Gilbert tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Apabila ia sedang malas, ia akan berada di kos saja. Bila ada yang sedang ingin dikerjakan, ia akan pergi ke kampus untuk menaikkan mood-nya. Setelah bertemu Patricia kemarin, ia memilih untuk mengerjakan di kos saja untuk beberapa hari. Ia tidak mau melihat gadis itu terlebih dahulu.
Mungkin memang ia terlalu kasar kemarin. Gilbert sendiri secara pribadi tidak tega untuk mengatakan langsung kebenciannya pada orang. Bila ia tidak suka ia akan menunjukkannya lewat bahasa tubuhnya. Ia akan malas bila berdekatan dengan orang tersebut ataupun ogah-ogahan meladeni pembicaraannya. Ia lebih memilih mendiamkan mereka sampai orang itu lelah, daripada mengutarakan langsung kebenciannya.
Tapi setelahnya ia berpikir kalau hal itu memang diperlukan. Tidak semua orang mengerti jika diberitahu secara implisit seperti itu. Dan beberapa orang tidak akan pernah menyerah sampai keinginannya terealisasikan. Harusnya, mereka sadar bahwa dunia ini bukan untuk mereka saja dan tidak berpusat pada mereka.
Saat Gilbert sudah pergi ke kampus dan ia tidak melihat Patricia. Sudah tidak ada pula notifikasi obrolan yang masuk pada handphone miliknya. Ia menduga bahwa Patricia sakit hati karena balasan pernyataannya. Biarlah Patricia menyadarinya bahwa ia benar-benar tidak ingin menjalin hubungan saat ini juga. Entah bagaimana yang terjadi selanjutnya Gilbert tidak terlalu memikirkannya.
Beberapa hari ia berpikir seperti itu sampai Anders menelponnya. Tidak biasanya pula cowok itu melakukan video call dengannya. Ketika kamera membuka barulah ia melihat bahwa Selena yang merupakan reinkarnasi dari Alice ikut juga bersamanya. Anders dan Selena terlihat seperti berada disebuah taman yang cukup sepi.
Gilbert sangat bingung melihat wajah Selena yang tertekuk marah. Sepertinya ada sesuatu yang membuat gadis itu marah kepadanya, tetapi ia tidak mengerti.
“Kamu membuat Patricia menangis, ya!” tembak Selena langsung pada Gilbert.
Gilbert mengerutkan kening. Ia merasa pembicaraan ini mengarah mengenai takdir mereka, tetapi ia harus berpura-pura tidak mengerti dulu sekarang.
“Kau, kan penyebabnya!” Selena meledak-ledak lagi. Ia berkata-kata sendiri bahwa ia sangat jengkel dengan Gilbert akan menyerang Gilbert jika saja mereka dekat.
“Selene, tenanglah…” Anders membujuk Selene.
Pemuda itu kemudian menghadap kamera untuk menjelaskannya pada Gilbert. “Kamu tahu bagaimana sejak menjadi Alice ia begitu akrab dengan Maria. Beberapa hari lalu Maria menelpon sambil menangis. Ia berkata bahwa ia juga sakit dan setelahnya tidak ada kabar lagi. Kami sudah menelpon dan menanyakan kabarnya namun ia hanya membalas bahwa ia butuh waktu. Kita saling mengetahui takdir Cupid bukan? Alice berasumsi kalau kau menolak perasaannya lagi.”
Gilbert hampir membelalakkan matanya ketika mendengar penjelasan Anders. Hal itu berarti Patricia menumpahkan kesedihannya pada Selene. Meskipun begitu Patricia tidak menceritakan apa ia alami sebenarnya. Ia tidak menceritakan bagaimana Gilbert menolaknya dengan tegas dan melontarkan perkataan yang buruk.
“Gil, aku tahu kalau kamu tidak suka padanya namun bisakah kamu menjenguknya?” pinta Anders padanya. “Kami sangat khawatir padanya dan ingin memeriksanya namun tidak bisa begitu saja kesana.”
Gilbert yang terdiam beberapa saat membuat Anders menunjukkan wajah memelasnya. Selene mempelototinya dengan garang seolah meminta Gilbert untuk menuruti permintaan mereka.
“Kami tahu kalau kau tidak suka, tapi please—sekali ini saja.”
Sekali ini saja. Patricia juga mengatakannya kemarin. Sekali ini saja, dan tidak akan lagi yang selanjutnya. Kau tidak akan melakukannya lagi. Gilbert merinding dengan pemikiran yang terlintas itu. Ia juga jadi memikirkan Patricia.
“Baiklah aku akan menemuinya.” Gilbert akan melakukannya. Dapat ia lihat juga wajah lega Anders. Selena juga senang namun berpura-pura cemberut lagi saat Gilbert menatapnya.
‘Yah ini hanya perlakuan manusia biasa. Aku memang menolaknya tapi jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk.’