Ia memang sudah memilih kehendaknya sendiri, sesuai dengan perkataan Cupid. Teringat dengan kisah Dyonisiaca dan tingkah Cupid, pastilah dewa itu akan membuat sesuatu terjadi seperti kisah itu. Harusnya ia memperhatikan siapa yang mungkin melakukan itu padanya, tetapi ia mencari sosok lain yang sudah ia tolak dengan jelas.
Gilbert tidak tahu mengapa ia menjadi sering memperhatikan media sosial di gawainya. Ia juga menjadi sering duduk di tangga laboratorium. Ia jelas tahu ingin menunggu siapa selama ini dan ia tak kunjung menemukan sosoknya.
Namun mengapa ia merasakan dan melakukan hal seperti ini. Apakah ini hanya rasa bersalah belaka?
Malam itu, Gilbert memutuskan untuk tidur lebih cepat. Pikirannya risau, oleh karena itu ia harus cepat bertemu dengan dewa romansa itu. Patricia yang sakit meresahkan pikirannya, dan tampaknya perasaannya juga. Terlebih ia sudah banyak mendengarkan fakta-fakta dari Anteros. Ia harus memastikan sesuatu pada Eros. Tidak, ia menuntut pertanggung jawaban Eros.
Gilbert menemuinya dalam mimpinya, dalam alam bawah sadarnya. Ruangannya yang seperti dipenuhi dengan awan mengambang lembut. Di hadapannya ada singgasana besar dan Eros dalam wujud anak kecilnya duduk di atasnya. Sosoknya masih sama menyebalkannya sejak terakhir kali Gilbert lihat.
"Well, well, apakah ini Gilbert yang bebal? Mengapa kau menghampiriku? Bukankah kau bilang tak akan mengunjungiku karena tidak percaya akan cinta? Rasa bencimu itu juga lebih besar dibanding dengan tidak percaya bukan."
"Aku ingin mengetahui fakta tentang Patricia."
"Eh, mengapa kau tiba-tiba? Mulai tertarik ya??" seru Cupid sambil menyeringai. Namun seringai Cupid berubah menjadi wajah sendu ketika mengingat memori yang baru-baru ini terjadi. "Tapi dia kan sudah tidak tertarik padamu, kan. Buat apa kau tertarik sekarang. Bukankah ini yang kau inginkan?"
Cupid memasang wajah menyedihkan. Alisnya tertekuk lesu sambil sesekali melihat Gilbert. Betapa Cupid menyebalkan di matanya. Gilbert ingin bertanya serius namun masih meledeknya dengan ekspresi seperti itu.
“Aku tetap tidak tertarik akan hal semacam itu. Aku hanya ingin tahu, selama ini, mengapa kami terus terhubung hingga reinkarnasi ketujuh? Biasanya kamu hanya membuat takdir manusia itu terhubung sampai reinkarnasi kelima, bukan? Apakah karena cintanya selalu gagal?”
Cupid melengos. “Itulah mengapa kau harus mengenalnya. Kau tidak tahu, kan selama ini bahwa Alice-lah alasan kalian bereinkarnasi sampai tujuh kali? Pada reinkarnasi pertama kalian gagal, tetapi Maria sudah menaruh hati padamu semenjak reinkarnasi kedua. Alasannya sungguh lucu, kamu baik dan polos, setia pada Tuanmu. Dia bilang dia ingin melindungimu.
Tapi kamu tidak percaya pada cinta, tidak pula menghargainya sebagai manusia. Ia terus memohon padaku agar memberikan kesempatan hingga kamu dapat menyukainya. Namun, semua itu tidak berguna."
Gilbert mengernyit. Ia terpikir, bagaimana Cupid sang dewa romansa yang sedikit nakal ini bermurah pada gadis seperti Patricia. Apa yang dilakukan Patricia sehingga Cupid mengabulkan permohonannya.
"Aku pikir kamu selalu menetapkan harga pada segala sesuatu diluar porsi ikut campurmu. Apa yang dilakukannya, atau apa yang kamu perintahkan sehingga kamu menerima permohonannya?”
Cupid tersenyum sambil melayang dengan perlahan. Sudah lama ia menanti membeberkan hal ini pada manusia di depannya.
"Harga kehidupan adalah kehidupan itu sendiri." Ia menjeda. Tatapannya berusaha memberitahu Gilbert sesuatu, tetapi Gilbert tidak mengerti.
"Kamu pasti menyadari kalau semenjak reinkarnasi keenam, Patricia pasti menghilang dengan cepat. Aku mengambil setengah jatah hidupnya untuk kepentinganku. Bodoh, bukan? Bukannya dengan begitu waktu hidupnya denganmu hanya sedikit?
Tapi ia cukup konsisten dan tidak banyak mau. Ia hanya berharap kalau ia dapat membuatmu jatuh cinta padanya. Tapi sampai sekarang kau tidak ada perasaan padanya, bukan? Manusia memiliki batas kesabaran, bisa lelah. Jadi ia memutuskan untuk menyerah.”
Gilbert terdiam. Ada gelenyar aneh pada dirinya. Jantungnya serasa seperti diremat dan ada bagian dalam dirinya yang runtuh. Kata menyerah seperti berputar-putar dalam kesadarannya sehingga membuat tubuhnya lemas.
"Kenapa? "
"He? Apanya yang kenapa?"
"Apa tidak ada cara lain selain mengambil setengah waktu kehidupannya? Kenapa pula kamu menurutinya? Bukankah kamu licik dan tidak pernah berhenti sampai meraih keinginanmu itu? Mengapa kamu mengabulkan keinginan manusia itu?”
“Siapa kau berani berkata seperti itu? Bukankah dewa juga mendengarkan permohonan makhluknya?”
Gilbert menggertakkan gigi. Ia merasa marah sekarang. Selama ini Cupid selalu menghubungkan mereka. Cupid juga memaksa Gilbert untuk bersanding dengan gadis itu tak kenal lelah. Hampir tujuh kehidupan ini ia terus mendengar celotehan Cupid mengenai takdirnya.
Namun mengapa ia tiba-tiba berhenti. Mengapa gadis itu juga tidak ingin melanjutkan cintanya padanya? Apakah ini berarti mereka tidak ditakdirkan bersama lagi?
Pokoknya, Gilbert harus menemui Patricia terlebih dahulu. Ia harus memastikan keadaan gadis itu.
“Dimana ia sekarang?”
“Aku tidak ingin memberitahu.”
“KUTANYA DIMANA DIA?’
Cupid melepaskan murkanya. Beraninya manusia didepannya membentaknya. Serupa petir keluar dan hampir menghanguskan Gilbert kalau saja ia serius menargetnya.
“Sombong sekali kau anak manusia?! Aku sudah memberimu mate, inkarnasi tujuh kali, memberikan berbagai nasihat dan tidak sekalipun kau mendengarkanku, giliran menyesal kau marah padaku. Kalau bukan karena Maria sudah kukutuk kau!”
“Kau yang dewa terkutuk! Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan? Berlagak berbaik hati karena memberiku hidup, pura pura berceramah padahal kau tidak hanya menembakkan satu jenis panah kan?”
“Apa maksudmu menuduhku seperti itu!? Apa buktinya?”
“Anteros memberitahuku. Tidak, lebih tepatnya ia hampir menghukumku. Selain membuat anak manusia jatuh cinta kau juga mempermainkan hati mereka, kan? Selama ini kau hanya membuat gadis itu jatuh cinta padaku dan kau melihat gadis itu yang mengejarku merupakan suatu hiburan bagimu. Sungguh dewa yang licik.”
“Anak manusia, tidak mungkin aku berbuat seperti itu. Panahku adalah untuk dua orang, dan seperti yang kau tahu aku adalah dewa cinta, jadi tentusaja—”
“Bacot!”
Oh, Gilbert, sungguh berani dirimu menyela dan berkata kasar pada seorang dewa. Namun sungguh, Gilbert tidak bisa menahannya lagi, Sejujurnya, setengah nasibnya adalah karena dewa aneh ini. Ia tidak tahu yang manakah pekerjaannya, tapi sungguh, Gilbert tidak ada suatu rasapun pada Patricia.
Walaupun dewa sudah ikut campur, bagi Gilbert perasaan manusia adalah fana. Ia berfikir panah cupid itu pasti akan mengikis dan akan habis. Jadi ia bisa menolak gadis itu lagi dan lagi. Namun begitu mengetahui kenyataan bahwa Eros itu mempermainkan mereka. Membuat Patricia lelah untuk menjadi tontonan seorang dewa membuatnya sangat sedih.
Mengapa ia tidak tahu lebih cepat. Bicara suka ataupun tidak, Gilbert merasa tindakannya tidaklah pantas. Lagipula, Patricia tidak pernah berbuat kurang ajar padanya. Ia memang cukup mengganggu karena selalu muncul dan terlalu ‘terang’ namun selebihnya tidak pernah berbuat macam-macam.
“Aku akan berbicara dengan Pat. Awas saja kalau kau sampai melakukan sesuatu yang membahayakannya. Visimu itu busuk, untuk sementara aku hanya perlu percaya pada Anteros.”