Pulang sekolah besok, ngaku ke Mas Bumi, ya? Kasian Mas Gala,” ucap Bara dengan senyum tipis. 
“Guntur,” panggil Fajar, membuat si bungsu perlahan mengangkat kepalanya. Dengan ragu, Guntur menatap Fajar yang kini memegang kedua bahu si bungsu dengan senyum paling menenangkan yang pernah Guntur lihat. “Gue ngerti lo takut bebanin Mas Bumi kalo lo ngaku. Tapi kalo lo ga ngaku, bakal ada kejadian kek gini lagi nanti.” Fajar menatap dalam Guntur yang ada di depannya.
“Lo ga pernah sendirian Guntur, lo punya kita yang selalu nunggu Guntur pulang di sini,” Fajar menghela nafasnya sebelum menyelesaikan kata-katanya. “Jadi tolong, kalo ada apa-apa jangan di pendem sendiri, ya?”
Sedari dulu, Guntur tak pernah berani walau hanya sekedar mengatakan bahwa dirinya tidak punya teman di sekolah. Apa yang ada di benaknya hanya seputar bagaimana agar dirinya mendapat nilai yang bagus setiap kali ujian. Guntur pikir ia harus mendapat nilai sempurna agar nanti ketika kuliah, ia tak perlu minta uang kuliah ke Mas Bumi. Ia harus mendapat beasiswa untuk meringankan Mas Bumi. Guntur bukan anak popular yang di sukai banyak orang di sekolah, bukan pula berandalan yang terkenal karena masuk BK. Guntur hanya ingin nilai sempurna, tak peduli apa ia punya teman atau tidak. 
Ia pikir semakin ia tidak terlibat pada kelompok-kelompok pertemanan di sekolahnya, kehidupan sekolahnya akan berjalan tenang dan damai. Namun ternyata, tidak sesederhana itu. Justru ketidak berpengalaman Guntur dalam hal pertemanan yang membuatnya akhirnya dengan mudah terperangkap ke dalam lingkaran pertemanan yang tidak sehat. Dan kabar buruknya, Guntur tak mampu melepaskan diri dari mereka.
Tak ada yang tau tentang hal ini, bahkan Bintang sekalipun. Sampai suatu hari, ketika Guntur sedang mengantre beli cilok Pak Sumali, Gala yang kebetulan juga disana menemukan bekas luka memar di bagian kanan pelipisnya. Dengan nada pelan namun cukup dalam, Gala meminta Guntur memberitahu siapa pelakunya. Dan benar saja. Sejak kejadian itu, dalam sekejap nama Gala menjadi familiar di telinga orang-orang dengan sebutan ‘jagoan’ sebab sering masuk BK karena bertengkar dengan teman Guntur yang sering mengganggunya.
Guntur cukup takut untuk memberitahu saudaranya, terutama Mas Bumi. Takut mem-bebani, takut dimarahi, dan berbagai alasan yang lain. Barangkali itu juga yang dilakukan Gala. Sebab Guntur benar-benar tidak mau menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah walau hanya sekedar bercerita bahwa ia tak punya teman di sekolahnya. Gala hanya sedang menunggu Guntur siap menceritakan semuanya, walau ia sendiri yakin semuanya akan terungkap tanpa Guntur membuka mulutnya.
Guntur menggigit bibir bawahnya, kembali menunduk dengan anggukan pelan pada akhirnya. Ah, seharusnya ia menyadari ini sejak dulu. Bahwa ia tak pernah sendirian.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Romance is the Hook
3571      1338     1     
Romance
Tidak ada hal lain yang ia butuhkan dalam hidupnya selain kebebasan dan balas dendam. Almira Garcia Pradnyani memulai pekerjaannya sebagai editor di Gautama Books dengan satu tujuan besar untuk membuktikan kemampuannya sendiri pada keluarga ibunya. Namun jalan menuju keberhasilan tidaklah mudah. Berawal dari satu kotak cinnamon rolls dan keisengan Reynaldo Pramana membuat Almira menambah satu ...
EPHEMERAL
115      103     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
Aku baik-baik saja ¿?
2822      1191     2     
Inspirational
Kayla dituntut keadaan untuk menjadi wanita tangguh tanpa harus mengeluh, kisah rumit dimulai sejak ia datang ke pesantren untuk menjadi santri, usianya yang belum genap 17 tahun membuat anak perempuan pertama ini merasa banyak amanah yang dipikul. kabar tentang keluarganya yang mulai berantakan membuat Kayla semakin yakin bahwa dunianya sedang tidak baik-baik saja, ditambah dengan kisah persaha...
Orange Haze
401      283     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Memories About Him
3425      1609     0     
Romance
"Dia sudah tidak bersamaku, tapi kenangannya masih tersimpan di dalam memoriku" -Nasyila Azzahra --- "Dia adalah wanita terfavoritku yang pernah singgah di dalam hatiku" -Aldy Rifaldan --- -Hubungannya sudah kandas, tapi kenangannya masih berbekas- --- Nasyila Azzahra atau sebut saja Syila, Wanita cantik pindahan dari Bandung yang memikat banyak hati lelaki yang melihatnya. Salah satunya ad...
The Maze Of Madness
4340      1674     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
PATANGGA
712      493     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Kanvas Putih
130      115     0     
Humor
Namaku adalah Hasywa Engkak, yang berarti pengisi kehampaan dan burung hitam kecil. Nama yang memang sangat cocok untuk kehidupanku, hampa dan kecil. Kehidupanku sangat hampa, kosong seperti tidak ada isinya. Meskipun masa depanku terlihat sangat tertata, aku tidak merasakannya. Aku tidak bahagia. Wajahku tersenyum, tetapi hatiku tidak. Aku hidup dalam kebohongan. Berbohong untuk bertahan...
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
86      74     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
368      263     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...